
Dikutip dari Dictio, Terapi menulis menulis pertama kali dicetuskan oleh Pennebeker pada tahun 1989. Pennebeker adalah seorang professor di bidang Psikologi Sosial yang banyak meniliti tentang manfaat dari kegiatan menulis. Pada awal penelitiannya, Penebeker meneliti tentang manfaat menulis pada klien yang menderita gangguan Post Traumatic Disorder.
Terapi menulis lebih dikenal sebagai Expressive Writing yang lebih menekankan kepada menulis suatu hal yang sangat emosional dengan menulis secara gaya bebas tanpa memerhatikan jenis tulisan maupun tata bahasa.
Menulis bisa menjadi salah satu bentuk terapi kejiwaan yang mudah dan efektif untuk mengurangi emosi negatif. Menuangkan perasaan, kegelisahan, dan emosi dalam bentuk tulisan dapat membantu menurunkan tingkat stres yang sedang dialami seseorang.
Manfaat dari menulis ekspresif di antaranya adalah membantu mengenali dirimu sendiri, memperkuat fungsi emosional, menggurangi kecemasan, membuat seseorang menjadi lebih terorganisir dan yang terpenting adalah melegakan perasaan.
Manfaat terapi menulis menurut Baikie dan Wilhiem yang dikutip oleh Siska dalam jurnal ilmiahnya, menulis pengalaman atau peristiwa traumatik, stres atau emosional dapat memperbaiki kesehatan fisik dan psikologis. Selain itu, terapi menulis juga dapat digunakan sebagai intervensi jangka pendek bagi orang orang dengan gejala stres, kecemasan dan depresi.
Siska juga mengatakan bahwa, secara kognitif, Expressive Writing mampu untuk membantu individu mengingat dan sekaligus meningkatkan kapasitas otak.
Menurut Pennebeker dan Chung yang dikutip Engla, Expressive Writing memiliki beberapa tujuan yaitu:
- Merubah sikap dan perilaku, meningkatkan kreatifitas, memori, motivasi, dan berbagai hubungan antara kesehatan dan perilaku.
- Membantu mengurangi penggunaan obat-obatan yang mengandung bahan kimia.
- Mengurangi intensitas untuk pergi ke dokter atau tempat terapi.
- Hubungan sosial semakin baik dengan masyarakat.
Dalam hal ini sepadan dengan yang dikatakan oleh Sarahdevina, dengan Expressive Writing dapat dijadikan sebagai media untuk penyembuhan sekaligus peningkatan kesehatan mental. Secara umum, manfaat diantaranya ialah:
- Meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri maupun orang lain.
- Meningkatkan kreatifitas, ekspresi dan harga diri.
- Memperkuat kemampuan komunikasi dan interpersonal.
- Mengekspresikan emosi yang berlebihan (katarsis) yang menurunkan ketegangan.
- Meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi masalah dan beradaptasi.
Menurut Mulyadi Harahap dalam artikel ilmiahnya mengatakan bahwa terapi menulis lebih berpusat pada proses selama menulis daripada hasil dari menulis itu sendiri sehingga poin pentingnya adalah bahwa menulis adalah suatu aktivitas yang personal, bebas kritik, dan bebas aturan bahasa. Menulis dapat dikatakan sebagai bentuk terapi yang menggunakan teknik sederhana, murah dan tidak membutuhkan umpan balik.
Di kutip dari jurnal psikologi terapan yang disusun oleh Sarah dan Ananta, terapi menulis juga tidak sepenuhnya memberikan efek positif terhadap gejala kecemasan yang dialami individu yang memiliki kesulitan dalam mengekspresikan emosinya.
Individu yang kesulitan dalam mengekspresikan emosinya akan menilai penulisan yang dilakukannya secara berlebihan sehingga menjadikan pengungkapan melalui terapi menulis menjadikan kecemasan yang dimiliki justru meningkat. Pada individu yang mampu menyalurkan emosi dengan baik, terapi menulis juga tidak memberikan dampak yang signifikan. Hal ini dapat diakibatkan karena situasi stres tertentu yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan kecemasan yang dialami.
Baca Juga
-
Mengunyah Permen Karet Dapat Meredakan Stres, Ini Fakta Ilmiahnya!
-
Negara Paling Banyak Dibom, Kenali Fakta Kejadian Laos saat Pengeboman
-
Tahan Sampai 3 Jam, Kenali Cerutu yang Hampir Tergantikan Rokok Filter
-
Lambang Kesetiaan dan Berdarah Biru, Ini 9 Fakta Unik Hewan Belangkas atau Mimi
-
Bertanduk dan Penyelam Handal, Kenali Paus Narwhal yang Mirip Seperti Mayat
Artikel Terkait
-
Bukan Cuma Meditasi, Ini 3 Kebiasaan Unik yang Bisa Bikin Bahagia menurut Psikologi
-
5 Hal Mendasar yang Harus Diperhatikan saat Menulis Indepth Article
-
Kuliah Lapangan di Arab Melayu, Mahasiswa UNJA Perkuat Pemahaman Indigenous
-
R.A. Kartini dalam Sorotan Psikologi Humanistik
-
Duka yang Diabaikan: Remaja Kehilangan Orang Tua, Siapa Peduli?
Ulasan
-
Review Film The Devil's Bath: Teror Mengerikan Tanpa Hantu
-
The East Wind of the Altas: Alur Seru Penuh Roman Misteri, Tapi Art Berubah
-
Ulasan Drama China The Best Thing, Worth It untuk Ditonton?
-
Menghidupkan Kembali Gagasan Tjokroaminoto dalam Buku Mikael Marasabessy
-
Review Series La Palma, Liburan Keluarga yang Berakhir dengan Bencana Tragis
Terkini
-
Pecat Carlos Pena di Penghujung Musim, Manajemen Persija Salah Langkah?
-
Demi si Dia! TXT Belajar Bahasa Cinta di Single Terbaru 'Love Language'
-
5 Drama Korea Ini Terpilih Tayang di Canneseries 2025, Simak Sinopsisnya
-
RUU Polri: Kebebasan Ruang Digital Terancam? Revisi Kontroversial yang Bikin Warganet Resah!
-
Jelang Penayangan Perdana, Drama Korea 'Spring of Youth' Kenalkan 7 Pemeran Pendukung