Konflik di Irian Barat pada awal dekade 60-an merupakan salah satu kampanye militer yang cukup besar yang dilakukan oleh militer Indonesia pada masa orde lama. Di masa itu, militer Indonesa menjalankan operasi yang dikenal dengan nama “Operasi Trikora” guna merebut Irian Barat atau kini Papua dari tangan Belanda. Indonesia kemudian melakukan beragam pengadaan alutsista guna mendukung operasi militer tersebut.
Pihak Belanda tidak serta merta diam begitu saja, meskipun jarak antara Irian Barat dan negeri Belanda di Eropa cukup jauh, akan tetapi militer Belanda tetap menurunkan persenjataan terbaiknya guna mempersiapkan diri untuk kemungkinan perang terbuka dengan Indonesia kala itu. Salah satu alutsista andalan yang dimiliki oleh Belanda yang juga diturunkan dalam konflik tersebut adalah jet tempur Hawker Hunter. Seperti apakah rekam jejak jet tempur tersebut ?
1. Dibuat Secara Lisensi di Belanda
Jet tempur Hawker Hunter sejatinya merupakan jet tempur buatan pabrikan Hawker Siddeley dari Inggris. Pihak militer Belanda kemudian pembelian jet tempur tersebut dan kemudian di buat di negeri Belanda melalui lisensi. Pabrikan yang dipercaya untuk memproduksi jet tempur tersebut adalah Fokker di dekade 50-an. Jet tempur ini sendiri sejatinya mulai dikembangkan sejak akhir dekade 40-an dan mulai berdinas di militer pada awal dekade 50-an. Varian yang diproduksi oleh Fokker merupakan varian F.4 dan F.6.
Di militer Belanda, pesawat jet tempur ini mulai memasuki layanan pada kurun waktu 1957-1958. Selain di negeri Belanda, pesawat tempur ini juga dioperasikan oleh angkata udara Belanda yang berdinas di kawasan Irian Barat. Dilansir dari situs indomiliter.com, pesawat ini mulai tiba di Irian Barat pada awal dekade 60-an dan saat itu bermarkas di Biak, Papua.
2. Menjadi Rival Jet Tempur Indonesia di Era 60-an
Hawker Hunter sejatinya merupakan pesawat jet tempur yang memiliki kemampuan serang darat. Dilansir dari wikipedia.com, jet tempur ini ditenagai oleh mesin Rolls-Royce Avon 207 turbojet. Mesin tersebut mampu membuat pesawat ini terbang dengan kecepatan 1.151 km/jam atau Mach 0.94. Pesawat ini juga terkenal memiliki manuver yang cukup mumpuni pada masanya. Untuk sistem persenjataanya sendiri, jet ini mampu membawa 4 pucuk kanon otomatis ADEN revolver cannon kaliber 30 mm. Pesawat ini juga memiliki 4 hardpoints yang mampu membawa beragam persenjataan seperti roket, rudal, bom konvensional ataupun tangki bahan bakar eksternal.
BACA JUGA: Adzam Nangis Digendong Sule, Nathalie Holscher: Ya Makanya Jangan Video Call Aja
Jet tempur ini pada masa kampanye operasi Trikora diprediksi menjadi lawan yang cukup menyusahkan bagi jet tempur AURI semacam MiG-17, MiG-19 atau MiG-21. Secara kualitas, pesawat jet ini bisa dibilang cukup seimbang dengan MiG-17 dan MiG-19 yang dimiliki oleh AURI kala itu. Akan tetapi, jika bertemu dengan MiG-21 yang notabene merupakan pesawat jet tempur tercepat yang dimiliki AURI saat itu jelas pesawat ini akan kewalahan menghadapinya. Namun, ada satu kelemahan yang bisa menjadi keunggulan Hawker Hunter jika bertemu dengan MiG-21 AURI, yakni kemampuan manuvernya yang cukup baik jika terjadi skenario dogfight jarak dekat.
3. Menjadi Penguni Museum di Indonesia
Meskipun duel udara antara jet tempur Hawker Hunter dan jet-jet Soviet yang dimiliki oleh AURI tidak pernah terjadi, jet tempur tersebut tetap disegani dalam lingkup kemiliteran. Setelah penarikan militer dan penyerahan Irian Barat kepada Indonesia melalui meja perundingan, seluruh unit Hawker Hunter yang dimiliki oleh Angkatan Udara Belanda kemudian ditarik kembali ke negeri Belanda, kecuali satu unit yang ditinggalkan di Biak.
Melansir situs historia.id, jet tempu Hawker Hunter tersebut ditinggalkan dikarenakan sebelumnya berada dalam kondisi rusak. Akan tetapi, sebelum ditinggalkan pesawat tersebut pada bagian kokpitnya dibakar agar teknologinya tidak jatuh ke pihak Indonesia yang saat itu dekat dengan Uni Soviet. Pesawat yang memiliki kode N-112 tersebut kini telah direstorasi dan menjadi koleksi di Museum Dirgantara Adisucipto, Yogyakarta.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Belajar dari Era STY, PSSI Sebaiknya Tak Hanya Fokus pada Pelatih Belanda
-
Indonesia Jadi Tuan Rumah FIFA Series 2024: Untung atau Buntung?
-
Cantik Itu Luka: Mengapa Orang Rupawan Juga Bisa Jadi Korban Bullying?
-
Sea Games 2025: Indra Sjafri Diambang Raih Rekor Buruk dalam Kariernya!
-
Bukan Timur Kapadze atau STY, Ini 4 Kandidat Calon Pelatih Timnas Indonesia
Artikel Terkait
-
Lepas Distorsi, Closehead Rilis "Arti Yang Sama", Lagu Ballad Emosional untuk Sosok Ibu
-
Doa Buruk Malaysia Usai Timnas Indoensia U-22 Tersingkir dari SEA Games 2025
-
Klasemen Akhir Sepak Bola SEA Games 2025: Filipina Lolos, Indonesia Tersingkir Menyakitkan
-
Timnas Indonesia U-22 Angkat Koper Lebih Cepat dari SEA Games 2025, Indra Sjafri Dipecat?
-
Dany Amrul Ichdan Ajak Civitas Akademika Wujudkan Indonesia Naik Kelas Sebagai Gerakan Moral Bangsa
Ulasan
-
Review Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas: Potret Realistis Kehidupan Mahasiswa Indonesia
-
Ulasan The Price of Confession: Duet Gelap Kim Go Eun dan Jeon Do Yeon
-
4 Tempat Padel di Bandung yang Instagramable, Nyaman, dan Cocok Buat Pemula
-
Di Balik Tahta Sulaiman: Menyusuri Batin Bilqis di Novel Waheeda El Humayra
-
Review Film The Stringer - The Man Who Took the Photo: Menelusuri Jejak Fakta
Terkini
-
CERPEN: Catatan Krisis Demokrasi Negeri Konoha di Meja Kantin
-
Terbukti! 5 Sebab Home Fatigue Akibat WFH Tanpa Batas di Era Digital
-
Ini 3 Top Skill yang Dicari HR Kalau Kamu Mau Mulai Karir Kerja Remote
-
Janji Kesetaraan Tinggal Janji, Pesisir Masih Tak Aman bagi Perempuan
-
Topeng Ceria Korban Bullying: Mengapa Mereka Tampak Baik-Baik Saja?