Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Tika Maya Sari
Cak Diqin (Youtube/Cak Diqin Official)

Sebagai seorang seniman, Cak Diqin ternyata cukup mahir mencari inspirasi untuk karyanya. Tidak melulu menggunakan tema patah hati yang itu-itu saja, Cak Diqin lantas menciptakan karya dari nama-nama kereta api di Indonesia. Sepur Argo Lawu judulnya.

Lagu ini bergenre campursari dengan memakai bahasa Jawa Ngoko. Nilai estetika lagu Sepur Argo Lawu tersaji bukan hanya dari pemilihan diksi, melainkan juga pemakaian model parikan atau pantun jawa. Hal ini tentu menambah nilai plus bagi penikmat campursari.

Lagu ini sepertinya memang dibuat untuk bernyanyi duet, karena pembagian lirik. Pada lirik pertama, dinyanyikan oleh penyanyi laki-laki. Berikut liriknya: Sepur, sepur Argo Lawu. Mlayune menyang Jakarta. Ancur, ancure atiku. Bacut edan, kowe ra tresna. (Kereta, kereta api Argo Lawu. Pergi menuju Jakarta. Hancur, hancurnya hatiku. Aku terlanjur sayang, eh kamu nggak cinta.)

Selain kereta Argo Lawu, terdapat juga kereta api Dwipangga, Argo Wilis, Argo Mulya, Argo Anggrek, Argo Bromo, hingga Sri Tanjung, yang digunakan sebagai lirik lagu ini. Tentunya disisipi oleh curhatan hati yang justru terdengar candu dan menimbulkan gelak tawa.

Lagu Sepur Argo Lawu memiliki irama yang riang, meski sejatinya menunjukkan kisah cinta yang tidak semulus drama. Hal ini disebabkan karena tidak mendapat restu orang tua. Ini ditunjukkan dalam lirik: Bukannya aku tak cinta, karena dimarah oleh bapak saya.

Selain itu, lagu ini juga membahas persoalan selera anak dengan orang tua yang seringkali tidak sama. Dimana saat si anak sudah memiliki perasaan yang sama, eh orang tuanya malah menetapkan standar tinggi.

Intinya, lagu ini mengangkat tema yang cukup relate dalam masyarakat. Seperti lirik: Sepure Argo Mulyo, pilihane bapakku sing sugih dunyo (Keretanya Argo Mulyo, pilihan bapakku orang yang kaya raya)

Oleh karena tidak direstuinya hubungan tersebut, lirik lantas menyebutkan keinginan gila yang justru menjadi punchline lagu ini. Sekali lagi, Cak Diqin berhasil membawa gelak tawa.

Wes tak pikir wes tak pethung. Pethuk bapakmu, sesuk tak penthung. (Sudah kupikir, sudah kupertimbangkan. Ketemu bapakmu, besok ku-penthung.)

Kata 'penthung' di sini memiliki makna harfiah 'memukul kepala'. Namun, istilah ini biasa menjadi guyonan dalam bahasa Jawa, meski juga bisa memiliki makna serius, tergantung pada penyampaian dan susunan kalimatnya. Kalau dalam lagu ini sih, sudah pasti hanya sebagai guyonan semata ya.

Terlepas dari itu, pesan dalam lagu ini cukup atau bahkan sangat relate dengan situasi dan kondisi di lapangan lho.

Tika Maya Sari