Dalam menjalani keseharian, mungkin ada di antara kita yang pernah mendapatkan pertanyaan iseng, "ngapain sih harus capek-capek kerja?"
Jawabannya tentu udah jelas, ya. Kita kerja buat dapat uang. Konsepnya adalah uang itu harus dicari. Meskipun telah susah payah dicari, tapi ujung-ujungnya bakal berkurang dan habis lagi.
Terus harus kerja lebih keras, siklus berulang. Gitu aja terus, seperti lingkaran setan yang nggak pernah berakhir.
Masih mending kalau kita punya fisik yang sehat dan kuat untuk bekerja. Lantas, bagaimana jadinya jika kita sudah masuk pada fase pensiun yang mengharuskan waktu untuk istirahat tapi ternyata kita nggak bisa mengandalkan apapun dan siapapun untuk mencari uang demi bertahan hidup?
Terlebih bagi kita yang punya cita-cita untuk meraih kebebasan finansial di masa pensiun. Mengandalkan pekerjaan saja tentu tidak cukup untuk mencapai hal tersebut.
Nah, inilah yang jadi pembahasan utama dalam buku berjudul 'Passive Income Strategy' karya Ryan Filbert. Buku ini akan menjelaskan alasan tentang kenapa kita harus punya passive income dan strategi apa yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya.
Adapun passive income yang dibahas penulis merujuk pada konsep tentang bagaimana 'uang mencari uang'. Jadi kita tidak perlu susah payah bekerja untuk menghasilkan uang.
Meskipun kedengarannya nyaman banget punya passive income, tapi untuk mewujudkannya memang tidak gampang. Oleh karena itu, Ryan merumuskan beberapa konsep passive income yang bisa kita pelajari sebagai pemula agar punya modal buat memulai.
Dalam hal ini, ada beberapa bentuk passive income yang dijelaskan. Mulai dari investasi saham, reksa dana, trading, usaha dan bisnis, obligasi, BPR, hingga aset dan bisnis.
Semua jenis sumber yang mendatangkan passive income tersebut dijelaskan dengan amat rinci dalam buku ini.
Penjelasannya pun cukup mudah dipahami oleh orang awam. Jadi, kalau selama ini ada di antara pembaca yang sulit menemukan referensi untuk belajar investasi dengan bahasa 'bayi', buku ini adalah salah satu bacaan yang bakal saya rekomendasikan buat dibaca.
Secara umum, apa yang disampaikan oleh penulis cukup informatif. Meskipun untuk langsung menerapkan hal-hal yang ada di dalam buku ini memang susah-susah gampang. Sebab, untuk sukses berinvestasi dibutuhkan bekal ilmu dan pengalaman yang panjang.
Ryan juga menekankan bahwa jangan pernah menaruh uang pada salah satu instrumen investasi yang tidak kita pahami. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman ekonomi yang baik sebelum terjun dalam dunia investasi.
Namun, terlepas dari penerapannya yang barangkali masih sulit diaplikasikan oleh orang awam, terdapat beberapa poin penting yang masih bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di antaranya adalah prinsip tentang betapa pentingnya menyisihkan penghasilan tetap kita di awal bulan untuk ditabung, berapapun jumlahnya.
Ada banyak orang yang seringkali melupakan hal ini. Berdalih tentang sulit menabung karena menunggu hingga ada sisa gaji di akhir bulan. Padahal, kita bisa belajar untuk menyisihkan berapapun nominal uang saat awal gajian.
Prinsip kedua adalah investasi mengandung makna memiliki bebek bertelur emas. Kita memperoleh uang dari telur emas yang dihasilkan, bukan dengan menyembelih bebek kemudian menjualnya. Dengan prinsip ini, uang akan terus mengalir meskipun kita hanya memiliki satu aset saja.
Prinsip ketiga adalah bagaimana mengubah pendapatan aktif menjadi pendapatan pasif dengan melalui sebuah proses high risk menuju low risk sampai menjadi sebuah aset.
Ide dasarnya adalah dengan melakukan investasi secara teratur melalui investasi yang memiliki potensi penghasilan lebih besar, kemudian mengamankan keuntungannya melalui investasi dengan resiko rendah.
Kalau kamu penasaran terkait hal di atas, penjelasan setengahnya bisa ditemukan dengan detail dalam buku ini.
Jadi, bagi Sobat Yoursay yang ingin belajar tentang strategi memperoleh passive income, buku ini bisa menjadi rekomendasi bacaan yang cukup informatif untuk memperluas wawasan!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Industri Tekstil RI Sedang Transformasi Bukan Runtuh
-
Ulasan The Chicken Sisters: Pertarungan Kuliner dan Harga Diri Keluarga
-
Emas Antam Hari Ini Terbang Tinggi! Harga Tembus Rp 1.914.000, Saatnya Jual?
-
5 Rekomendasi Mobil Bekas Jaminan Tetap Cuan, Harga Jual Kembali Gak Bikin Nyesek
-
Potret Budaya Palestina di Buku Homeland: My Father Dreams of Palestine
Ulasan
-
Review Film The Ghost Game: Ketika Konten Berubah Jadi Teror yang Mematikan
-
Review Film Pangku: Hadirkan Kejutan Hangat, Rapi, dan Tulus
-
Jarak dan Trauma: Pentingnya Komunikasi Efektif dalam Novel Critical Eleven
-
Perjuangan untuk Hak dan Kemanusiaan terhadap Budak dalam Novel Rasina
-
Ulasan Novel Larung, Perlawanan Anak Muda Mencari Arti Kebebasan Sejati
Terkini
-
Bukan soal Pajak! Purbaya Tegaskan Thrifting Tetap Ilegal di Indonesia
-
Cliquers, Bersiap! Ungu Guncang Yogyakarta Lewat Konser 'Waktu yang Dinanti'
-
Vidi Aldiano Menang Gugatan Nuansa Bening, Tuntutan Rp28,4 Miliar Gugur!
-
Bukan Cuma Kekeringan, Banjir Ekstrem Ternyata Sama Mematikannya untuk Padi
-
Rok Sekolah Ditegur Guru, Zaskia Adya Mecca Ungkap Rasanya Punya Anak Remaja