Klenik atau horor Jawa memang menarik untuk dijadikan ide pokok suatu buku. Nggak hanya menyajikan horor lokal atau bahkan urband legend daerah saja, nggak jarang kita akan disuguhi percakapan nyentrik khas Bahasa Jawa beserta dialek yang mengindikasikan wilayah tertentu.
Sebagaimana buku bertajuk Karung Nyawa, yang bikin merinding, sekaligus dibanting di endingnya!
Identitas Buku
Judul: Karung Nyawa
Penulis: Haditha
Bahasa: Bahasa Indonesia, beberapa dialek Bahasa Jawa
Tebal: 220 halaman
Tahun Terbit: 2018
Penerbit: Bukune
Kota Terbit: Jakarta
Sekilas Tentang Karung Nyawa
Karung Nyawa adalah novel karya Haditha yang mengangkat horor lokal yang dipadukan dengan bumbu fantasi, persahabatan, dan misteri. Novelnya sendiri menggunakan latar era 2000’ an awal, dalam balutan background sosial Jawa. Bukan bermaksud SARA, tetapi kuakui beberapa dialog memang diucapkan dengan slang dan dialek Jawa.
Novel terbitan Bukune ini menyajikan sampul yang sederhana, tapi full makna sekaligus menjadi spoiler ceritanya. Dengan latar belakang kuning polos, seorang pemulung bercapil dan membawa arit/clurit serta karung, yang meninggalkan garis ‘kemerahan panjang’. Hoho!
Sinopsis Karung Nyawa
Karung Nyawa sejatinya menyajikan petualangan mengerikan empat sekawan bernama Johan ‘Hanoman’ Oman alias Oman, Janet Masayu, Zan Zabil Tom Tomi, dan Tarom ‘Gawat’.
Keempatnya adalah pemuda dan pemudi dari Purwosari, dengan background berbeda. Oman adalah pemilik konter pulsa, Janet sebagai pemandu lagu, Zabil sebagai penjaga warnet, dan Tarom si cucu dukun yang kadang suka ngomong sendiri.
Pertemanan mereka nggak hanya diisi keluh kesah susahnya cari duit saja, melainkan soal penemuan jasad perempuan tanpa kepala yang sudah terjadi dua kali, dalam rentang waktu yang lama. Kejadian pertama terjadi ketika empat sekawan ini masih bocil, dan kejadian kedua justru membawa mereka masuk ke dunia ‘gelap’.
Kejadian demi kejadian, mayat demi mayat, dan petunjuk-petunjuk yang bertebaran dibarengi dengan insting tajam nan gila Tarom ‘Gawat’ sebagai cucu dukun paling sakti pun tertuang dalam buku ini. Mereka bahkan berhasil bertualang ke dunia lain atas bantuan makhluk halus ‘kenalan’ Tarom, hanya untuk menyadari bahwa villain dan dalang dari setiap pembunuhan tersebut adalah orang yang dekat dengan mereka.
Seseorang yang menyimpan dendam dan iri dengki, hingga berani menempuh jalan gelap dan menyebarkan teror seantero desa. Dengan simbol nggak terbantahkan, karung ‘berisi’ nyawa.
Novel Epic Penuh Misteri dan Ending Plot Twist
Pas selesai baca, haha, aku ketawa dan menghembuskan napas. Nggak berat sih, tapi nggak terduga.
Karung Nyawa dari awal memang menjanjikan misteri bercampur fantasi dan sentuhan horor klenik khas Jawa ya. Yang mana diwakili oleh fenomena Toklu atau Ketok Gulu (potong leher/penggal kepala) yang sudah menyebar ke beberapa wilayah walau dengan istilah masing-masing. Toklu sendiri konon dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan ilmu hitam, walau nggak tahu betulan atau tidak. Jujur saja kata Emak, jamanku kecil dulu fenomena ini asli bikin resah orang-orang.
Ceritanya sendiri mengadaptasi daily conversation orang-orang, dengan beberapa slang bahasa lokal bahkan kebiasaan memanggil orang dengan julukan tertentu. Seperti Johan Oman yang sering juga dipanggil Hanoman karena kepiawaiannya memanjat pepohonan sewaktu kecil, maupun Tarom ‘Gawat’ karena sering bergumam ‘gawat, gawat, gawat’. Hal ini masih berlangsung sampai sekarang sih, di daerahku.
Dari fenomena Toklu dan penemuan jasad perempuan tanpa kepala inilah, misteri dan horor kleniknya dimulai. Mengapa korbannya selalu perempuan?
Jujur saja aku menikmati alur novel ini karena ringan dan mudah dicerna. Tanpa menggunakan istilah-istilah rumit, tapi eksekusinya mantap. Pun penjabaran mengenai para makhluk halus disitu pun nggak sulit buat dibayangkan, walau bikin ketakutan haha. Misterinya dibuka pelan-pelan, dengan menyajikan gong menjelang ending.
Asli, aku nggak terima dengan ending bahkan kala itu sempat DM kepada kak Haditha. So sorry sekali, Karung Nyawa menyajikan ending lumayan gantung, padahal dari awal pembaca sudah dag dig dug ser. Apa ya, serasa masih ada yang mengganjal, padahal villain sudah terkuak. Hanya saja, ish, pokoknya nggak terima novel ini berakhir hanya dengan Janet menjadi gila, dan Tarom yang dirasuki iblis menghilang entah kemana begitu saja.
Emosi Serasa Naik Roller Coaster
Memendam dendam dan iri dengki memang bikin badan dan pikiran sakit. Namun, dalam Karung Nyawa justru dieksekusi ciamik, yang sempat bikin aku terenyuh tapi keburu sadar.
Villain sesungguhnya sekaligus dalang dari pembunuhan para perempuan memang ayah Tarom. Dilandasi iri dengki dengan saudara dan keluarga yang punya kemampuan paranormal kuat, sedangkan dia nggak ada. Boleh dikata, dirinya adalah anomali dalam keluarga.
Pun ketika menemukan tambatan hati yang sama-sama ‘orang biasa’, kebahagiaannya kandas saat anaknya yakni Tarom memiliki kemampuan kebatinan yang kuat, disusul dengan kematian istrinya. Dia menjadi kalap, dan nekat membuat perjanjian dengan iblis demi menghidupkan istrinya kembali.
Oke, disini unsur fantasi horornya kuat ya. Bahkan cukup template dengan beberapa kisah horor dengan scene membuat perjanjian dengan iblis. Meski begitu, kak Haditha berhasil menyuguhkan scene klise tersebut dengan permainan diksi, dan tense yang mampu berpindah dengan cepat. Pembaca serasa diajak naik roller coaster sih, di detik ini kita melankolis karena kesedihan, di detik berikutnya kita dibawa pada kebencian. Detik berikutnya, sangat menegangkan karena scene ‘kejar-kejaran’ sebelum mencapai ending.
Pentingnya Membuang Sikap Iri Dengki
Kendati Karung Nyawa menyampaikan kisah yang menakutkan, novel ini juga ngasih pelajaran soal membuang dendam dan iri dengki. Sekalipun sakit dan sulit, yah dilanjut saja lah.
Aku nggak akan berusaha menggurui atau memotivasi ya, karena pada dasarnya setiap orang memiliki background dan rintangan masing-masing. Tapi yang bisa kuucapkan adalah, sabar dan tolong dibuang jauh-jauh dendam dan iri dengki itu.
Karung Nyawa juga menyuguhkan pesan untuk menjauhi segala persekutuan dengan iblis atau setan, sebab itu semua hanyalah tipu daya. Toh, selalu ada harga yang harus dibayar untuk transaksi begitu. Entah nyawa sendiri, atau teror mengerikan sekampung.
After all, aku memberikan nilai 8 untuk Karung Nyawa. Baik dari segi ide cerita yang fresh dan unik, eksekusi alur dan diksi yang ringan nan cantik, maupun pesan moral yang kuat. Namun, sekali lagi aku belum terima dengan ending yang terkesan menggantung ya. So, kamu berminat baca?
Baca Juga
-
Ulasan Novel Rumah Lentera: Teenlit Yang Nggak Cuma Omong Kosong Remaja
-
Moringa Oleifera: Suara Alam dalam Intrik Mistik dan Gema Reboisasi
-
Mengompos: Healing Buat Manusia Yang Patah Hati, Healing Buat Bumi
-
Bancakan Pitulasan: Tradisi Unik Ramaikan HUT RI yang Menyatukan Perbedaan
-
Ulasan Novel Lewat Tengah Malam: Teror dan Misteri dari dalam Kulkas Bekas
Artikel Terkait
-
Novel Ada Zombie di Sekolah: Ketika Pesta Olahraga Berubah Jadi Mimpi Buruk
-
Bus Royaltrans Terbakar di Tol Dalam Kota, Transjakarta Minta Maaf dan Janji Evaluasi Armada
-
Belum Ada Opsi, Bos Danantara Bingung Utang Kereta Cepat Jadi Polemik
-
Pemprov DKI Ambil Alih Penataan Halte Transjakarta Mangkrak, Termasuk Halte BNN 1
-
Aksi Tolak Raperda KTR, Pekerja Hiburan Malam Demo di DPRD DKI
Ulasan
-
Review Film The Woman in Cabin 10: Mengulik Misteri di Tengah Lautan
-
Novel Ada Zombie di Sekolah: Ketika Pesta Olahraga Berubah Jadi Mimpi Buruk
-
Ulasan Novel Rumah Lentera: Teenlit Yang Nggak Cuma Omong Kosong Remaja
-
Istora Menggema! Kisah Kamil dari Depok Kejar Mimpi Juara di AXIS Nation Cup 2025
-
Review Film Yakin Nikah: Sederhana, tapi Bikin Betah Nonton
Terkini
-
Inspo OOTD Nyentrik? 4 Gaya Streetwear Playful ala Seulgi Red Velvet
-
Sabar dan Tetap Senyum, Intip Momen Nikita Willy Hadapi Tingkah Aktif Issa
-
Gigih Bercerai! Andre Taulany Sudah Tinggalkan Rumah Sejak 1 Tahun Lalu
-
Perjalanan Tim-Tim ASEAN di Kualifikasi Piala Dunia 2026, Banyak yang Gugur di Ronde Kedua!
-
Kimetsu no Yaiba: Infinity Castle Dianugerahi "International Animation Award"