Mendapatkan jodoh setelah melalui proses pacaran, saling mengenal, sampai ke tahap pernikahan, mungkin menjadi jalur umum yang dilalui banyak pasangan.
Namun, tak semua orang semudah itu untuk mendapatkan pasangan hidup, yang akan menemani sampai akhir hayat. Ada juga orang-orang yang susah mendapatkan jodoh, hingga butuh pihak lain untuk membantu mencarikan jodoh mereka.
Seperti yang dialami oleh tokoh Hessa dalam novel My Bittersweet Marriage karya dari Ika Vihara. Ibunda Hessa getol mengenalkan Hessa pada anak-anak temannya, karena Hessa di usianya yang sudah 27 tahun masih betah melajang.
Menyadari adiknya juga ingin menikah tapi tak ingin melangkahi sang kakak, serta usianya yang semakin riskan untuk memiliki anak, akhirnya Hessa menerima perjodohan dengan Afnan. Cowok blasteran berkewarganegaraan Denmark, anak dari teman ibunya.
Menikah tanpa cinta dan terpaksa menetap di kota Aarhus, Denmark, serta meninggalkan pekerjaan yang sangat ia cintai dan mendadak jadi pengangguran, membuat Hessa merasa tertekan.
Belum lagi kendala bahasa, kultur, masyarakatnya yang rasis, dan musim dingin yang tak bersahabat, membuat Hessa akhirnya terserang Seasonal Affective Disorder (SAD).
SAD membuat penderitanya merasa depresi tanpa alasan yang jelas. Namun, penyebabnya dipercaya karena sedikitnya sinar matahari dan panjangnya malam hari selama musim dingin, yang memengaruhi kinerja bagian otak, hypothalamus. (Hal. 161)
Lantas bagaimana dengan nasib pernikahan Hessa dan Afnan ketika Hessa merasa hanya ia yang berkorban? Apakah Afnan menyetujui keputusan Hessa, saat istrinya itu ingin kembali ke Indonesia?
Sebagai novel perdana, My Bittersweet Marriage yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo ini menawarkan tema yang cukup jamak, tentang pernikahan tanpa cinta yang berawal dari perjodohan.
Konflik cerita beragam tapi tipis-tipis, mulai dari perihal perjodohan, pernikahan tanpa dasar cinta, adaptasi di negara baru, adaptasi terhadap pasangan, depresi Hessa, keguguran, sampai ribut-ribut yang biasa ada dalam rumah tangga.
Di pertengahan cerita, saya mulai merasa capek dan bosan. Sebabnya, karena konflik yang berputar-putar saja di Hessa yang mengasihani dirinya sendiri, karena belum bisa beradaptasi di negara baru dan Afnan yang terlalu cuek dan sibuk dengan pekerjaannya.
Karakter para tokohnya, Hessa dan Afnan, seperti bertentangan dalam cerita. Seperti Afnan yang ganteng, cerdas, mapan, tapi tidak pernah punya pacar, tidak pernah berciuman sampai usia 30 tahun (tapi sekalinya ciuman dengan Hessa langsung jago), sampai harus dicarikan jodoh oleh mamanya.
Lalu Hessa sebagai perempuan yang mandiri, saat berada di Denmark tiba-tiba ia menjadi pribadi yang manja, cengeng, lemah, pemarah, yang tidak sesuai dengan sifat sebelumnya yang anggun, penyayang, lembut, dan keibuan.
Saya juga agak terganggu dengan penggunaan tanda seru yang rasanya tidak perlu, di setiap tokohnya saling memanggil satu sama lain. Seperti, Hessa! atau Afnan! Padahal jarak mereka dekat dan sedang dalam obrolan biasa, bukan dalam suatu kondisi pertengkaran.
Hal yang membuat saya bertahan membaca novel ini, sepertinya karena novel ini berlatar tempat di Aarhus, Denmark. Penulis telah berhasil memberikan gambaran tentang negara tersebut dengan sangat mendetail. Saya harus mengacungkan jempol atas riset yang telah dilakukan penulis.
Sebelumnya, saya cuma tahu kalau Denmark itu negaranya Hans Christian Andersen. Namun, melalui novel ini, saya pun jadi tahu kalau Denmark itu negara yang rendah tingkat kejahatannya (mungkin karena kesetaraan kesejahteraan warganya), nama anak diatur negara, pendidikannya salah satu yang terbaik dengan ranking tinggi di dunia, dan masih banyak lagi.
Sebagai penutup, saya ingin memberikan salah satu bagian menarik yang ada di buku ini, sebuah wejangan dari orang tua untuk putrinya yang akan menikah.
“Pernikahan kalian mungkin nggak mudah. Karena kalian baru kenal, mungkin beberapa tahun pertama masih akan penuh dengan pelajaran komunikasi, kompromi, penyesuaian diri. Tapi, akhirnya kalian akan bahagia nanti, seperti Mama dan Papa ini. Perlu waktu juga kesabaran. Yang banyak sekali.”
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Novel Rasuk: Iri Hati, Amarah, dan Penyesalan yang Terlambat
-
Resensi Novel Voice: Kisah di Belakang Layar Para Voice Actor
-
Novel Petualangan ke Tiga Negara: Perjalanan Edukasi yang Sarat Pengetahuan
-
Resensi Novel The Infinite Quest, Kasus Penculikan dan Teknologi Awet Muda
-
Ulasan Novel Pak Djoko, Misteri Keluarga yang Dikemas dalam Bahasa Puitis
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Melacak Jejak Reva yang Terkuak, Perjuangan Melawan Kekerasan
-
Ulasan Novel 'The Clockmaker's Daughter', Menelusuri Dunia Masa Lalu
-
Mengulik Misteri di Balik Dunia Kriminal Lewat Buku Berjudul Dark Sacred Night
-
Mengungkap Rahasia Harta Terpendam dalam Novel 'Misteri Pulau Betuah'
-
Mendalami Arti Kata Cinta Bersama Novel 'Every Breath' yang Fenomenal
Ulasan
-
Gua Batu Hapu, Wisata Anti-Mainstream di Tapin
-
Ulasan Novel Hi Serana Adreena, Perjuangan Anak Pertama yang Penuh Air Mata
-
Teluk Kiluan, Spot Terbaik untuk Menyaksikan Kawanan Lumba-lumba di Lampung
-
Final Destination Bloodlines: Tawarkan Kedalaman Karakter dan Teror Mencekam
-
Ulasan Lagu Paranormal: Teman Minum Kopi di Pagi Hari Saat Sedang Jatuh Hati
Terkini
-
La La Land in Concert Siap Mampir Jakarta, Catat Jadwal dan Harga Tiketnya!
-
Venezia Terpeleset, Jay Idzes dan Kolega Harus Padukan Kekuatan, Doa dan Keajaiban
-
Ponsel Honor 400 Bakal Rilis Akhir Mei 2025, Usung Kamera 200 MP dan Teknologi AI
-
Jadi Kiper Tertua di Timnas, Emil Audero Masih Bisa Jadi Amunisi Jangka Panjang Indonesia
-
Realme Neo 7 Turbo Siap Meluncur Bulan Ini, Tampilan Lebih Fresh dan Bawa Chipset Dimensity 9400e