Ada banyak pelajaran berharga yang bisa kita dapatkan dari beragam hal di sekitar kita. Bahkan kita bisa memetik pelajaran dari kehidupan seekor hewan. Misalnya, seekor anjing yang selama ini dikenal memiliki kesetiaan terhadap majikan atau pemiliknya.
P.M. Susbandono, dalam buku ‘Anjing Hachiko dan Hilangnya Kemanusiaan Kita’ mengisahkan seekor anjing bernama Hachiko yang begitu setia terhadap majikannya hingga maut akhirnya menjemputnya. Jadi, ada sebuah film berjudul “Hachiko, A Dog’s Story” yang mengisahkan kisah nyata, mengenai seekor anjing yang mempunyai kesetiaan luar biasa kepada tuannya.
Dikisahkan, Hachiko adalah seekor anjing yang tersesat di stasiun kereta api, ditemukan dan dipelihara dengan penuh kasih sayang oleh Profesor Parker Wilson. Setiap pagi dia selalu mengantar tuannya ke stasiun kereta api untuk berangkat mengajar di sebuah universitas di luar kota, dan menjemput di tempat yang sama tepat pukul 5 sore. Begitu aktivitasnya setiap hari sampai sebuah musibah datang: Sang Profesor terkena serangan jantung di kampus saat ia mengajar dan akhirnya meninggal dunia.
Hachiko yang tak tahu kalau tuannya tidak akan kembali lagi ke stasiun langganannya tetap setia menunggu. Setiap sore, pada waktu yang sama, selama 10 tahun Hachiko tak pernah absen sampai akhirnya dia mati. Kesetiaan Hachiko memang luar biasa dan di luar kemampuan manusia normal untuk mengikutinya. Tak heran, hingga kini patung Hachiko menjadi “monumen” di stasiun kereta api Shibuya. Patung itu sebagai tanda bahwa seekor anjing bisa mempunyai loyalitas yang pantas untuk diteladani (Anjing Hachiko dan Hilangnya Kemanusiaan Kita, hlm. 8).
Tak hanya mengulas tentang kesetiaan, tema-tema menarik lainnya dalam buku karya P.M. Susbandono (terbitan Kaifa, 2011) ini masih banyak. Misalnya, tentang budaya antre yang belum membudaya di masyarakat Indonesia. Apa sebab masyarakat Indonesia tidak suka antre? Mengapa antre tidak menjadi perilaku yang otomatis keluar ketika beberapa orang memerlukan suatu pelayanan yang sama dalam waktu yang sama?
Para ahli ilmu sosial pernah meneliti hal ini, dan yang mengherankan adalah bahwa keengganan untuk antre timbul karena merasa dirinya harus didahulukan. Orang lain silakan di nomor dua, tiga, atau tidak sama sekali asalkan saya yang pertama. Rasa ego yang berlebihan dan ingin enak sendiri. Bahasanya kerennya adalah asosial (Anjing Hachiko dan Hilangnya Kemanusiaan Kita, hlm. 118).
Buku Anjing Hachiko dan Hilangnya Kemanusiaan Kita, kumpulan esai inspiratif beragam tema ini sangat layak dijadikan sebagai salah satu bacaan penggugah jiwa yang bermanfaat untuk semua kalangan. Semoga ulasan ini bermanfaat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Seni Mengatur Waktu dengan Baik dalam Buku "Agar Waktu Anda Lebih Bermakna"
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
Artikel Terkait
Ulasan
-
Relate Banget! Novel Berpayung Tuhan tentang Luka, Hidup, dan Penyesalan
-
4 Kegiatan Seru yang Bisa Kamu Lakukan di Jabal Magnet!
-
Novel Ice Flower: Belajar Hangat dari Dunia yang Dingin
-
Novel Dia yang Lebih Pantas Menjagamu: Belajar Menjaga Hati dan Batasan
-
Review Series House of Guinness: Skandal dan Sejarah yang Sayang Dilewatkan
Terkini
-
Sea Games 2025: Menanti Kembali Tuah Indra Sjafri di Kompetisi Level ASEAN
-
Gawai, AI, dan Jerat Adiksi Digital yang Mengancam Generasi Indonesia
-
Effortlessly Feminine! 4 Padu Padan OOTD ala Mina TWICE yang Bisa Kamu Tiru
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?
-
Tutup Pintu untuk Shin Tae-yong, PSSI Justru Perburuk Citra Sendiri!