Kita sebagai masyarakat Indonesia, sejak kecil diajarkan untuk menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, terutama orangtua, keluarga, dan tetangga. Salah satu cara untuk mengekspresikan rasa hormat adalah dengan cara melakukan sungkem yaitu memohon maaf atau nyuwun ngapura. Sungkem merupakan sebuah tradisi yang telah tertanam dalam budaya kita sejak zaman dahulu.
Berdasarkan pengalaman, meskipun sama-sama dilakukan sebagai tanda penghormatan. Namun tata cara melakukan sungkem kepada orangtua, keluarga, dan tetangga memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Simak penjelasannya di bawah ini.
BACA JUGA: 6 Cara Menikmati Idul Fitri Tanpa Rasa Minder Melihat Pencapaian Orang Lain
Sungkem Kepada Orangtua
Biasanya, anak akan membungkukkan badan dengan kedua tangan yang ditelungkupkan dan ditempatkan di dada atau di atas kepala, sambil memberikan salam, "Pak/Bu, permisi/sungkem."
Tindakan membungkukkan badan ini menggambarkan sikap rendah hati dan penghormatan yang tinggi kepada orangtua sebagai sosok yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan pengasuhan sepanjang hidup. Anak akan menghadap orangtua dengan pandangan yang lembut, menggambarkan rasa cinta dan kasih yang mendalam.
Sungkem Kepada Keluarga
Keluarga, seperti kakek, nenek, paman, bibi, atau saudara yang lebih tua, memiliki ciri khas yang berbeda. Biasanya, anak akan melakukan sungkem dengan cara mencium tangan atau berpelukan dengan yang lebih tua, sambil mengucapkan kata-kata penghormatan, seperti "Dik, permisi/sungkem."
Perilaku mencium tangan menggambarkan penghormatan yang mendalam kepada keluarga yang lebih tua, yang dianggap sebagai sosok yang bijaksana dan patut dihormati.
Sungkem Kepada Tetangga
Terakhir ketika sungkem kepada tetangga atau orang lain juga memiliki ciri khas yang berbeda. Sungkem kepada mereka biasanya dilakukan dalam bentuk saling berjabat tangan atau mencium pipi sebagai tanda penghormatan.
BACA JUGA: 5 Etika Berkunjung ke Rumah Orang saat Lebaran, Lebih Peka Yuk!
Sungkem kepada tetangga dilakukan sebagai ungkapan rasa hormat terhadap tetangga yang sudah lama hidup berdampingan dan sebagai tanda persahabatan. Namun, di era saat ini, perubahan sosial dan budaya telah membawa pergeseran dalam cara melakukan sungkem kepada orangtua, keluarga, dan tetangga.
Di antara kita boleh jadi menggantikan sungkem dengan cara mengungkapkan secara verbal, seperti mengucapkan kalimat "Mohon Maaf" tanpa melakukan kontak fisik. Hal ini dapat terjadi karena perubahan pola pikir dan cara pandang terhadap budaya yang berkembang pesat. Selamat sungkem!
Baca Juga
-
Belajar Membaca Peristiwa Perusakan Makam dengan Jernih
-
Kartini dan Gagasan tentang Perjuangan Emansipasi Perempuan
-
Membongkar Kekerasan Seksual di Kampus oleh Oknum Guru Besar Farmasi UGM
-
Idul Fitri dan Renyahnya Peyek Kacang dalam Tradisi Silaturahmi
-
Antara Pangan Instan dan Kampanye Sehat, Ironi Spanduk di Pasar Tradisional
Artikel Terkait
-
Ogah Rumahnya Didatangi Ibu Boy William, Alasan Ayu Ting Ting karena Orang Tuanya Bakalan Malu
-
Jahat Banget! Suami Tuduh Istrinya Jual Diri Gegara Dikasih Kue sama Tetangga
-
Sambut Liburan, Ini Sederet Film Keluarga yang Cocok Kamu Tonton saat Lebaran
-
Para Pemuda Kesepian di Korea Selatan Dapat Tunjangan Sebesar Rp7,4 Juta Per Bulan, Begini Komentar Netizen
-
Tak Perlu Minder, Lakukan 5 Hal Ini agar Tak Insecure saat Momen Lebaran
Ulasan
-
Review Film Aftersun: Kisah yang Diam-Diam Mengoyak Hati
-
Five Cities Four Women: Saat Para Penyedia Jasa Teman Kencan Butuh Dekapan
-
The Divorce Insurance: Drama Satir Lee Dong Wook Soal Cinta dan Perceraian
-
Review Way Back Love: Romansa Fantasi tentang Berdamai dengan Masa Lalu
-
James Arthur Tak Mau Ditinggal Sang Kekasih dalam Lagu Say You Wont Let Go
Terkini
-
Dikabarkan Kembali ke Spanyol, Mampukah Jordi Amat Bersaing di Usia Senja?
-
Marvel Hapus 3 Film dari Jadwal Rilis Usai Doomsday dan Secret Wars Ditunda
-
Hugh Jackman Buka Suara soal Kemunculan Wolverine di Avengers: Doomsday
-
Bojan Hodak Perpanjang Kontrak usai Persib Back to Back Juara? Cek Faktanya!
-
Membaca Tak Harus Buku, Saatnya Menggeser Perspektif Literasi yang Kaku