Ketika nasib buruk menimpa kita, terkadang sangat sulit untuk tetap memiliki pikiran yang positif. Sebagaimana yang dialami oleh Kate Bowler, seorang penyintas kanker yang merasa bahwa kebahagiaannya akan segera berakhir seiring vonis dokter yang menjelaskan tentang penyakit yang dialaminya.
Meskipun ia sempat terpuruk, namun ajaran mengenai teologi kemakmuran membawanya pada perenungan tentang hakikat cobaan yang menimpanya.
Hal tersebut kemudian tertuang dalam buku berjudul 'Segala Sesuatu Terjadi Untuk Sebuah Alasan.' Sekilas buku ini terlihat seperti sebuah memoar yang menceritakan perjuangan penulis untuk menemukan makna dari perjalanan hidupnya.
Saat membaca buku ini, saya seolah bisa merasakan betapa penulis amat frustasi dengan kondisi yang ia alami.
Buku ini berisi pengalaman yang sarat dengan beban emosional yang bisa membuat kita turut hanyut dengan keresahan yang dialami penulis tersebut.
Ia divonis mengalami kanker usus besar stadium 4 saat hidup sedang membawanya pada puncak kebahagiaan.
Ia menjalani karier impiannya, menikah dengan kekasihnya, lalu dikaruniai seorang anak yang telah bertahun-tahun didamba.
Di tengah proses menyelesaikan tesis serta peran barunya sebagai ibu, kabar penyakit itu datang seperti teror yang meruntuhkan bangunan kebahagiaannya dalam sekejap.
Kate Bowler merasa depresi, dan kehilangan semangat untuk melanjutkan hidup.
"Ini seperti kita semua mengambang di laut, berpegang pada tabung di dalam diri kita sendiri. Kita semua mengambang, tetapi orang tampaknya tidak tahu bahwa kita semua akan tenggelam" (halaman 57).
Kalimat di atas adalah salah satu pernyataan yang diungkapkan oleh Kate terkait akhir kehidupan yang akan menimpa seseorang. Beberapa di antara kita akan tenggelam lebih cepat daripada yang lain. Tapi pada intinya, semuanya akan tenggelam cepat atau lambat.
Namun kepungan rasa stress dan depresi yang dialami oleh Kate justru membawanya pada perenungan mencari makna kehidupan dan kematian.
Meskipun pembahasan ini sebenarnya sensitif bagi sebagian orang, namun Kate berhasil membuat narasi yang optimistik tentang bagaimana menyikapi fase terburuk dalam hidup tersebut.
Sebenarnya, buku ini adalah jenis buku yang mampu menggugah perasaan pembaca. Namun sayang sekali kualitas terjemahannya masih amat kaku.
Meskipun tidak nyaman ketika membaca buku versi terjemahan, tapi saya tetap bisa merasakan bagaimana seorang Kate Bowler benar-benar berhasil membuat memoar yang menyentuh dan menginspirasi tentang pengalaman hidupnya.
Baca Juga
-
Ulasan Buku 'Di Mars yang Marah': Cerita Seru saat Melalui Badai Pasir
-
Suka Menunda? Ini 4 Tips Meraih Kesungguhan Kerja dalam Buku Deep Work
-
Ulasan Buku Income Pentagon, 5 Cara Tingkatkan Kemapanan Finansial
-
Ulasan Novel Savanna dan Samudra, Kisah Romansa Pramusaji di Sebuah Kafe
-
Ulasan Buku Berpikir Non-Linier, Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Otak
Artikel Terkait
-
Review Buku Bersinar Meski Berbeda: Menghadirkan Kecerahan di Kegelapan
-
Motivasi Menulis dalam Buku 'Bukan Sekadar Nulis, Pastikan Best Seller!'
-
Buku Kapan Nanti: Kepedihan dan Frustasi di Balik Cerita Tentang Anak-anak
-
Novel 'Sekotak Senja untuk Nirbita', Luka dari Hidup yang Penuh Plot Twist
-
Memahami Manusia Lewat Kata-Katanya dari Buku 'The Dignity Of Words'
Ulasan
-
Dari Anak Nakal Jadi Pahlawan Kota: Kisah Seru di Balik The Night Bus Hero
-
Imbas Ulah Lembaga Sensor, Kenikmatan Nonton Film The Red Envelope Jadi Hilang
-
Wisata Air Terjun Lapopu, Disebut-sebut Tertinggi di Sumba
-
Review Lagu Wide Awake: Ajakan Bertahan Saat Dunia Terasa Sedang Runtuh
-
Kisah Anak Pengungsi dari Suriah dalam Novel The Boys at the Back of The Class
Terkini
-
6 Rekomendasi Drama China dari Pemain The Prisoner of Beauty
-
Gebrakan Baru Kluivert untuk Timnas Indonesia, Asnawi Mangkualam Comeback!
-
Bad Hair Day? Nggak Lagi! Intip 5 Gaya Rambut Simpel ala Go Min Si
-
Bukan Luffy, Oda Ungkap Karakter Ini Paling Dekat dengan Harta One Piece
-
Sinopsis Mungkin Kita Perlu Waktu, Upaya Sebuah Keluarga Lewati Duka