E.L. Hadiansyah, penulis yang berdomisili di Yogyakarta dan kerap mengangkat tema cerita dari kehidupan sehari-hari. Novelnya yang telah terbit, antara lain: Cinta dalam Secangkir Cappuccino dan Hujan di Bawah Bantal. Novel Rumah Pucat adalah karyanya yang diterbitkan oleh DIVA Press (2018).
Novel Rumah Pucat mengisahkan tentang kehidupan Rohmah atau Ibu Kaji (Haji) yang tinggal sendirian di rumah dan hanya ditemani pembantunya, Sri.
Ibu Kaji memiliki tiga orang anak, Din, Fatma, dan Cuk, sementara suami beliau telah lama meninggal dunia. Dari ketiga orang anak-anaknya hanya Cuk saja yang belum berkeluarga.
Cuk kuliah di Semarang. Suatu kali Cuk mendatangi tokoh ‘aku’, seorang penulis, yang tengah berada di sebuah masjid di Jogja dan mengungkapkan keinginannya agar sang penulis bersedia untuk menuliskan kisah hidupnya.
Meski awalnya keberatan, tapi akhirnya tokoh penulis menyanggupi. Ia mendengarkan cerita Cuk bahkan ikut pemuda itu ke kota Kudus untuk menengok ibunya untuk menggali cerita yang lebih dari Ibu Kaji dan anak-anaknya yang lain.
Kisah lalu bergulir ke anak-anak Bu Kaji yang sibuk bekerja meneruskan dua kios milik orangtuanya, Pak Hari dan Bu Rohmah (Bu Kaji), sehingga hanya sesekali menengok sang ibu, meskipun jarak tempat tinggal mereka tak terlalu jauh. Kesibukan Cuk kuliah dan berorganisasi juga membuatnya tak bisa selalu pulang ke rumah.
Kesepian yang melanda Bu Kaji membuat beliau suatu kali mendapat ide untuk memindahkan pengajian anak-anak dari langgar menjadi di rumahnya. Gayung bersambut, Qomar, guru mengaji anak-anak, menyetujui usul dari Bu Kaji.
Novel Rumah Pucat menggunakan PoV 1 dari sudut pandang tokoh ‘aku’ dan PoV 3 maha tahu. Alur cerita bergerak lambat dengan perpindahan antara PoV 1 dan 3 yang kadang membingungkan karena tidak ada tanda yang cukup jelas.
Kekuatan novel ini ada pada narasinya yang puitis, tapi kemudian menjadi bumerang, karena dengan alur cerita yang lambat pada akhirnya cerita terkesan membosankan.
Konflik utama cerita ini adalah kesepian yang melanda Bu Kaji. Tanpa adanya canda tawa dari para penghuni rumah yang satu per satu pergi, ia merasa bagai tinggal di ‘rumah pucat’.
Ada konflik lain pada cerita yang seharusnya bisa dieksplor seperti antara Sri dan tokoh ‘aku’ yang mana si tokoh penulis ini sebenarnya punya ketertarikan terhadap Sri.
Kisah tentang Sri dan Qomar yang mendapat porsi kecil seharusnya bisa dieksekusi lebih baik daripada mengakhirkannya seperti pada cerita, tapi jadi memberikan ending yang agak maksa.
Jika ada bagian cerita yang berkesan bagi saya, maka itu adalah adegan Cuk yang membacakan buku untuk Bu Kaji. Dalam adegan tersebut terasa kental sekali kedekatan antara keduanya dan menghadirkan romantisme antara ibu dan anak.
Baca Juga
-
Sabtu Bersama Bapak: Novel yang Menggugah dan Penuh Perenungan
-
Novel Turning Seventeen: Kehidupan Remaja yang Kompleks dan Penuh Rahasia
-
Ulasan Novel Jodoh di Tangan Aplikasi, Mengejar Jodoh Sampai ke Aplikasi
-
Surat-Surat yang Mengubah Hidup dalam Novel Dae-Ho's Delivery Service
-
Ulasan Novel Mangsa (Prey), Ancaman Kematian di Belantara Montana
Artikel Terkait
-
Review Novel Misteri Alat Pembuka Amplop, Penuh Kecurigaan dan Alibi
-
Warisan, Perempuan, dan Pedihnya Kehilangan dalam Novel 'Tentang Kamu'
-
3 Rekomendasi Novel Agatha Christie Berlatar Libur, Cocok Dibaca Akhir Pekan!
-
Ulasan Buku This Time It's Real, Pura-Pura Pacaran Demi Menutupi Kebohongan
-
Lupus: Drakuli Kuper, Perebutan Lahan Kuburan yang Ngeri-Ngeri Sedap
Ulasan
-
Ulasan The Price of Confession: Duet Gelap Kim Go Eun dan Jeon Do Yeon
-
4 Tempat Padel di Bandung yang Instagramable, Nyaman, dan Cocok Buat Pemula
-
Di Balik Tahta Sulaiman: Menyusuri Batin Bilqis di Novel Waheeda El Humayra
-
Review Film The Stringer - The Man Who Took the Photo: Menelusuri Jejak Fakta
-
7 Film Indonesia Paling Laris 2025: Animasi, Horor, hingga Komedi
Terkini
-
Vivo X200T Siap Meluncur Awal Tahun 2026, Ukuran Compact dan Performa Kencang
-
Bukti Nyata Seni Inklusif: Arif Onelegz dan Lauren Russel Buktikan Setiap Tubuh Bisa Menari
-
Jalani Laga Genting untuk Lolos, Garuda Muda Harapkan Keajaiban Timnas Era STY Kembali Terjadi!
-
Ketika Meme Menjadi Senjata Bullying Digital: Batas Antara Lucu dan Melukai
-
Banjir Aceh-Sumatera: Solidaritas Warga Lari Kencang, Birokrasi Tertinggal