"The First Omen" sudah rilis sejak 3 April 2024 dengan durasi mendekati dua jam, dan merupakan film horor terbaru yang rupanya berhasil menarik perhatian penonton dengan kisahnya yang mencekam, kelam, dan brutal.
Sebagai prekuel dari franchise klasik "The Omen" (1976), yang kali ini diarahkan oleh Arkasha Stevenson, telah menimbulkan antusiasme tinggi sejak pengumuman produksinya. Film ini diramaikan oleh aktor dan aktris papan atas, seperti Nell Tiger Free, Tawfeek Barhom, Sonia Braga, Ralph Ineson, dan Bill Nighy.
"The First Omen" fokus pada perjalanan Margaret Daino, perempuan muda Amerika, yang dikirim ke Roma untuk memulai pengabdiannya di gereja.
Di sana, dia malah menemukan konspirasi gelap yang mengguncang imannya. Margaret bertekad mengungkap rahasia mengerikan, yang diyakini dapat melahirkan kejahatan terbesar di muka bumi.
Dengan bantuan seorang pastor yang memperingatkannya tentang konspirasi tersebut, Margaret menemukan dirinya terjebak dalam dunia kegelapan paling mengancam untuk menghancurkan segalanya. Ngeri banget!
Ulasan
Kukira ini film horor cupu, ternyata suhu! Ini termasuk film horor yang melebihi ekspektasiku. Ya, memang terkadang, ada film terlihat biasa saja pada awalnya, tapi bisa menyajikan pengalaman sangat menegangkan dan memuaskan sepanjang durasi bergulir. Salut banget, sih, untuk apa yang disuguhkan dalam Film The First Omen.
Paling menonjol dari film ini adalah penggunaan elemen horor sub-genre "body horror". Adegan-adegan mengerikan, brutal dan sadis, termasuk adegan melahirkan yang vulgar dan momen-momen tubuh manusia terbelah-belah, berhasil menciptakan ketegangan dan ketakutan mendalam.
Arkasha Stevenson berhasil menampilkan adegan-adegan tersebut dengan efek-efek visual menakutkan dan make-up cukup realistis, sehingga menciptakan pengalaman nonton yang membagongkan!
Pendekatan brutalnya sukses bikin pusing sekaligus nagih. Agak berlebihan memang, tetapi faktanya begitu. Namun, mengapa filmnya harus dibuat sedemikian gore, ya?
Perlu dipahami, adegan-adegan brutal dan sadis dapat menciptakan ketegangan yang lebih kuat dan meningkatkan intensitas horor dalam film. Hal ini membuat penonton merasa lebih terlibat dan terancam oleh ancaman dalam cerita. Selain itu, adegan-adegan brutal juga dapat meninggalkan kesan kuat pada penonton, jadi bikin terus teringat film itu (jika filmnya bagus).
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan kekerasan dalam film harus dilakukan dengan bijaksana dan mempertimbangkan sensitivitas penonton. Oleh karena itu, penulis dan sutradara harus mempertimbangkan keseimbangan dalam menciptakan ketegangan yang efektif.
Jujur saja, untuk penayangan di bioskop berbagai Wili di Indonesia, menurutku rating filmnya, seharusnya lebih cocok 21+ ketimbang 17+. Asli, gore-nya terlihat mulus dan seperti tak kena sensor. Pokoknya ngilu.
Kerennya lagi, "The First Omen" menawarkan plot twist tak terduga dan gila. Tanpa memberikan spoiler, plot twist ini berhasil memberikan dimensi baru pada cerita secara keseluruhan, meningkatkan ketegangan dan menjaga ketertarikan penonton hingga akhir film.
Para aktor dan aktris dalam film ini juga memberikan penampilan yang kuat dan meyakinkan. Nell Tiger Free berhasil membawakan karakter Margaret Daino dengan sangat meyakinkan, sementara Sonia Braga memberikan penampilan mengesankan sebagai Sister Silvia. Chemistry antara para pemain juga terasa kuat.
Namun, meskipun "The First Omen" berhasil menyajikan pengalaman menonton begitu mencekam dan memuaskan, tak semua penonton bisa suka treatment dalam filmnya.
Jadi, mana lebih bagus? Versi film klasiknya atau yang versi 2024? Kedua versi film, baik "The Omen" (1976) maupun "The First Omen" (2024) memiliki elemen horor menegangkan dengan atmosfer kelam. Namun, tingkat ketegangan dan keseraman agaknya cukup berbeda.
"The Omen" versi 1976 dianggap sebagai salah satu film horor klasik yang sangat menegangkan, dengan atmosfer suram dan kisah mencekam. Meskipun film ini terasa lebih lambat dibandingkan dengan film horor modern.
Sementara itu, "The First Omen" menawarkan pengalaman lebih modern dalam hal visual dan efek khusus. Dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan tentang apa yang bisa membuat penonton terkejut, film ini memiliki adegan-adegan gore yang lebih intens juga mengerikan secara visual.
Terlepas aku tidak terlalu kuat dengan efek sadis dan berapa momen vulgarnya, tapi harus kuakui ini film horor dengan kisah menarik dan bagus dari berbagai aspek. Maka, skor dariku: 8/10. Yakin nggak mau nonton? Awas, nanti nyesel, lho!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Film The Stringer - The Man Who Took the Photo: Menelusuri Jejak Fakta
-
Kontroversial dan Bikin Naik Darah! Film Ozora Sukses Mengaduk Emosi
-
Review Film Zootopia 2: Petualangan yang Lebih Dewasa dan Emosional
-
Review Film In Your Dreams: Serunya Petualangan Ajaib Menyusuri Alam Mimpi
-
Review Film Air Mata Mualaf: Mendalami Gejolak Batin Tatkala Pindah Agama
Artikel Terkait
-
5 Film Dibintangi Rajkummar Rao, Terbaru Ada Mr and Mrs Mahi dan Srikanth
-
Turunkan Berat Badan dengan Nonton Film Horor, Memang Bisa?
-
Film 'The Boy and the Heron' Pecahkan Rekor Box Office di China
-
Tak Hanya B.E.A.S.T. Glove, Ini 4 Senjata yang Dipakai Kong di Film Terbaru
-
Film 'The Equalizer 3' Kembali Bertengger di Top 10 Global Netflix
Ulasan
-
Review Drakor Shin's Project: Ada Ahli Negosiator di Balik Kedai Ayam Goreng
-
Ulasan Novel Cantik Itu Luka: Ketika Kecantikan Menjadi Senjata dan Kutukan
-
Review Film The Carpenter's Son: Reinterpretasi Kitab Injil yang Apokrif
-
Review Film Wicked: For Good, Penutup Epik yang Bikin Hati Meleleh
-
Review Film Lupa Daratan: Cerminan Gelap Dunia Artis di Indonesia
Terkini
-
Hemat Waktu dan Tenaga, Ini 7 Cara Efektif Membersihkan Rumah
-
4 Cleanser Korea dengan Kandungan Yuja untuk Wajah Sehat dan Glowing
-
Menopause Bukan Akhir, tapi Transisi yang Butuh Dukungan
-
Rilis Trailer, Film Alas Roban Kisahkan Teror Mistis di Hutan Angker
-
Totalitas Tanpa Batas: Deretan Aktor yang Rela Ubah Penampilan Demi Peran