Pertautan karya sastra dengan psikologi manusia memiliki ikatan yang tak bisa dipisahkan. Sekian karya yang merentang berbagai zaman berkisah keberagaman watak, sifat, dan kecenderungan tertentu atas isi kepala manusia.
Karya sastra, dalam hal ini, bisa berfungsi sebagai rekaman zaman dalam memotret gambaran psikologi manusia yang bermacam-macam. Di antara keberagaman itulah, penulis Ceko Jaroslav Hasek menunjukkannya dalam cerpen berjudul Pencegahan Bunuh Diri, yang dijadikan judul utama untuk buku ini.
Seperti sub-tajuk buku, bahwa terdapat sembilan cerita mengenai kegilaan manusia. Kegilaan yang seperti apa? Kegilaan itu berkaitan konflik psikologi di dalam buku ini. Kegilaan itu, misalnya, bisa kita lihat dalam cerpen Hasek yang telah disebutkan sebelumnya.
Alkisah, terdapat tokoh bernama Pak Hurych yang berjalan pulang setelah mengikuti Rapat Perkumpulan Anti Minuman Keras. Saat melewati jembatan Karel, ia mendengar suara teriakan dari bawah Sungai Vltava.
Mendengar itu, Pak Hurych sadar kalau ada yang membutuhkankan pertolongan, maka ia pun berteriak balik sambil mencondongkan tubuhnya. Tepat saat itulah, temannya, Panata Rambut Bilek melihatnya. Ia menduga kalau Pak Hurych ingin bunuh diri.
Tanpa berpikir dua kali, ia mencengkram tangan Pak Hurych dengan erat. Sekonyong dua orang polisi lewat dan turut meringkusnya. Sementara Pak Hurych, yang kaget bukan kepalang, memberontak dan bilang kalau itu salah paham: ia sama sekali tak berniat bunuh diri. Bagaimana respons ketiga orang itu? Ketidakpercayaan tampil seperti yang dikatakan Pak Bilek: “Saya telah menyelamatkan beberapa orang yang mencoba melompat ke dalam sungai, tapi tak satu pun yang melawan dengan ganas seperti Anda. Anda pasti amat gusar. Anda bahkan merobek rompi saya.” (Hal. 9) Tampak, ego mengenai jati diri mengaburkan penilaian atas kebenaran yang sesungguhnya.
Kita dapat melihat salah satu gambaran peliknya psikologi manusia yang berhubungan dengan ego, kejumawaan, dan kurangnya keinginan untuk mendengarkan orang lain. Gambaran ini ada dalam diri karakter Pak Bilek. Bahwa riwayatnya yang beberapa kali menyelamatkan orang-orang yang hendak bunuh diri, membuatnya jumawa kalau penglihatannya adalah kebenaran yang valid.
Padahal, dari sisi Pak Hurych, keinginan itu sama sekali tak ada. Sialnya, upaya membela dirinya sia-sia semata, sebab Pak Bilek terus-menerus menampiknya. Sementara dua orang polisi itu, lantaran telah mendapat kesan kalau Pak Hurych orang stress yang ingin mengakhiri hidupnya, tentu lebih memercayai penjelasan Pak Bilek. Siapa pula yang memercayai penjelasan orang yang tak waras? Begitu mereka berpikir.
Kesan itu diperkuat dengan narasi berikut: “Maka, begitulah, seorang dokter polisi dipanggil untuk memeriksa kondisi kejiwaan Pak Hurych. Namun, sebelum dokter itu tiba, petugas jaga menanyai si penata rambut baik dan menulis sebuah laporan berita acara pemeriksaan.” (Hal. 12) Nasib Pak Hurych makin malang. Tadinya, ia ingin menolong seseorang, tapi kini justru menjadi korban salah sangka dan salah tangkap. Pembabaran penulis selanjutnya menunjukkan kekacauan dalam diri Pak Hurych, sebab ia mulai sebal dan marah akibat difitnah, dan ia pun terus menyangkal; sementara hal ini, dipandang oleh petugas kepolisian sebagai parahnya keadaan kejiwaan Pak Hurych.
Dari situ, kita terpantik untuk mempertanyakan, sebenarnya kegilaan itu apa? Satu pesan yang tampak: bahwa kegilaan bukan hanya perkara diri yang kehilangan kewarasan. Kegilaan, setidaknya dalam konteks cerita ini, bisa saja dipahami sebagai bentuk kekacauan yang diakibatkan sisi ego manusia yang dominan atas orang lain.
Dengan begitu, kegilaan yang ditampilkan bukan mengenai dugaan ketidakwarasan Pak Hurych, melainkan tuduhan Pak Bilek atas Pak Hurych yang dilandasi egoisme dan keengganan untuk mendengarkan orang lain. Kesadaran atas hal inilah yang dipercikkan kepada pembaca, kesadaran bahwa kegilaan tidak hanya memiliki satu arti, dan kegilaan menyentuh batas-batas keberagaman yang tak disangka-sangka.
Melihat sub-tajuk sembilan cerita mengenai kegilaan manusia, agaknya, buku ini memang disusun untuk tujuan tersebut. Dengan membaca keseluruhan ceritanya, pemahaman psikologi atas diri yang direpresentasikan para karakter, terutama menyentuh hal-hal yang berhubungan dengan kegilaan, bisa didapat dengan perspektif yang baru dan segar. Begitu.
- Judul: Pencegahan Bunuh Diri dan Kisah Cinta yang Gila
- Penulis: Jaroslav Hasek dkk
- Penerjemah: Anton Kurnia
- Penerbit: Diva Press
- Terbit: September 2022
- Tebal: 116 Halaman
- ISBN: 978-623-293-487-0
Baca Juga
-
Menyimak Haru dalam Kepingan Misteri Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
-
Gambaran Isu Lingkungan dalam Novel "KSCNKYMT" Karya Luis Seplveda
-
Kesadaran dan Perjuangan Merebut Ruang Alam dalam Novel "Tahun Penuh Gulma"
-
Gambaran Peliknya Relasi Pertemanan dalam Novel 'Pencuri Amatir'
-
Menilik Teknik Foreshadowing dalam Novel Orang-Orang Oetimu
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Al Ghazali karya Shohibul:Jejak Spiritual Sang Hujjatul Islam
-
Berani Menceritakan Kembali Hasil Bacaan dalam Buku Festival Buku Favorit
-
Ulasan Buku Apakah Aku yang Biasa-Biasa Ini Bisa Berbuat Hebat Karya Miftahuddin
-
Kisah Haru Para Pendidik Demi Mencerdaskan Generasi Bangsa dalam Guru Cinta
-
Ulasan Buku Hidup Damai Tanpa Insecure, Belajar Mencintai Diri Sendiri
Ulasan
-
Ulasan Novel Dari Arjuna untuk Bunda, Kisah Luka Seorang Anak
-
Ulasan Buku Al Ghazali karya Shohibul:Jejak Spiritual Sang Hujjatul Islam
-
Berani Menceritakan Kembali Hasil Bacaan dalam Buku Festival Buku Favorit
-
Ulasan Buku Apakah Aku yang Biasa-Biasa Ini Bisa Berbuat Hebat Karya Miftahuddin
-
Bittersweet Marriage: Jodoh Jalur Hutang, 'Sampai Hutang Memisahkan Kita!'
Terkini
-
3 Cleanser Lokal Mengandung Chamomile, Cocok untuk Pemilik Kulit Sensitif
-
Usai Kualifikasi Piala Dunia, STY Langsung Dihadapkan Misi Juara AFF Cup?
-
Intip Keseruan Idola SM Entertainment di Teaser Program The Game Caterers 2
-
Erick Thohir Evaluasi Kinerja STY, Singgung Pemain Naturalisasi di Timnas
-
Regenerasi Terhambat: Dinasti Politik di Balik Layar Demokrasi