Buku yang berjudul "Madre" ini adalah salah satu buku populer yang ditulis oleh Dee Lestari. Bahkan buku ini sudah pernah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama pada tahun 2013.
Buku ini berisi 13 prosa dan puisi, dengan prosa utama yang bercerita mengenai adonan biang roti yang diberi nama Madre oleh pemiliknya.
Cerita dimulai ketika seorang pemuda gimbal yang hobi berselancar bernama Tansen mendapatkan surat wasiat dari kakek dan neneknya yang sudah meninggal.
Ia disuruh untuk mendatangi sebuah tempat yang ada di Jakarta untuk mengambil warisan tersebut. Tansen yang saat itu tinggal di Bali langsung terbang ke Jakarta untuk mengambil warisannya.
Betapa terkejutnya Tansen ketika mengetahui bahwa warisan yang dimaksud adalah adonan biang roti yang diberi nama Madre. Selain adonan biang, Tansen juga mewarisi toko roti Tan de Bakker yang didirikan oleh kakek dan neneknya tersebut.
Mau tidak mau, Tansen yang awalnya menjalani karier sebagai peselancar beralih profesi menjadi pemilik Toko Roti. Ia berusaha untuk kembali menghidupkan toko roti Tan de Bakker yang nyaris bangkrut karena kalah bersaing dengan toko roti modern.
Dengan dibimbing oleh Pak Hadi yang pernah menjadi karyawan Tan de Bakker, Tansen belajar untuk mengelola biang Madre menjadi roti dengan aneka macam bentuk.
Tansen pun menceritakan pengalaman-pengalamannya di blog pribadinya. Ternyata, ada seorang perempuan yang menjadi pembaca setia dari tulisan-tulisan Tangsen. Ia adalah Mei Tanuwidjaja.
Bukan tanpa alasan Mei menyukai tulisan-tulisan Tansen. Karena rupanya, Mei juga memiliki toko roti modern. Dan ia tertarik secara pribadi dengan roti-roti yang terbuat dari biang Madre karena rasa dan aromanya yang khas.
Singkat cerita, Tansen dan Mei menjadi akrab dan saling jatuh cinta. Mereka memutuskan untuk menyatukan toko roti mereka, yang kemudian diberi nama Tansen de Bakker.
Secara umum, buku Madre ini menarik untuk dibaca karena penulis menyelipkan banyak quotes lewat prosa dan puisinya.
Selain itu, pengalaman-pengalaman Tansen yang awalnya memiliki passion sebagai seorang peselancar lalu beralih menjadi pengelola toko roti bisa menginspirasi pembaca bahwa tidak mengapa sejenak kita memalingkan pikiran dari sesuatu yang passionate menurut kita.
Membuka mata dan belajar menerima hal baru terkadang membuat kita akan menemukan sesuatu yang tak kalah berharga dibanding passion itu sendiri.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Review Buku 'Rich Dads Increase your Financial IQ' Cara Mengelola Uang
-
Wajah Perempuan Bali yang Terhegemoni: Ulasan Buku Karya Ni Nyoman Sukeni
-
Ulasan Buku Misteri Kota Tua, Mencari Hilangnya Kakek Misterius
-
Ulasan Buku 'Anakku Hebat!': Tugas Orang Tua Membantu Mewujudkan Impian Anak
-
Mengungkap Sejarah DI/TII yang Dilupakan Lewat Ulasan Buku Karya Holk H. Dengel
Ulasan
-
Setelah Suzume, Makoto Shinkai Bikin Pengumuman Mengejutkan Soal Proyek Film Selanjutnya
-
Mengurai Masalah Islam Kontemporer Lewat Buku Karya Tohir Bawazir
-
Ulasan Novel Beside You: Takdir sebagai Pemeran Pengganti
-
Mercusuar Cafe & Resto: Pesona Kastil Iblis Cocok untuk Pencinta Gotik!
-
Reality Show Paling Gila, Adu Nyawa Demi Rating dalam Film The Running Man
Terkini
-
Dikalahkan Mali, Optimisme Indra Sjafri Jelang SEA Games 2025 Tak Surut!
-
Lama Bungkam, Azizah Salsha Ungkap Fakta Perceraian dengan Pratama Arhan
-
Bukan Cuma Kucing atau Panda, Ini 10 Hewan Paling Gemas di Dunia yang Jarang Kamu Tahu
-
4 Film Korea Terbaik Tentang Bobroknya Pemerintahan Otoriter
-
Tampil Senada Bareng Pacar! Rekomendasi 4 Outfit Couple dari Brand Lokal