Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | zahir zahir
Roket Kartika-1 (aviahistoria.com)

Pada masa pasca berakhirnya perang dunia ke-2, dunia sedang memasuki era baru yang dimana perlombaan antara blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan blok timur yang dikomandoi oleh Uni Soviet meliputi hampir setiap lini kehidupan manusia.

Salah satu perlombaan tersebut adalah mengenai kemampuan teknologi penjelajahan antariksa. Saat itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet gencar melakukan pengembangan dalam teknologi roket yang nantinya akan digunakan sebagai wahana antariksa di masa-masa berikutnya.

Demam roket yang menjalar sejak dekade 1950-an juga menghampiri Indonesia pada masa orde lama kala itu. Hal tersebut kemudian mendapatkan dukungan dari pemerintah kala itu hingga dibentuknya sebuah program pengembangan teknologi roket dan antariksa yang dikenal dengan nama ‘Proyek S’.

BACA JUGA: Jejak A-4 Skyhawk, dari Operasi Alpha Hingga Operasi di Timor-Timur

Program ini kemudian menghasilkan sebuah roket yang digunakan untuk kepentingan ilmiah yang dikenal dengan nama Kartika-1.

Proyek Teknologi Roket Ambisius Pada Masanya

Pengembangan Roket Kartika-1 (aviahistoria.com)

Proyek S yang merupakan program yang nantinya akan melahirkan roket Kartika-1 tentunya merupakan sebuah proyek yang cukup ambisius pada masa tersebut.

Bayangkan saja, Indonesia yang baru merdeka dalam beberapa tahun sudah memiliki ambisi untuk perlombaan teknologi roket dengan beragam keterbatasan saat itu.

Pemerintah dan beberapa pihak saat itu memberikan pilihan untuk melakukan rekayasa balik terhadap roket yang dimiliki oleh negara lain, akan tetapi hal ini terkendala oleh segi pendanaan.

Pada akhirnya, Indonesia saat itu dipromotori oleh AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) dan ITB (Institut Teknologi Bandung) membentuk sebuah lembaga riset di tahun 1963 yang dikenal dengan nama PRIMA (Pengembangan Roket Ilmiah dan Militer Awal).

Lembaga tersebut kemudian bekerjasama dengan PINDAD (Persiapan Industri Persenjataan Angkatan Darat)dan LAPIP (Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang). Kolaborasi inilah yang menjadi cikal bakal pengembangan roket ilmiah yang kemudian dinamakan Kartika-1.

BACA JUGA: Sejarah Hari Ini: Rekam Jejak Pesawat Cessna O-1 Bird Dog dalam Tubuh TNI-AD

Roket Kartika-1 Meluncur Menjelang Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia

Proses Uji Peluncuran Roket Kartika-1 (aviahistoria.com)

Proyek S yang dilakukan oleh pemerintah memang terkenal cukup ambisius. Setelah terkendala dengan pendanaan, program ini kemudian mulai dilanjutkan melalui proyek PRIMA dengan pengembangan roket secara mandiri yang dilakukan oleh beberapa pihak yang dibentuk oleh pemerintah kala itu.

Dilansir dari situs aviahistoria.com, Presiden Soekarno kala itu menargetkan peluncuran roket tersebut dilakukan beberapa hari sebelum peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia di tahun 1964. Setelah bekerja selama beberapa bulan pada akhirnya roket yang dinamakan Kartika-1 tersebut siap untuk diluncurkan.

Dilansir dari situs historia.id, peluncuran roket tersebut dilakan pada tanggal 14 Agustus 1964 di Pantai Pamengeuk, Garut, Jawa Barat. Roket yang juga membawa beberapa peralatan tersebut sukses meluncur hingga ketinggia 60 km.

Berita peluncuran roket tersebut sekaligus menjadi tonggak sejarah yang cukup penting bagi dunia antariksa di Indonesia dan Asia.

Pasalnya, Indonesia menjadi negara ketiga yang sukses meluncurkan roket di kawasan Asia setelah Jepang dan Pakistan dan menjadi negara kedua yang meluncurkan roket buatan sendiri setelah Jepang.

Meskipun pada akhirnya roket Kartika-1 tidak menjadi roket utama yang digunakan di masa-masa berikutnya karena memiliki berbagai keterbatasan, akan tetapi suksesnya peluncuran roket tersebut membuat Indonesia cukup diperhitungkan dalam dunia perlombaan antariksa pada saat itu.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

zahir zahir