Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Sam Edy
Ilustrasi Buku “Bread for Reflection” (DocPribadi/ Sam Edy)

Manusia tak dapat hidup sendiri. Dia pasti membutuhkan kehadiran orang lain. Hal ini tidak mengherankan sebab manusia adalah makhluk sosial sehingga dia butuh bersosialisasi, menjalin hubungan yang baik dan sehat dengan sesamanya. 

Penting kita renungi bersama bahwa menjalin hubungan yang baik dengan sesama adalah menjadi tugas kita bersama. Jangan sampai kita memiliki jalinan tidak sehat yang dapat merusak hubungan dengan orang lain, misalnya berseteru dengan kerabat atau tetangga hanya gara-gara persoalan sepele.

Menjalin hubungan yang baik dengan sesama juga termasuk ke dalam ibadah yang harus selalu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan yang baik dapat terjalin jika kita selalu berusaha saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Jangan sampai kita menjadi pribadi yang selalu memaksakan kehendak pada orang lain.

Lintong Simaremare dalam buku “Bread for Reflection” menguraikan bahwa tidak adil dan tidak dapat diterima jika kita selalu meminta orang melakukan apa yang kita inginkan. Tetapi selalu ada waktu untuk belajar bagaimana hidup bersama orang lain dan menghargai cara hidup manusia lain, sebagaimana kehidupanmu ingin dihargai.

Kita tentu sepakat bahwa tak ada manusia sempurna. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Bila kita mampu memahami hal ini dengan baik, saya yakin kita tidak akan merasa kecewa ketika orang lain melakukan hal yang tidak sempurna sebagaimana yang kita inginkan. 

Orang bijak berkata, “Orang yang mengalami kelimpahan dan kelebihan adalah orang-orang yang mampu menerima kekurangan orang lain. Pada saat itu pula kekurangannya menjadi keindahan penyempurna dirinya” (Bread for Reflection, hlm. 27).

BACA JUGA: Ulasan Buku Tanpamu Kami Bukan Apa-apa: Kumpulan Kisah Inspiratif Para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Saling berlomba-lomba dalam kebaikan mestinya menjadi semboyan hidup kita. Semboyan atau prinsip ini penting ditanamkan ke dalam diri agar kita menjadi lebih bersemangat dan optimisitis dalam menjalani hari-hari.

Tak perlu merasa tersaingi bila ada orang lain, misalnya teman atau tetangga kita melakukan hal yang sama dengan apa yang kita lakukan. Misalnya, ketika tetangga kita tiba-tiba membuka warung sembako, kita merasa dengki dan takut tersaingi karena kita juga memiliki warung sembako yang sama dengannya. 

Bersainglah dengan sehat, dan tak perlu kita merasa bahwa tetangga kita adalah lawan yang harus ditaklukkan. Justru kalau kita bisa berpikir positif, tetangga kita bisa dijadikan sebagai partner bisnis yang sama-sama menguntungkan.

Dalam beberapa hal, kita tidak bisa menghindar untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan orang lain dalam meraih cita-cita kita sendiri. Alhasil, persaingan juga sering hadir sebagai penyemangat kehidupan. Kalau ada yang merasa menang atau kalah, itu hanya sebatas perasaan saja, bukan kehidupan nyata layaknya permainan sepak bola (Bread for Reflection, hlm. 86).

Buku “Bread for Reflection” karya Lintong Simaremare yang diterbitkan oleh Jogja Bangkit Publisher ini bisa menjadi teman bagi Anda untuk menyerap nilai-nilai kehidupan. Selamat membaca!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sam Edy