Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy
Ilustrasi Buku "Kelas Bercerita" (Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Buku berjudul “Kelas Bercerita” ini merupakan antologi cerita pendek (cerpen) yang ditulis oleh 15 penulis yang pernah mengikuti lokakarya atau pelatihan menulis cerpen yang diadakan oleh Kompas. Melalui lokakarya ini diharapkan lahir para pencerita muda berbakat.

Putu Fajar Arcana, selaku Mentor Kelas Cerpen Kompas, mengatakan bahwa karya-karya kelima-belas peserta Kelas Cerpen Kompas 2017 itulah, yang kini disatukan dalam buku bertajuk Kelas Bercerita. Penyebutan judul ini semata-mata dilandasi alasan bahwa di kelas ini pula para peserta mematangkan diri menjadi pencerita sesungguhnya. 

Dalam buku ini dijelaskan, pada kesempatan itu, para peserta pun bisa berkonsultasi secara pribadi mengenai karya yang mereka tulis kepada para mentornya yang sudah berpengalaman menulis cerpen. Para mentor ini adalah para penulis cerpen Kompas, di antaranya Budi Darma, Gus tf Sakai, Gde Aryantha Soetama, Agus Nooer, Martin Aleida, Lynda Christanty, Dewi Ria Utami, dan sebagainya.

“Monas untuk Radio” adalah salah satu cerpen karya salah satu peserta lokakarya, Meutia Swarna Maharani, yang menarik disimak. Berkisah tentang Rinda, seorang guru muda yang memilih menjadi seorang pengajar di daerah pelosok yang belum tersentuh oleh arus listrik. Selain itu, kondisi masyarakatnya juga terbilang sangat memprihatinkan. 

Sejak kecil Rinda telah bercita-cita menekan angka buta huruf di dunia. Almarhumah neneknya meninggal dikarenakan salah minum obat sebab tidak bisa membaca resep dari dokter. Hal konyol seperti itu sungguh membuat Rinda kecil terluka. Namun itu yang menjadi alasan terbesarnya untuk menjadi seorang pendidik.

Cerpen lainnya yang bisa dinikmati dalam buku ini berjudul “Bendera Kuning” karya Alvin Agastia Zirtaf. Berkisah tentang pemuda bernama Arif yang memiliki kenangan yang diwarnai suka dan duka bersama keluarganya. Arif masih ingat ketika sang ayah menangis untuk kali pertamanya. Tepatnya ketika ia sedang menempuh Ujian Nasional di SMA.

Ayah Arif yang sudah terkapar di atas tempat tidur memanggil Arif untuk mendengarkan sebuah permintaan. Ayah meminta izin pada Arif, ingin menjual rumah. Ibunya Arif yang duduk di samping ayah, menangis. Arif juga ikut menangis dan langsung merengkuh tubuh ayah yang semakin kurus dimakan usia sekaligus penyakit.

Harta terakhir yang dimiliki orangtuanya  adalah rumah. Dan Arif tentu tidak bisa melarang ayahnya untuk mencoba pengobatan untuk terakhir kalinya. Bahkan tidak sepantasnya beliau meminta izin kepada Arif untuk menjual apa yang memang menjadi miliknya.

Cerpen-cerpen dalam buku yang diterbitkan oleh penerbit Kompas (2018) ini bisa dijadikan sebagai bahan untuk belajar menulis cerpen bagi para pembaca. Harapan dari Putu Fajar Arcana, selaku Mentor Kelas Cerpen Kompas, semoga buku ini menjadi pelecut untuk terus berkarya, ada atau tidak ada kelas menulis. Sebab menulis dan atau bercerita pada dasarnya menjadi kebutuhan setiap orang untuk mengekspresikan diri dengan cara-cara yang indah.         

Sam Edy