Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Abdillah Qomaru Zaman
Ilustrasi perjalanan mengelilingi dunia (pexels/Andrei Tanase)

Kebahagiaan adalah topik yang selalu menarik untuk dibahas. Setiap orang di dunia ini mencari kebahagiaan dalam hidup mereka masing-masing, namun apa sebenarnya yang membuat seseorang bahagia? Apakah ada rahasia di balik kebahagiaan yang bisa ditemukan di suatu tempat tertentu? Inilah pertanyaan yang diungkapkan dalam buku "The Geography of Bliss" karya Eric Weiner. Buku ini mengajak pembaca dalam perjalanan yang menarik untuk menelusuri rahasia kebahagiaan di berbagai negara di seluruh dunia.

Dalam "The Geography of Bliss", Eric Weiner, seorang mantan wartawan untuk National Public Radio (NPR) yang juga seorang penulis, melakukan perjalanan ke sejumlah negara di berbagai benua untuk mencari tahu apa yang membuat suatu negara menjadi tempat yang paling bahagia di dunia. Weiner, yang awalnya adalah seorang wartawan perang, merasa tertarik untuk menyelidiki aspek-aspek yang mempengaruhi kebahagiaan manusia di negara-negara yang mungkin tidak lazim sebagai destinasi pencarian kebahagiaan.

Buku ini dimulai dengan pengalaman pribadi Weiner yang sedang menghadapi krisis pribadi dan mencari makna dalam hidupnya. Dalam pencariannya, ia bertanya-tanya apakah ada kaitan antara geografi dan kebahagiaan, dan apakah ada tempat di dunia ini yang lebih bahagia daripada yang lain. Dengan menggali literatur dan penelitian yang ada tentang kebahagiaan, Weiner mengemukakan bahwa kebahagiaan adalah fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk budaya, ekonomi, politik, dan lingkungan fisik.

Weiner memulai perjalanan ke berbagai negara, seperti Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, India, dan Amerika Serikat, untuk mencari tahu apa yang membuat negara-negara ini dianggap sebagai tempat yang paling bahagia atau paling tidak bahagia di dunia. Melalui pengalaman pribadinya dalam berinteraksi dengan penduduk lokal, berbicara dengan para ahli, dan mengamati budaya dan lingkungan di setiap negara, Weiner memberikan wawasan menarik tentang pandangan masyarakat terhadap kebahagiaan dan kompleksitas faktor-faktor yang memengaruhinya.

BACA JUGA: 3 Rekomendasi Foot Cream dan Spray, Kaki Lebih Mulus saat Lebaran

Salah satu temuan utama dalam buku ini adalah bahwa konsep kebahagiaan bervariasi dalam budaya dan konteks sosial-politik suatu negara. Weiner mencatat bahwa negara-negara Nordik seperti Belanda dan Swiss cenderung dianggap sebagai tempat yang paling bahagia di dunia. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan yang tinggi, sistem kesejahteraan sosial yang kuat, kebebasan berekspresi, dan kualitas lingkungan hidup yang baik.

Pendekatan mereka terhadap kebahagiaan cenderung berfokus pada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, kesetaraan gender, pendidikan, dan lingkungan yang bersih dan hijau. Negara-negara Nordik ini juga memiliki budaya yang menghargai kerjasama, kepercayaan, dan kesetaraan, yang dianggap sebagai faktor penting dalam meningkatkan kebahagiaan penduduknya.

Namun, buku ini juga mengungkapkan bahwa kebahagiaan tidak hanya bergantung pada faktor ekonomi dan lingkungan fisik. Weiner menyoroti bahwa budaya, keyakinan, dan nilai-nilai juga memainkan peran penting dalam persepsi kebahagiaan di masyarakat. Sebagai contoh, Bhutan, sebuah negara kecil di Asia Selatan, terkenal dengan konsep "Bruto Nasional Kebahagiaan" yang diterapkan sebagai ukuran kesejahteraan sosial dan ekonomi, bukan hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata. Negara ini mengutamakan nilai-nilai seperti harmoni dengan alam, keberlanjutan, dan spiritualitas dalam upaya mencapai kebahagiaan masyarakatnya.

Selain itu, buku ini juga mengangkat isu-isu sosial dan politik yang mempengaruhi kebahagiaan di suatu negara. Weiner mencermati dampak korupsi, ketidaksetaraan sosial, tekanan sosial, dan perbedaan budaya dalam mencapai kebahagiaan. Sebagai contoh, Qatar, salah satu negara terkaya di dunia dalam hal pendapatan per kapita, tetapi memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah karena adanya ketidaksetaraan dan eksploitasi terhadap pekerja migran, serta kurangnya kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia.

Buku ini juga menyoroti bahwa kebahagiaan dapat ditemukan dalam hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti hubungan sosial yang baik, rasa humor, rasa syukur, dan merasa berguna bagi orang lain. Weiner mengamati bahwa seringkali orang-orang di negara-negara yang dianggap "kurang bahagia" seperti Moldova, bekas negara bagian Soviet yang miskin, memiliki hubungan sosial yang kuat dan kehidupan yang sederhana, tetapi mereka masih dapat merasa bahagia dalam kondisi ekonomi yang sulit.

BACA JUGA: Review Buku "Pagi Pegawai Petang Pengarang": Setiap Orang Bisa Jadi Penulis

Selama perjalanan Weiner, ia juga menghadapi tantangan pribadi dan menghadapi prasangka serta ekspektasi yang dia miliki sebagai seorang wartawan Barat yang mengunjungi negara-negara asing. Pengalamannya ini menggambarkan betapa pentingnya memiliki pemahaman yang lebih dalam dan menghargai keberagaman budaya serta merendahkan prasangka dalam menghargai kebahagiaan masyarakat di seluruh dunia.

Dalam menghadirkan cerita perjalanan dan pengalaman pribadi Weiner dalam buku ini, ia menghadirkan gaya penulisan yang humoris, penuh refleksi pribadi, dan pemikiran yang tajam. Dalam cerita perjalananya juga memberikan penggambaran yang menarik tentang negara-negara yang dia kunjungi, serta interaksi dengan penduduk setempat dan pengamatan terhadap budaya, nilai, dan tradisi yang berbeda. Melalui narasinya yang menghibur, buku ini mampu menggugah minat pembaca untuk lebih memahami konsep kebahagiaan dan bagaimana faktor-faktor berbeda dalam berbagai negara dapat mempengaruhi tingkat kebahagiaan masyarakat.

Salah satu aspek menarik dari buku ini adalah pendekatan interdisipliner dalam menghadapi topik kebahagiaan. Weiner menggabungkan antropologi, psikologi, ekonomi, dan sosiologi dalam pengamatan dan analisisnya, sehingga memberikan pandangan yang holistik dan beragam terhadap konsep kebahagiaan. Ia juga menghadirkan wawasan ilmiah dan data statistik yang relevan, namun tetap dalam bahasa yang dapat dipahami oleh pembaca awam, sehingga mempermudah pemahaman dan refleksi terhadap topik yang kompleks ini.

Buku ini juga menyoroti pentingnya merangkul keragaman dalam memahami kebahagiaan. Weiner mengakui bahwa tidak ada satu resep ajaib untuk menjadi bahagia, dan pandangan tentang kebahagiaan dapat sangat bervariasi antara individu, budaya, dan negara. Dia menekankan pentingnya menghormati perbedaan, menghadapi prasangka, dan memiliki pemahaman yang lebih dalam terhadap nilai, budaya, dan konteks lokal dalam menggali rahasia kebahagiaan. Dalam dunia yang semakin terhubung dan multikultural, pesan ini sangat relevan dan menarik untuk dipertimbangkan.

BACA JUGA: Review Buku 'Dua Permata Islam', Sejarah Hidup Dua Khalifah Paling Legendaris

Selain itu, buku ini juga mengajak pembaca untuk melakukan introspeksi terhadap konsep kebahagiaan dalam kehidupan pribadi mereka sendiri. Weiner mengingatkan kita untuk melihat nilai-nilai yang sebenarnya penting dalam hidup kita, dan untuk menghadapi tantangan dan ketidaksempurnaan dalam pencarian kebahagiaan. Dia juga menggugah pembaca untuk menghargai hal-hal sederhana dan merasa bersyukur atas apa yang kita miliki, serta menghargai hubungan sosial dan ikatan emosional yang dapat memberikan kebahagiaan yang sejati.

Kesimpulannya, buku "The Geography of Bliss" karya Eric Weiner adalah perjalanan menarik yang menggali konsep kebahagiaan melalui pengamatan pribadi, interaksi dengan penduduk setempat, dan wawasan ilmiah. Melalui cerita perjalanan yang menghibur dan refleksi pribadi yang tajam, Weiner membawa pembaca dalam perjalanan lintas negara untuk menemukan rahasia kebahagiaan. Buku ini memberikan pandangan yang holistik dan beragam terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan, seperti budaya, lingkungan, dan nilai-nilai, serta mengajak kita untuk merangkul keragaman dan melakukan introspeksi dalam pencarian kebahagiaan kita sendiri.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Abdillah Qomaru Zaman