Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Adela Puspita
Poster film "The Grinch" (Netflix)

Mendekati akhir tahun, umumnya banyak film liburan yang dirilis untuk semua kalangan. Salah satunya adalah film "The Grinch" termasuk dalam kategori film anak-anak yang layak ditonton di akhir tahun ini. Meskipun tokoh utamanya adalah orang dewasa, film ini justru memberikan hiburan yang penuh makna.

Film ini mengisahkan tentang seorang karakter berbulu hijau bernama Grinch (Benedict Cumberbatch), yang tinggal sendirian di dalam gua di Pegunungan Crumpet bersama anjing setianya yang bernama Max.

Setiap tahun saat Natal tiba, kesunyian Grinch terganggu oleh perayaan meriah para penduduk Who-ville. Grinch sangat membenci perayaan Natal tersebut karena terikat dengan masa lalunya.

Ketika para penduduk bersiap untuk membuat perayaan Natal tiga kali lebih besar, Grinch menyadari bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan kedamaian dan ketenangan adalah dengan mencuri Natal.

Setelah diselidiki, legenda Grinch ternyata benar adanya. Ia dilahirkan dengan kelainan yang unik yaitu kulit berwarna hijau terang yang ditutupi oleh bulu-bulu lebat.

Tidak hanya itu, kebiasaannya untuk memakan barang pecah belah semakin menambah kesan aneh dirinya. Namun, mirip dengan legenda Yeti kebenarannya masih belum diketahui dengan pasti.

Film yang disutradarai oleh Yarrow Cheney dan Scott Mosier ini memiliki cerita yang sederhana. Meskipun bersifat klasik dan mudah ditebak, mereka berhasil membuat penonton dari berbagai kalangan menikmatinya dengan penuh kesenangan.

Memang, film animasi untuk anak-anak seharusnya menyajikan cerita yang tidak terlalu rumit.

Meskipun tokoh utamanya adalah orang dewasa, sutradara mampu menghadirkannya sehingga semua penonton termasuk anak-anak merasakan apa yang dialami oleh karakter utama.

Hal ini bukan karena permasalahan khusus orang dewasa yang ditampilkan, melainkan permasalahan universal yang pernah dialami oleh setiap orang kesepian.

Satu karakteristik yang melekat pada film-film liburan akhir tahun adalah tema Natal dan pemandangan salju. Kedua tema ini senantiasa menyelubungi atmosfer Hari Natal dan Tahun Baru. Bahkan, anak-anak yang tinggal di wilayah beriklim tropis selalu bermimpi tentang salju.

Pemandangan visual yang dipenuhi salju dengan Kota Who-ville yang berwarna-warni membawa sukacita bagi siapa pun yang melihatnya.

Terlebih lagi, kegembiraan yang ditunjukkan oleh para karakter dengan nyanyian-nyanyian indahnya mampu memukau setiap penonton.

Tidak hanya itu, penggambaran kota ini tidaklah kota terpencil dan kuno. Sebaliknya, kota ini justru dilengkapi dengan teknologi yang unik dan canggih.

Sayangnya, beberapa adegan dengan durasi yang singkat membuat visual terasa kurang fokus dan dapat menyebabkan rasa pusing.

Untungnya, adegan-adegan tersebut tidak terlalu banyak dan tidak menjadi masalah bagi mereka yang tidak terlalu memperhatikan detail film. Hal yang sama berlaku untuk skoring yang memiliki sentuhan magis, terutama saat lagu-lagu Natal dipersembahkan.

Adela Puspita