"Aku no Hana" (The Flowers of Evil) adalah sebuah manga psikologis yang ditulis, dibuat dan diilustrasikan oleh Shuuzou Oshimi, yang juga menciptakan "Boku wa Mari no Naka".
Manga ini mulai diserialisasikan pada tahun 2009 dan berakhir pada tahun 2014. Sejak tahun 2012, manga ini telah sepenuhnya diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh perusahaan Vertical Inc.
Manga ini bercerita tentang Kasuga Takao yang merupakan seorang siswa biasa yang tidak memiliki banyak teman. Dia suka membaca, terutama karya-karya Simbolis Prancis, dan buku favoritnya adalah Les Fleurs du Mal karya Baudelaire.
Pada suatu hari, dia lupa membawa bukunya di kelas dan kembali untuk mencarinya. Saat sampai di kelas, ia tidak hanya menemukan bukunya, tetapi juga pakaian olahraga milik orang yang ia sukai, Saeki Nanako.
Dengan penuh penyesalan, dia membawa pulang kedua benda tersebut. Sedikit yang dia tahu, Nakamura, gadis aneh di kelas, melihat kejadian itu.
Nakamura memerasnya untuk membuat kontrak di antara mereka, di mana Kasuga harus melakukan semua yang diinginkan Nakamura. Peristiwa ini selamanya mengubah kehidupan Kasuga dengan cara yang tak terduga.
Review Manga Aku no Hana
Meskipun cerita manga ini tampak klise, "Aku no Hana" menawarkan pengalaman yang cukup mengerikan. Cerita ini menggali aspek-aspek sifat manusia dengan refleksi mendalam tentang masyarakat yang menyoroti kebutuhan kita untuk mengikuti segala aturan.
Hubungan antara "Aku no Hana" dan sastra klasik terlihat jelas, dengan pengaruh yang kuat dari karya-karya tersebut. Manga ini mencerminkan kecenderungan simbolisme, terutama dalam eksplorasi kemanusiaan dan fokus pada dampak sesuatu daripada objek itu sendiri. Dari beberapa adegan dan interaksi karakter menunjukkan keterikatan erat antara "Aku no Hana" dan tradisi sastra.
Tema utama manga ini melibatkan sudut pandang manusia terhadap satu sama lain dan mudahnya mereka untuk dimanipulasi.
Dengan tindakan Nakamura yang terus-menerus mencoba memanfaatkan orang lain dan memanipulasi emosi mereka, aspek sosial cerita ini menonjol, yang menciptakan rasa tidak suka yang kuat pada pembaca. Dampak ini terasa begitu kuat, bahkan agak menakutkan.
Aspek penting lainnya adalah kesulitan mengatasi masa lalu, di mana Kasuga kesulitan melupakan satu tahun bersama Nakamura bahkan setelah bertahun-tahun berlalu.
Trauma ini tercermin dalam sikap apatis yang mendalam yang menguasai Kasuga, yang menciptakan gambaran depresi yang sangat realistis dan membuat cerita semakin berkesan.
Meskipun karakter-karakternya memiliki kekurangan mendalam, sulit sekali untuk menyukai karakter mereka, hal ini memberikan penggambaran masalah dalam masyarakat dan cara kita menjalani hidup. Kelebihan yang dilebih-lebihkan ini menggambarkan masalah yang ada dalam masyarakat kita.
Art dari manga ini mungkin terlihat agak kurang, tetapi tampaknya menjadi pilihan yang disengaja untuk menonjolkan kurangnya bentuk kemanusiaan dari karakter yang ditampilkan.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, semuanya membuat terasa bahwa format buku ini sangat cocok untuk "Aku no Hana". Mulai dari penceritaannya hingga kontradiksi antara kehalusan dan kejutan, semuanya mendukung kesan ini.
"Aku no Hana" bukanlah bacaan yang santai, karena sangat menggegerkan dan dapat memprovokasi pikiran. Namun, apresiasi terhadap detail dan kritik yang disampaikan membuatnya sangat berharga bagi pembaca yang terlatih.
Meskipun tidak sesuai untuk semua orang, mereka yang memahami dan meresapi pesan dalam cerita ini mungkin akan terpengaruh dengan kuat.
Sayangnya, ketergantungan pada elemen tersebut membuatnya sulit direkomendasikan oleh berbagai kalangan karena pesan ini sudah tertanam kuat dalam setiap aspek manga.
Karakteristik ini membuat "Aku no Hana" menjadi bacaan tingkat tinggi yang membutuhkan pembaca berpengalaman dengan pengetahuan sastra agar memahami isi cerita.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Mengubah Hobi Jadi Gaya Hidup Sehat Lewat Olahraga Futsal
-
Futsal dan Tren Urbanisasi: Solusi Ruang Terbatas di Lingkup Perkotaan
-
Bukan Sekadar Hobi, Futsal sebagai Investasi Kesehatan Jangka Panjang
-
Lagu Malang Suantai Sayang: Persembahan Sal Priadi untuk Kota Kelahirannya
-
Menulis di Tengah Kebisingan Dunia Digital, Masihkah Bermakna?
Artikel Terkait
-
Review 'Perfect Marriage Revenge', Genre Fantasi yang Dikemas Ala Drama Jadul
-
Review Film 'Fast X:' Dom Menghadapi Musuh Lama yang Tersembunyi
-
Review Drama Korea 'Love in Sadness', Terjebak Pernikahan yang Tak Bahagia
-
Review Film Mission Impossible: Dead Reckoning Part One, Buruan Cek CATCHPLAY!
-
Review Drama Korea The Veil, Mengungkap Pengkhianat di Balik Organisasi
Ulasan
-
Relate Banget! Novel Berpayung Tuhan tentang Luka, Hidup, dan Penyesalan
-
4 Kegiatan Seru yang Bisa Kamu Lakukan di Jabal Magnet!
-
Novel Ice Flower: Belajar Hangat dari Dunia yang Dingin
-
Novel Dia yang Lebih Pantas Menjagamu: Belajar Menjaga Hati dan Batasan
-
Review Series House of Guinness: Skandal dan Sejarah yang Sayang Dilewatkan
Terkini
-
Sea Games 2025: Menanti Kembali Tuah Indra Sjafri di Kompetisi Level ASEAN
-
Gawai, AI, dan Jerat Adiksi Digital yang Mengancam Generasi Indonesia
-
Effortlessly Feminine! 4 Padu Padan OOTD ala Mina TWICE yang Bisa Kamu Tiru
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?
-
Tutup Pintu untuk Shin Tae-yong, PSSI Justru Perburuk Citra Sendiri!