Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Rie Kusuma
Cover novel Rumah Kayu Itu (Ipusnas)

Ungkapan yang menyebutkan ‘Don’t judge a book by its cover’ agaknya akan sangat tepat jika ditujukan pada novel Rumah Kayu Itu, karya dari Marliana Kuswanti. Sampul muka novel ini begitu manis, tetapi saat saya membacanya, ternyata kisah di dalamnya begitu kelam. Amat jauh dari kesan manis.

Novel keluaran Penerbit Bhuana Sastra pada tahun 2019 ini bergenre thriller dan merupakan cerita berbingkai, yaitu cerita di dalam cerita.

Sebelum saya lupa, di halaman persembahan, sang penulis mendedikasikan novel ini untuk seorang gadis bernama Stephanie Hopkins, yang tewas dengan luka tusukan di sekujur tubuhnya.

Adapun ceritanya sendiri berpusat pada sebuah rumah tua tak berpenghuni yang berada di seberang rumah Stephanie, tokoh utama dalam novel ini. Kisah-kisah seram yang beredar tentang rumah kayu tersebut, membuat Stephanie penasaran dan mencari tahu kebenaran ceritanya.

Melalui cerita dari kedua orang saudaranya, Donny dan Lucy, dan dari seorang sepupunya, Laura, Stephanie mendapat tiga kisah mengerikan tentang penghuni rumah kayu tersebut. Satu per satu kisah tersebut lalu diungkapkan dan cukup membuat saya selaku pembaca menjadi jeri.

Kematian demi kematian tragis dialami setiap orang yang menghuni rumah kayu, sejak rumah tersebut ditinggali Tuan Antonio dan Nyonya Adam Walker, sampai ketika ditempati pasangan muda.

Lucia Norman, seorang perawan tua di desa, meramalkan bahwa bayi pasangan muda tersebut kelak akan menyebabkan petaka. Tak ada yang mempercayai Lucia, sampai rentetan kematian mengenaskan terjadi pada orang-orang yang membersamai kelahiran si bayi.

Namun, kisah paling menyeramkan dari rumah kayu adalah ketika rumah tersebut ditinggali Elizabeth Drough, yang bekerja sebagai penulis. Setiap kematian yang terjadi di desa, selalu sama persis dengan cerita-cerita yang dibacakan Elizabeth Drough pada penduduk desa di setiap senja.

“Coba ingat-ingat lagi, Peter! Pernahkah kejadian seburuk yang menimpa ayahmu dan Rimpell terjadi di desa ini sebelumnya? Lebih tepatnya sebelum Elizabeth Drough datang dan membacakan cerita-ceritanya?” (Hal. 218)

Saya terkesima dengan alur cerita dalam Novel Rumah Kayu Itu yang begitu rapi. Jalinan kisah-kisah yang berdiri sendiri disatukan dengan benang merah yang melibatkan rumah kayu dan segala misterinya.

Dengan gaya bercerita ala novel terjemahan, penulis menyajikan kisah-kisah kematian paling tragis yang membuat saya bergidik karena balutan kekejaman yang terangkai di dalamnya. Salah satunya dalam Mawar Merah di Bukit Hening.

Novel ini juga menyimpan sejumlah plot twist dan yang paling nge-twist menurut saya, ada pada kejutan yang disimpan di akhir halaman untuk tokoh dalam novel ini, Stephanie, dan agaknya, merupakan teka-teki yang bersanding dengan kisah kematian Stephanie Hopkins.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Rie Kusuma