Penyu merupakan hewan laut langka yang terancam punah karena hanya ada tujuh spesies yang tersisa di dunia. Nah, dari tujuh spesies penyu langka itu, enam di antaranya ada di perairan Indonesia.
Dilansir dari laman Turtle Foundation, Indonesia yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, ternyata menjadi rumah bagi enam dari tujuh spesies penyu yang ada di dunia.
Menariknya lagi, lima spesies di antaranya bertelur secara teratur di pantai yang ada di Indonesia. Lantas, enam spesies penyu langka apa saja yang ada di perairan Indonesia?
1. Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Dilansir dari laman WWF, penyu hijau merupakan salah satu penyu terbesar dan satu-satunya penyu herbivora di antara spesies yang lain. Spesies penyu ini dinamai penyu hijau karena warna kehijauan yang berasal dari lemak di bawah sisik.
Spesies penyu hijau memiliki berat mencapai 150 sampai 400 pound atau sekitar 68-181 kilogram. Untuk panjangnya sendiri mencapai 78-119 sentimeter.
Kepulauan Derawan yang berada di Kalimantan Timur merupakan rumah bagi spesies penyu hijau. Sayang, populasi Chelonia mydas saat ini hanya sekitar 10 persen dari populasi 70 tahun yang lalu.
Pengambilan telur penyu hijau secara ilegal menjadi salah satu penyebab penurunan populasi biota laut ini. Adapun penyu hijau masuk dalam kategori terancam punah.
2. Penyu Pipih (Natator depressus)
Ciri khas yang membedakan spesies penyu pipih dengan penyu lain adalah cangkangnya yang relatif rata.
Makanan spesies penyu ini antara lain kepiting, udang, dan jenis moluska lainnya. Spesies penyu pipih memiliki panjang 78-93 sentimeter. Adapun penyu pipih masuk dalam kategori kekurangan data.
3. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
Penyu sisik dikenal juga sebagai hawksbill karena paruhnya yang runcing dan sempit. Spesies penyu ini juga memiliki pola sisik tumpang-tindih yang khas pada cangkangnya, yang membentuk tampilan bergerigi di bagian tepinya.
Cangkang yang berwarna dan bermotif ini menjadikan penyu sisik bernilai tinggi dan biasanya dijual sebagai kulit di pasar.
Penyu sisik biasa memakan spons dengan menggunakan paruh runcingnya yang sempit untuk mengambilnya dari celah-celah terumbu karang, tetapi juga memakan anemon laut dan ubur-ubur.
Rata-rata penyu sisik bis tumbuh 76 sampai 88 sentimeter dengan berat 40 sampai 68 kilogram. Adapun penyu sisik masuk dalam kategori sangat terancam punah.
4. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Nama penyu ini diambil dari warna cangkangnya yang berwarna hijau zaitun. Saat ini penyu lekang merupakan spesies penyu paling banyak di antara yang lain.
Meski begitu, penyu lekang masuk dalam kategori spesis penyu rentan.
5. Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
Dinamakan penyu belimbing karena cangkangnya yang seperti kulit dan tidak keras seperti spesies penyu lainnya. Panjang spesies penyu ini bisa mencapai 160 sentimeter dengan berat mencapai 680 kilogram.
Jumlah penyu belimbing sendiri telah menurun drastis selama satu abad terakhir lantaran pengambilan telur secara besar-besaran.
Secara global, status penyu belimbing menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) adalah rentan, tetapi banyak subpopulasi (seperti di Pasifik dan Atlantik Barat Daya) berstatus genting. Adapun penyu belimbing masuk dalam kategori rentan.
6. Penyu Tempayan (Caretta caretta)
Penyu tempayan dinamai demikian karena kepalanya yang besar dan memiliki otot rahang yang kuat, yang memungkinkannya untuk menghancurkan mangsa bercangkang keras seperti kerang dan bulu babi.
Berbeda dengan spesies penyu lainnya, penyu tempayan lebih jarang diburu untuk diambil daging atau cangkangnya. Meski jarang diburu, penyu tempayan sering tidak sengaja tertangkap oleh alat pancing para nelayan yang sedang berburu ikan. Adapun spesies penyu tempayan masuk dalam kategori rentan.
Itulah enam dari tujuh spesies penyu dunia yang ada di perairan Indonesia. Nah, jika sobat melihat orang yang mengambil telur penyu secara ilegal atau memburu penyu secara sengaja bisa dilaporkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
Sebab, penyu merupakan satwa dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Data Bicara: Mobil F1 atau Motor MotoGP yang Lebih Cepat?
-
Profil Sjoerd Woudenberg: Pelatih Kiper Timnas Indonesia Era Kluivert
-
Mengapa Nama Orang Islandia Banyak Berakhiran "-Son"? Ini Alasannya
-
Mengapa All England? Sejarah di Balik Nama Kejuaraan Bulu Tangkis Tertua
-
Kilas Balik MotoGP Argentina 2018: Start Unik Jack Miller yang Jadi Sorotan
Artikel Terkait
-
Tak Hanya Legenda Timnas, Arema FC Datangkan Staf Pelatih Baru usai Pecat Fernando Valente
-
Suasana Rumah Duka Mendiang Blacius Subono, Seniman yang Meninggal Saat Kampanye Ganjar Pranowo
-
Berlabuh di Port FC, Siapa Saja Pesaing Asnawi di Sektor Kanan Pertahanan?
-
2 Fakta Menarik Jelang Bentrokan Timnas Indonesia vs Vietnam, Garuda di Atas Angin?
-
Hamka Hamzah Bela Shin Tae-yong, 'Sentil' Bung Towel Cs Ajak Pegiat Sepak Bola saat Beri Kritik
Ulasan
-
Mengurai Benang Kusut Persahabatan dalam Novel Other People's Summers
-
Pantai Tablolong, Wisata Populer dengan Ciri Khas Lopo Unik di Kupang
-
Bicara Luka Memang Tidak Mudah dalam Film Mungkin Kita Perlu Waktu
-
Benteng Tolukko, Kini Jadi Objek Wisata Sejarah di Ternate
-
Dari Pop ke Dangdut: Transformasi Epik Anya Geraldine di Film Mendadak Dangdut!
Terkini
-
Jadwal Laga Final Thailand Open 2025, Didominasi Wakil dari Empat Negara
-
Jadi Pelatih Tinju, Jamie Foxx Resmi Bergabung di Film Fight for '84
-
KISS OF LIFE Batal Tampil di KCON LA 2025, Imbas Isu Apropriasi Budaya
-
Ngajar di Negeri Orang, Pulang Cuma Jadi Wacana: Dilema Dosen Diaspora
-
BRI Liga 1: Madura United Terhindar dari Degradasi, Bali United Gigit Jari