'Semasa' adalah novel yang terasa seperti pelukan hangat pada hati, menyentuh emosi dengan cara sederhana namun mendalam.
Cerita ini berpusat pada Coro dan Sachi, dua sepupu yang harus menghadapi kenyataan pahit melepas Rumah Pandanwangi, rumah yang menjadi saksi tumbuh kembang mereka dan tempat berlabuh kenangan keluarga.
Dengan premis yang sederhana, novel ini berhasil menggali tema-tema universal seperti keluarga, memori, kehilangan, dan berdamai dengan perubahan.
Salah satu kekuatan novel ini terletak pada dialognya yang natural dan penuh makna.
Teddy dan Maesy menghadirkan percakapan yang tidak hanya terasa nyata, tetapi juga menghidupkan karakter-karakter seperti Coro, seorang penulis yang sinis, Sachi yang emosional, Bapak yang sendu, dan Bibi Sari yang penuh keunikan.
Setiap interaksi menciptakan dinamika keluarga yang hangat namun penuh konflik, khas keluarga Indonesia.
Konfliknya sendiri tidak berat atau penuh dramatisasi, tetapi justru ini yang membuatnya begitu nyata.
Pertentangan antara keinginan mempertahankan kenangan dan kebutuhan untuk melangkah maju sangat relevan dengan kehidupan banyak orang.
Novel ini mengingatkan kita bahwa memori bukanlah sesuatu yang melekat pada barang atau tempat, melainkan hidup dalam hati dan pikiran kita.
Selain itu, gaya narasinya tenang namun tetap mengundang rasa ingin tahu. Teddy dan Maesy mampu menyampaikan bahwa perpisahan tidak selalu buruk, kadang itu adalah langkah yang diperlukan untuk menciptakan kenangan baru.
Novel ini pun penuh sentuhan humor pahit, terutama melalui sinisme Coro yang membuat pembaca merenung sekaligus tersenyum getir.
'Semasa' menjadi bacaan yang menenangkan namun menggelitik emosi. Bagi pembaca yang menyukai cerita dengan tema keluarga, hubungan, dan perjalanan menuju penerimaan, buku ini adalah pilihan tepat.
Dengan memadukan kesederhanaan cerita dan kedalaman makna, 'Semasa' mengajarkan bahwa hidup adalah tentang bersyukur atas kenangan indah, sekaligus berani melangkah ke depan.
Baca perlahan dan resapi setiap kalimatnya, karena 'Semasa' adalah cerita yang tidak hanya menghangatkan hati, tetapi juga mengajak kita merefleksikan arti rumah dan keluarga.
Pada akhirnya, hidup bukan tentang jumlah barang yang dimiliki, tetapi kenangan indah yang disyukuri. Bukan tentang banyaknya buku yang dipunya, melainkan buku yang dibaca dan kenangan di dalamnya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Mengungkap Sisi Lain Jakarta dalam Novel Cerita-Cerita Jakarta
-
Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi, Novel Fantasi dengan Petualangan Epik
-
Refleksi Kehidupan Perempuan dalam Kumpulan Cerita Pendek 'Mimi Lemon'
-
Mengulik Dinamika Persahabatan Dewasa dalam Novel 'Museum Teman Baik'
-
Menyesali Pilihan Hidup di Masa Lalu dalam Novel The Book of Two Ways
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Ugly Love, Permainan Hati yang Berujung Luka
-
Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi, Novel Fantasi dengan Petualangan Epik
-
Mengungkap Sisi Lain Jakarta dalam Novel Cerita-Cerita Jakarta
-
Refleksi Kehidupan Perempuan dalam Kumpulan Cerita Pendek 'Mimi Lemon'
-
Mengulik Dinamika Persahabatan Dewasa dalam Novel 'Museum Teman Baik'
Ulasan
-
Review Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri, Sekuel yang Lebih Ngeri
-
Ulasan Film 'Green Book': Bersatunya Dua Perbedaan dalam Satu Mobil
-
Mengungkap Sisi Lain Jakarta dalam Novel Cerita-Cerita Jakarta
-
Ulasan Film The Lobster: Dunia Distopia yang Tak Ramah untuk Para Jomblo
-
I Possessed A Villainess, But I Wanna Raise Cats! Manhwa Suin Kucing Seru
Terkini
-
Polemik KPU Menghadapi Tekanan Menjaga Netralitas dan Kepercayaan Publik
-
Coffee Shop Menjamur di Era Sekarang, Apakah Peluang bagi Para Pengusaha?
-
Tayang 2025, Film Korea Sister Kenalkan 3 Pemeran Utama
-
Dari Balik Layar Pilkada: Relawan dan Peran Besar Mereka
-
Perilaku Konsumtif, Fenomena Latte Factor dan Efek terhadap Keuangan Gen Z