Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Sam Edy
Ilustrasi Buku "Mere Matkadevi" (Dokumen penulis/Sam Edy)

Menurut saya, buku berjudul “Mere Matkadevi” yang ditulis oleh Tulus Ciptadi Akib ini unik dan cukup menarik dijadikan sebagai bacaan yang menghibur di waktu senggang.

Saya katakan unik karena buku yang berisi kumpulan cerita ini, setiap ceritanya cukup pendek-pendek dan judul-judul ceritanya menggunakan nama-nama manusia bahkan nama hewan.

Tak hanya itu, cerita-cerita yang disajikan banyak yang menyelipkan pesan moral yang bisa direnungi oleh para pembaca.

Ya, meskipun ada sebagian cerita yang menurut saya agak garing dan biasa saja, namun secara umum buku ini layak dibaca dan direnungi kisah-kisah dan pesan moralnya.

Salah satu cerita yang layak dibaca misalnya berjudul Mere Matkadevi. Berkisah tentang Mere, tokoh utama yang tengah mewawancarai tiga perempuan dengan latar belakang berbeda. Mereka bertiga dengan berapi-api bercerita tentang kasih ibu mereka. 

Hera, perempuan 28 tahun yang berprofesi pegawai negeri, ketika ditanya oleh Mere apakah sayang sama ibunya, ia menjawab sayang banget.

Di antara alasannya, karena ibu sudah seperti sahabatnya banget. Hanya ibu yang bisa ‘ngertiin’ dia. Saat sedang sedih, panik, dan galau, cuma ibu yang bisa bikin dia tenang.

Sri, perempuan 35 tahun yang berprofesi sebagai wiraswasta memiliki alasan lain mengapa dia menyayangi ibunya. Karena kalau tidak ada ibu, dia nggak jadi seperti sekarang. Ibu yang banting tulang kerja jualan di pasar agar dia bisa terus sekolah. Dari ibu juga dia belajar wiraswasta, dan belajar tentang apa itu hidup.

Sementara Inay, perempua 30 tahun yang berprofesi guru punya alasan lain mengapa dia menyayangi ibunya. Yakni karena dia sering berantem sama ibu.

Ada saja yang bikin dia dan ibunya berbeda pendapat. Tapi itu yang justru bikin dia tahu kalau ibu memang cuma ingin yang terbaik buat dia. Makanya Inay sayang banget sama ibunya.

Namun, ketika Mere bertanya tentang alasan mengapa mereka bertiga sayang sama anaknya.

Mereka tak memiliki alasan. Pesan moral dari kisah ini bahwa kasih ibu tak bertepi, bahkan kasih ibu kepada anaknya tak pernah butuh alasan.

Seorang ibu biasanya hanya ingin memberi dan memberi kepada anak-anaknya, tanpa pernah berharap kembali atau mendapat balasan.

Cerita menarik lainnya yang layak dibaca dalam buku ini berjudul ‘Andare Putri Avanti’ yang mengisahkan seorang gadis berusia 26 tahun yang barusan patah hati karena putus dengan kekasihnya. Berikut saya kutip sebagian kisahnya:

Mana yang lebih sakit: ditinggal putus pacar setelah delapan tahun pacaran atau ditinggal rusak laptop setelah empat tahun berteman? Andare mengalami dua-duanya bulan ini. Cuma beda dua hari. Pacar Andare minta putus untuk besoknya jadian sama perempuan yang lebih kaya, lebih Raisa, lebih S-2, dan leukemia. Untuk yang terakhir Andare kalah telak. Ia tidak punya drama untuk dijual.

Padahal, saat Andare bikin skripsi, yang di ucapan terima kasih nomor satu adalah nama pacarnya.

Dari kisah ini kita bisa mengambil pelajaran penting: jangan terlalu berlebihan mencintai seseorang karena bila nanti dia bukan jodoh kita, kita yang kelimpungan dan merasa sulit untuk menghapus sejarah masa silam.

Seperti yang dialami Andare, nggak mungkin kan menghapus nama mantan pacarnya yang sudah terlanjur tertulis di kata ucapan terima kasih pada skripsinya?

Cerita-cerita pendek lainnya bisa disimak langsung dalam buku terbitan Kompas ini. seperti cerita tentang Blacky Blak, nama seekor anjing buruk rupa yang merasa hidupnya tak berarti karena tak ada seorang pun yang sudi memeliharanya.

Ia merasa sepi dan sendiri. Alih-alih ada yang peduli padanya, bahkan sebagian orang sengaja ingin mencelakakannya.

Kisah Blacky mengajarkan kita untuk tidak pandang bulu dalam memperlakukan makhluk ciptaan-Nya.

Sam Edy