Buat traveller yang pernah berkunjung ke Candi Plaosan di wilayah Bugisan, Prambanan ini pasti disuguhkan narasi toleransi beragama di candi ini. Dikisahkan bahwa candi ini dibuat oleh Rakai Pikatan untuk Dyah Pramodhawardani.
Masih dalam narasi tersebut dikatakan bahwa Rakai Pikatan adalah penerus Dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu. Sedangkan Dyah Pramodhawardani, sang permaisuri adalah putri Raja Samaratungga yang beragama Budha.
Narasi ini yang muncul dari mulut para pemandu maupun beberapa artikel beredar terkait Candi Plaosan. Bahkan candi ini kemudian dikaitkan dengan keharmonisan, sehingga banyak dijadikan lokasi pre wedding beberapa pasangan. Beda dengan Candi Prambanan yang menggambarkan patah hatinya Bandung Bondowoso.
Narasi ini mendapat bantahan dari berbagai pihak. Untung Mulyono dalam buku Pararaton, Kitab Raja: Menguak Jejak Genealogi Sejarah Wangsa Jawa dari Tarumanegara hingga Majapahit, mengatakan pendapat itu muncul karena kesalahan Casparis dalam memahami sosok Sri Kahulunan.
Casparis yang merupakan sejarawan hebat tersebut menganggap Sri Kahulunan adalah Dyah Pramodhawardani. Sehingga ketika prasasti mengatakan Sri Kahulunan membangun Candi Plaosan dibantu suaminya, disimpulkan sebagai Rakai Pikatan.
Menguatkan pendapat Untung Mulyono, Boechari dalam artikel berjudul Epigrafi dan Sejarah Indonesia dalam majalah Arkeologi tahun I, No. 2, 1977 beranggapan sama. Yang dimaksud Sri Kahulunan adalah Dewi Tara yang merupakan ibu dari Pramodhawardani.
Jika yang dimaksud Sri Kahulunan adalah Dewi Tara, maka suaminya adalah Rakai Panangkaran, raja Kerajaan Mataram Hindu sebelum Rakai Pikatan. Dan Rakai Panangkaran sendiri memang banyak membangun candi-candi Budha. Seperti Candi Kalasan, Sewu, dan Plaosan.
Memang benar di Candi Plaosan terdapat bangunan yang dibuat oleh Rakai Pikatan, suami Dyah Pramodhawardani. Namun sifatnya hanya tambahan. Bangunan itu berupa dua bangunan stupa di samping candi utama.
Hal ini disampaikan oleh Marwati Djoened Posponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno. Sehingga kedua bangunan tersebut diartikan sebagai wakaf dari Rakai Pikatan.
Lepas dari kontroversi tersebut, Candi Plaosan mempunyai daya tarik tersendiri. Apalagi kalau bukan karena keberadaan 2 candi kembar yang sama persis. Perbedaan keduanya hanya pada sebuah relief di dalam bilik candi.
Candi Plaosan Kidul (Selatan), sering disebut candi laku-laki. Hal ini didasarkan pada sebuah relief manusiacdi dalam candi itu yang menunjukkan laki-laki. Sedangkan Candi Plaosan Lor (Utara), dikenal candi perempuan. Hal ini dilihat dari relief manusia di dalam candi dilihat dari bentuk dadanya.
Eksotisme yang ada di Candi Plaosan inilah yang pada akhirnya mengundang orang untuk datang sekaligus mengabadikannya dalam foto-foto mereka.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Masuk Skuad Utama Ipswich Town, Elkan Baggott Akan Dilirik Patrick Kluivert
-
PSSI Jadikan Piala Kemerdekaan sebagai Ajang Ujicoba Timnas Indonesia U-17
-
Kalah 3 Kali, Timnas Voli Putri Duduki Posisi Juru Kunci SEA V League 2025
-
Alwi Farhan Raih Gelar Pertama Nomor Tunggal Putra di Macau Open 2025
-
Umumkan Skuad, Persib Bandung Usung Misi Hattrick BRI Super League 2025/26
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Film Bertaut Rindu: Drama Keluarga yang Bikin Hati Meleleh!
-
Ulasan Film Pamali: Tumbal, Ungkap Sisi Gelap Pesugihan
-
Ulasan Film Lyora: Penantian Buah Hati, Kisah Nyata yang Menguras Air Mata
-
Ulasan Novel Candhikala Kapuranta: Adat, Politik, dan Dilema Kaum Perempuan
-
Ulasan Novel The Quiet Mother: Ketika Seorang Ibu Menyimpan Rahasia Maut
Terkini
-
4 Pelembap Gel Brightening untuk Kulit Berminyak, Ampuh Bikin Wajah Glowing
-
Hobi Bikin Kejutan, Drama Apa Lagi yang Akan Dimainkan Marc Marquez?
-
HP Tecno Kamera OIS Mulai Rp2 Jutaan, Konten Nggak Goyang Lagi
-
7 Rekomendasi Film Romantis Modern yang Bikin Baper, Ada La La Land!
-
Ulsan Hyundai: Raksasa yang Sedang Sakit dan Coba Disembuhkan oleh Shin Tae-yong