Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Ranti Riani Jhonnatan
Cover buku Ferryman (Gramedia)

Pernahkah kamu membayangkan bagaimana nantinya saat kamu telah meninggalkan dunia ini? Menyadari bahwa dirimu telah tiada? Kita semua tahu bahwa tidaklah kita kekal berada di dunia ini. Suatu hari nanti yang entah kapan, cepat atau lambat, kita akan menghadapi kematian.

Tak pernah terbayangkan oleh Dylan bahwa perjalanannya menuju ke tempat sang ayah yang belum pernah ditemuinya akan menjadi perjalanan menuju gerbang kematian. Terjaga dan tertatih-tatih menuju pintu keluar kereta api yang dinaikinya dengan harapan menemukan jalan keluar, menemukan orang-orang berbuah manis begitu ia mendapati adanya seorang pemuda yang terduduk di bukit sebelah kiri terowongan sambil memandanginya. Ia perkirakan bahwa usia pemuda itu tak begitu jauh darinya. Tristan adalah nama pemuda itu, sang pemandu roh di padang kekosongan.

Awalnya Dylan tidak mengetahui siapa Tristan sebenarnya dan ke mana arah tujuan mereka. Ia mengira pemuda itu sama sepertinya dan mereka tengah dalam perjalanan mencari bantuan. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi Dylan setelah mengetahui bahwa pikirannya salah?

Menggunakan alur maju dengan kecepatan yang sedang, Claire McFall membawa saya ke padang kekosongan yang memiliki suasana mencekam juga cuaca yang mudah berubah-ubah. Suasana mencekam bukan hanya karena daerah yang mereka lewati, melainkan juga karena adanya para wraith yang mengintai roh Dylan, menunggu untuk menyergapnya, membawanya ke bawah dan menjadikannya sama seperti mereka. Itulah salah satu tantangan Tristan dan Dylan, Tristan memiliki kewajiban untuk menjaganya agar dapat menyeberangi padang kekosongan dengan selamat. Namun, menghabiskan waktu bersama membuat ada yang berbeda di antara mereka, hubungan mereka terasa salah, tapi sulit untuk dielakkan yang akhirnya mengarahkan Dylan untuk berbalik melawan arus, membuatnya ingin memperjuangkan agar bisa tetap bersama Tristan.

Membaca buku ini membuat saya berpikir bagaimana jika saya tiada nanti, apa yang akan saya hadapi? Kematian tidak ada yang tahu, seperti Dylan yang mendapati dirinya meninggal pada usia yang masih muda. Namun, dengan mengejutkan ia tak meratapi dirinya sendiri seperti roh-roh lainnya. Lika-liku dalam perjalanan di padang kekosongan diisi dengan gerutuan dan kekesalan baik dari Tristan maupun Dylan. Meskipun penyebab kekesalan bagi mereka masing-masing sangat berbeda. Tingkah laku Dylan sempat membuat saya kesal karena yang dilakukannya bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, tapi juga Tristan.

Alur terus maju dan lambat laun penulis membuka lembaran-lembaran untuk mengetahui tentang Tristan lebih jauh dan kisah-kisahnya bersama roh yang pernah didampinginya. Ferryman merupakan buku pertama dari series Ferryman.Trespassers dan Outcasts adalah buku kedua serta ketiganya. Kendati masih memiliki buku lanjutan, akhir cerita pada buku pertama ini bisa dikatakan tidaklah menggantung. Benar masih tersisa pertanyaan, namun tidak sampai membuat saya merasa harus segera membaca buku keduanya untuk melepas rasa penasaran dan mengisi kekosongan.

Selain kisahnya yang menarik, saya juga menyenangi world-building-nya. Merasa cocok bukan hanya dengan kisah di dalamnya, melainkan juga dengan gaya penulisan sang penulis yang mengalir, saya akan melanjutkan buku kedua untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana nasib Tristan dan Dylan setelah mereka meninggalkan padang kekosongan dengan nekat. Kisah Tristan dan Dylan bukan hanya memanjakan saya dengan romansa antara manusia dan pemandu rohnya, namun juga membuat saya mengingat kematian yang sewaktu-waktu dapat tiba di depan mata.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Ranti Riani Jhonnatan