Ketika kita menjalankan suatu pekerjaan, terkadang kita bergerak begitu saja tanpa mempertanyakan apa pun. Seakan hal tersebut sudah menjadi rutinitas yang memang mesti kita selesaikan.
Bertanya artinya mengambil jeda sejenak dan membuat segalanya berjalan lebih lambat karena kita membutuhkan waktu untuk mencari jawaban. Bukan tidak mungkin, terlalu banyak bertanya justru bisa menghambat aktivitas kita.
Namun, jika kita renungkan sejenak, bukankah dengan berani mengajukan pertanyaan pada status quo adalah bentuk pemaknaan? Apa bedanya kita dengan robot, mesin, maupun benda mati lainnya jika kita tidak memperoleh makna atas apa yang kita lakukan sehari-hari?
Hal itulah yang menjadi premis utama dalam buku berjudul 'Do: Bakteri yang Selalu Bertanya', karya Miranda Malonka ini.
Buku ini mengangkat sebuah cerita unik tentang bakteri kecil bernama Do yang selalu punya pertanyaan atas apa pun yang ia lakukan.
Ketika para bakteri dalam koloninya tengah sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing tanpa tahu maksud dan tujuan mereka bekerja, Do justru selalu hadir dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka.
"Untuk apa ia bekerja? Apakah ada kehidupan lain yang berada di luar koloninya? Dan kalaupun ada, sebesar apa dunia luar yang belum pernah ia jangkau itu?"
Lewat pertanyaan tersebut, Do pun melakukan petualangan untuk mencari jawaban atas segala pertanyaannya yang tak terjawab.
Perjalanan itu berbarengan dengan adanya "serangan" salep dan sel darah putih yang menyerang koloninya. Mau tidak mau, Do pun terusir dan harus melakukan perjalanan seorang diri demi menyelamatkan dirinya.
Dalam perjalanan tersebut, ia bertemu sel darah merah, sel tulang, keping darah, hingga perjalanan terakhir yang membawanya bertemu sel otak.
Personifikasi karakter bakteri dan sel-sel inilah yang menjadi keunikan buku ini. Dengan mengambil sudut pandang dari bakteri dan sel-sel tubuh yang seakan bisa berbicara, penulis mengajak kita agar bisa merenungkan hakikat dan eksistensi diri kita di antara dunia yang luas ini.
Lewat banyak pertanyaan mendasar yang seharusnya juga dipertanyakan oleh manusia, Do menjadi perwakilan yang bisa memantik kita agar ikut berpikir kritis.
Satu hal yang rasanya amat menggelitik dari petualangan Do ini. Bahwa Do menyadarkan pembaca jika manusia juga kerap saling menyakiti tanpa mereka sadari, hanya demi bertahan hidup.
Sebagai manusia, kita kerap menyalahkan bakteri yang menjadikan kita sebagai inang. Namun tanpa sadar, dengan numpang hidup di bumi dan terus mengeruk kekayaannya sampai bumi ini rusak, apa bedanya manusia dengan bakteri?
Bagi kamu yang tertarik dan ingin ikut menyelami apa yang dipikirkan oleh bakteri dan sel-sel tubuhmu andai mereka bisa berbicara, yuk simak cerita serunya lewat buku ini!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku El Nino La Nina Rumah Tangga: Bahas Pernikahan dengan POV Realistis!
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku The Spontaneous Healing of Belief, Bukti Keajaiban Menurut Ilmiah
-
Sampah Bukan Akhir Cerita? Pelajaran dari Novel 'Sampah di Laut Meira'
-
4 Rekomendasi Buku Parenting, Siap Jadi Orangtua Millenial
-
Ulasan Buku Family Constellation, Sembuhkan Luka Batin Warisan Keluarga
-
Rumah Berantakan? Simak Metode Berbenah Khas Indonesia di Buku 'Gemar Rapi'
Ulasan
-
Review Film Troll 2: Sekuel Monster Norwegia yang Epik!
-
Review The Great Flood: Kisah Kim Da Mi Selamatkan Anak saat Banjir Besar
-
Hada Cable Car Taif: Menyusuri Pegunungan Al-Hada dari Ketinggian
-
Ulasan Novel Janji, PerjalananTiga Santri Menemukan Ketulusan Hati Manusia
-
Review Film Avatar Fire and Ash: Visual Memukau, tetapi Cerita Terasa Mengulang
Terkini
-
Trailer Live-Action Look Back Resmi Dirilis Adaptasi Manga Tatsuki Fujimoto
-
Dari Warisan Kolonial ke Kota Sporadis: Mengurai Akar Banjir Malang
-
Marsha Aruan Kunjungi Masjid Agung Sheikh Zayed di Dubai, Netizen: Mualaf?
-
Aktor James Ransone Tutup Usia di Umur 46 Tahun, Ini Penyebabnya!
-
7 Teknik Jepang untuk Atasi Overthinking yang Bisa Kamu Coba