Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Alfanni Nurul
Ilustrasi rak buku (Pexels.com/Tiana)

Buku tidak hanya sebagai sumber ilmu tetapi dapat mengusir rasa bosan. Saat ini sudah banyak buku bacaan dengan beragam genre dan alur cerita. Hampir tiap tahun bahkan tiap bulan selalu ada buku terbitan baru.

Salah satu tema yang beberapa tahun terakhir diminati olah pembaca adalah buku seputar kesehatan mental. Apalagi, sudah banyak orang yang sadar dan paham tentang kesehatan mental sehingga buku bertema kesehatan mental sering laku di pasaran. 

Bagi kalian yang sedang mencari buku berteman kesehatan mental, berikut 5 buku tentang isu kesehatan mental, baik fiksi maupun non fiksi dengan kisah yang menyentuh hati.

1. I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki

Cover buku berjudul I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki karya Baek Se Hee (gramedia.com/i-want-to-die-but-i-want-to-eat-tteokpokki)

Rekomendasi pertama datang dari buku karya penulis Korea Selatan bernama Baek Se Hee yang berjudul I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis.

Buku ini merupakan esai yang ditulis dalam format dialog antara penulis selama berkonsultasi dengan psikiaternya. Dari buku yang ditulisnya, penulis ingin mengajak untuk mencintai dan berpikiran positif tentang diri sendiri.

Buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki menceritakan tentang perjuangan penulis dalam melawan distimia (gangguan depresi ringan jangka panjang) dan gangguan kecemasan yang ia alami selama 10 tahun. 

Lewat buku ini, penulis menceritakan pengalamannya sebagai seseorang yang rendah diri, tidak punya harapan, dan selalu overthinking. Hal-hal tersebut ternyata tidak mampu ia atasi sehingga ia membutuhkan bantuan psikiater demi kelangsungan hidupnya.

2. The Things You Can See Only When You Slow Down

Cover buku berjudul The Things You Can See Only When You Slow Down karya Haemin Sunim (gramedia.com/the-things-you-can-see-only-when-you-slow-down)

Rekomendasi selanjutnya masih dari penulis Korea Selatan, Haemin Sunim yang berjudul The Things You Can See Only When You Slow Down. Haemin Sumin sendiri merupakan seorang Biksu buddha asal Korea Selatan.

Buku The Things You Can See Only When You Slow Down ditulis berdasarkan latar belakang penulis yang relevan dengan beberapa isu di masyarakat, yaitu gaya hidup serba cepat. Kita merasa bahwa dunia bergerak begitu cepat sehingga kita juga harus ikut bergerak cepat untuk menyamainya.

Namun, kita tidak harus menerapkan pola hidup yang serba cepat. Lewat buku ini, penulis mengajak kita sebagai pembaca untuk menyadari bahwa ketika kita melambatkan diri, dunia juga ikut melambat bersama kita. 

Penulis menawarkan petunjuk jalan menuju kesejahteraan dan kebahagiaan melalui delapan bidang, termasuk hubungan, cinta, dan kerohanian. Tak hanya itu, ia juga memberikan gagasannya dalam rangkaian kalimat yang dapat kita renungkan sendiri jawabannya.

3. Insecurity is My Middle Name

Cover buku berjudul Insecurity is My Middle Name karya Alvi Syahrin (gramedia.com/insecurity-is-my-middle-name)

Selanjutnya ada rekomendasi buku self healing berjudul Insecurity is My Middle Name karya Alvi Syahrin. Dalam buku ini, penulis mengajak pembaca berdamai dengan sikap rendah diri atau insecure.

Insecure seringkali membuat kita merasa tidak aman, cemas, dan terpuruk. Tak jarang, seseorang yang mengalami insecure dapat berujung pada gangguan kesehatan mental yang menyebabkannya ia dilanda kecemasan dan pemikiran negatif tentang dirinya sendiri. 

Lewat buku ini, Alvi Syahrin mengajak pembaca mengenali arti insecurity dan tips untuk berdamai dengan diri sendiri. Ia juga mengajak para pembaca untuk terus berpikir positif, bertumbuh, berkembang, dan menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sebelumnya. 

4. Alasan untuk Tetap Hidup (Reason to Stay Alive)

Cover buku berjudul Alasan untuk Tetap Hidup karya Matt Haig (gramedia.com/alasan-untuk-tetap-hidup-melawan-depresi-dan-berdamai-dengan-diri-sendiri)

Rekomendasi buku selanjutnya datang dari karya penulis Matt Haig berjudul Alasan untuk Tetap Hidup atau Reason to Stay Alive. Buku ini menceritakan kisah nyata sang penulis dalam melawan depresi dan usaha untuk berdamai dengan diri sendiri.

Ketika Matt Haig berusia 24 tahun, ia pernah mencoba bunuh diri di pinggir tebing. Ia mengalami serangan panik bertubi-tubi dan tidak punya harapan sehingga membuatnya berpikir bahwa mengakhiri segalanya adalah hal terbaik. Namun, niat itu ia urungkan hingga sekarang pada detik-detik terakhir. 

Lewat buku Alasan untuk Tetap Hidup, Matt Haig berbagi kisah mengenai perjalanannya melewati depresi, serangan panik, hingga hal-hal yang membuat ia masih bertahan hingga hari ini. Ia menjadi bukti bahwa gangguan kecemasan dan depresi bisa diatasi.

5. 13 Reason Why

Cover buku berjudul 13 Reason Why karya Jay Asher (gramedia.com/13-reason-why)

Terakhir ada novel yang mengangkat tentang isu kesehatan mental remaja berjudul 13 Reason Why karya Jay Asher. Novel 13 Reason Why mengikuti kisah seorang remaja bernama Hannah Baker yang melakukan bunuh diri dan meninggalkan kaset berisi rekaman alasan ia bunuh diri.

Cerita dalam 13 Reason Why dimulai ketika seorang remaja bernama Clay Jensen yang menerima kotak berisi kaset. Setelah didengarkan, ternyata kaset tersebut merupakan rekaman suara Hannah Baker. Hannah merupakan teman sekolah Clay yang melakukan bunuh diri. 

Dalam rekamannya, Hannah menjelaskan alasan kenapa ia bunuh diri dan orang yang menerima kaset tersebut termasuk bagian dari alasan ia bunuh diri.

Novel ini mengupas berbagai problematika dan sisi gelap remaja, seperti perundungan, alkohol, narkoba, hingga seks bebas. Novel ini direkomendasikan untuk usia 17 tahun ke atas karena muatan yang sensitif juga trigger warning

Itulah 5 buku tentang isu kesehatan mental dengan kisah yang menyentuh hati. Dari kelima buku tersebut, mana yang menarik perhatian kalian?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Alfanni Nurul