Di era digital ketika teknologi telah berkembang demikian pesat, pernah nggak sih kamu merasa overwhelmed akibat banyaknya paparan informasi dan stimulasi yang kamu dapatkan dari dunia maya? Atau mungkin kamu merasa kurang produktif karena sangat mudah terdistraksi dengan notifikasi dari layar ponselmu?
Rupanya hal ini sudah dirasakan oleh banyak orang yang telah terpapar screentime secara berlebihan, baik itu karena memang tuntutan pekerjaan atau sekadar untuk mencari hiburan.
Nah bagi kamu yang juga merasakan demikian, ada satu rekomendasi buku yang bisa menolong kamu untuk berhenti sejenak dari kecanduan gadget, yakni buku berjudul Going Offline yang ditulis oleh Desi Anwar.
Dalam buku ini, penulis yang juga merupakan seorang jurnalis ini memaparkan pentingnya going offline sebagai upaya untuk menemukan jati diri di tengah banyaknya distraksi.
Karena terkadang kehidupan virtual itu bisa bikin kamu terhanyut dan mudah lelah. Kamu disibukkan dengan percakapan online atau hiburan dunia maya yang tidak ada habisnya.
Akibatnya, waktu untuk menikmati kehidupan dunia nyata semakin berkurang. Ada banyak keindahan yang ada di sekitar yang mungkin luput untuk disyukuri, serta waktu-waktu berharga dengan orang tercinta maupun untuk diri sendiri yang terus terpangkas karena terlalu disibukkan dengan gadget.
Oleh karena itu, melalui beberapa artikel pendek, penulis berusaha menekankan pentingnya mengambil jeda, hening sejenak, atau menghabiskan waktu bersama sesuatu yang benar-benar nyata adalah hal yang bisa membuat pikiran lebih tenang dan fresh.
Penulis juga memaparkan beberapa contoh aktivitas offline yang bisa kamu kerjakan dalam rangka menghargai kehidupan serta upaya untuk menemukan jati dirimu yang sebenarnya. Misalnya menjalin relasi, bercakap-cakap, mengapresiasi hal-hal yang terjadi di sekitar, berjalan-jalan, menikmati alam, ataupun sekadar me time.
Selain itu, ada beberapa artikel pendek yang mambahas mengenai mindfullness, atau hidup dengan kesadaran penuh. Misalnya bagaimana kamu harus sering-sering 'mendengarkan' apa yang tubuh dan jiwamu butuhkan. Alih-alih hanya bersikap impulsif dan menuruti keinginan yang tidak pernah ada habisnya.
Ada pula pembahasan mengenai manajemen emosi, serta pentingnya terus belajar dan mengasah otak dengan keterampilan yang ingin kita miliki.
Tentu segala aktivitas tersebut hanya bisa dilakukan jika kamu meluangkan waktu barang sejenak untuk 'going offline'. Bersama buku ini, kamu bisa mendapatkan inspirasi untuk menemukan jati diri di dunia penuh distraksi. Bagaimana, tertarik untuk membacanya?
Baca Juga
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
-
Tidak Ada Buku di Rumah Anggota DPR: Sebuah Ironi Kosongnya Intelektualitas
-
Intelijen Dunia Maya: Upaya Netizen Indonesia dalam Menjaga Demokrasi
-
Ulasan Buku Wise Words for Smart Women, 100 Motivasi untuk Perempuan Cerdas
Artikel Terkait
-
Ubox Power Bank Rental Station Hadirkan Solusi Ketika Gagdet Lowbat
-
Inspirasi Gadget Pintar di Liburan Akhir Tahun: Jadikan Setiap Momen Berharga Bersama Shopee 11.11 Big Sale
-
3 Tips Membatasi Screen-Time pada Anak, Konsistensi adalah Kunci!
-
4 Tips Mencegah Anak Kecanduan Game, Tetapkan Batasan Waktu!
-
Harga Resmi Xiaomi 13T di Indonesia Beserta Spesifikasinya, Jangan Terlewatkan!
Ulasan
-
Membaca Ulang Kepada Uang: Puisi tentang Sederhana yang Tak Pernah Sederhana
-
Review Film Siccin 8: Atmosfer Mencekam yang Gak Bisa Ditolak!
-
Film Man of Tomorrow, Sekuel Superman Tayang Tahun Depan?
-
Kisah Manis Pahit Persahabatan dan Cinta Remaja dalam Novel Broken Hearts
-
Review Film Menjelang Magrib 2: Cerita Pemasungan yang Bikin Hati Teriris
Terkini
-
Adu Kuat Calon Menpora: Dari Raffi Ahmad si 'Sultan' hingga Taufik Hidayat sang Legenda
-
Ucapan Gerald Vanenburg Terbukti Omong Kosong, Timnas Indonesia Downgrade!
-
Indonesia Terjebak 76 Ribu Ton Sampah per Hari: Bisakah Limbah Makanan Jadi Solusi Berkelanjutan?
-
Timnas Gagal Lolos Piala Asia U-23, Gerald Vanenburg Justru Singgung STY
-
Demokrasi Digital, Kuasa Influencer dan Krisis Kepakaran