Buku "The Gift of Imperfection" ditulis oleh Brené Brown, seorang penulis terkenal yang bukunya masuk dalam daftar best-seller New York Times. Buku ini adalah hasil dari penelitian yang ekstensif dan telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.
Dalam buku "The Gift of Imperfection", Brené Brown mengundang kita untuk menerima diri kita sebagaimana adanya, mengurangi kekhawatiran tentang pandangan orang lain terhadap kita. Sehingga kita dapat lebih mencintai dan menerima diri kita sendiri, meskipun kita tidak sempurna.
Buku ini mengajarkan bahwa ketidaksempurnaan sejatinya adalah anugerah, namun seringkali kita merasa terdorong untuk menyembunyikan ketidaksempurnaan tersebut.
Buku ini berfungsi sebagai panduan tentang bagaimana kita dapat hidup dengan ketidaksempurnaan kita di dunia yang sering kali memuja kesempurnaan.
Banyak dari kita terobsesi dengan citra kesempurnaan yang kita lihat di media atau yang dianut oleh budaya masyarakat, yang pada akhirnya membuat kita hidup di balik topeng untuk menutupi kekurangan kita.
Buku ini juga menjelaskan bahwa salah satu alasan kita tidak dapat hidup sebagai diri yang sebenarnya adalah karena terlalu memperhatikan pendapat orang lain, yang terkadang membuat kita memaksakan diri untuk menjadi versi dari diri kita yang diinginkan orang lain.
Di era media sosial saat ini, di mana setiap orang berusaha menampilkan dirinya secara sempurna, kita sering kali merasa tidak percaya diri dan takut untuk menunjukkan diri yang sebenarnya, yang dapat menyebabkan perasaan rendah diri.
"The Gift of Imperfection" mengungkap bahwa setiap manusia memiliki rasa malu, dan ketika rasa malu itu muncul, sering kali takut akan penolakan, takut ketidaksempurnaan diketahui orang lain, dan cenderung menyalahkan diri sendiri atau rasa malu itu.
Brené Brown menjelaskan bahwa keputusan untuk menjadi diri sendiri adalah keputusan yang harus kita ambil setiap hari, bukan sekali seumur hidup.
Kita mungkin menjadi diri yang sebenarnya di rumah bersama orang-orang terdekat, namun ketika berada di luar, kita sering kali kembali memakai topeng.
Keberanian adalah kunci untuk tidak takut menjadi berbeda, tidak takut dijauhi, dan tidak takut menunjukkan kekurangan kita. Ketika kita berani menjadi diri kita sendiri, hidup kita akan lebih tenang daripada jika kita hidup dalam kepalsuan.
Jadi, bagi kamu yang saat ini merasa tidak percaya diri, merasa tidak sempurna, takut, dan rendah diri, buku ini mungkin adalah buku yang tepat untukmu.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Sampah Bukan Akhir Cerita? Pelajaran dari Novel 'Sampah di Laut Meira'
-
Review Avatar: The Last Airbender, Keajaiban Visual dan Tantangan Adaptasi
-
Review Ro Gi Wan: Perjuangan Loh Kiwan dalam Drama Romantika yang Menyentuh
-
Review Buku Pengantin Setan: Misteri Enam Pesan Kematian
-
Punya Keunggulan Fantastis, Kamu Pilih Insta360 X3, ONE RS, atau ONE RS 1 Inch?
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Persona: Kisah Remaja dalam Menghadapi Ekspektasi Sosial
-
Ulasan Buku High Value Woman: Menjadi Perempuan Berprinsip dan Percaya Diri
-
Perspektif Penyakit dan Perawatan dalam Buku "How to Tell When We Will Die"
-
Ulasan Buku Seni Mewujudkan Mimpi Jadi Kenyataan Karya James Allen
-
Buku Beauty and The Bad Boy: Terus Didesak Nikah dan Dipepet Brondong Tajir
Ulasan
-
Ulasan Novel Persona: Kisah Remaja dalam Menghadapi Ekspektasi Sosial
-
Ulasan Buku High Value Woman: Menjadi Perempuan Berprinsip dan Percaya Diri
-
Perspektif Penyakit dan Perawatan dalam Buku "How to Tell When We Will Die"
-
Ulasan Film Forbidden Dream, Kisah Sejarah Dua Pemimpi Hebat Era Joseon
-
Ulasan Buku Seni Mewujudkan Mimpi Jadi Kenyataan Karya James Allen
Terkini
-
3 Film Korea Bertema Sejarah yang Hadirkan Beragam Kisah Menggugah
-
Ada Pop Ballad, Irene Red Velvet Usung Beragam Genre di Album Like A Flower
-
Kenang Mendiang Aktor Song Jae Rim, Aktris Kim So Eun Tulis Pesan Menyentuh
-
Sehat ala Cinta Laura, 5 Tips Mudah yang Bisa Kamu Tiru!
-
ILLIT Rasakan Debaran Jantung yang Kencang di MV Lagu Terbaru 'Tick-Tack'