Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rie Kusuma
Novel Harga Teman: Resign, Design, Redesign (Dok. Ipusnas)

Harga Teman: Design, Resign, Redesign termasuk novel yang antreannya panjang di aplikasi baca iPusnas. Waktu akhirnya saya ‘dapat’ buku ini dan selesai membacanya, saya merasa bahwa masa mengantre buku ini sampai ‘kosong’ itu worth it banget.

Harga Teman berkisah tentang gadis 25 tahun bernama Puji, tapi lebih suka dipanggil Uji, yang baru saja dipecat dari tempatnya bekerja sebagai desainer grafis.

Selama menganggur, Uji menggarap order desain kecil-kecilan yang didapatnya di Twitter. Tapi, seringkali zonk atau banyak yang minta ‘harga teman’ dengan permintaan yang aneh-aneh. Ibaratnya, kerja banting tulang menggarap desain tak sepadan hasilnya karena permintaan banting harga.

Dua sahabat Uji semasa ngantor, Boshi dan Julian, ternyata tidak memperpanjang kontrak kerja mereka begitu habis. Keduanya memutuskan resign dan mengajak Uji untuk mendirikan usaha bareng bernama MercusuArt.

Usaha mereka di bidang Social Media Spesialist (SMS) yang baru berdiri dan masih sangat rentan secara finansial, ternyata harus diguncang oleh badai pandemi yang masuk Indonesia.

Klien nyaris nol. Julian dan Boshi lebih banyak menggarap proyek pribadi, masih di seputar desain grafis. Uji tak punya pilihan selain pulang kampung ke Dieng dan meninggalkan kedua sahabatnya. Meskipun artinya, Uji harus kembali berhadapan dengan orangtuanya yang bikin capek hati.

Naskah jebolan GWP, Gramedia Writing Project, karya dari Debora Danisa ini sungguh-sungguh seru, ringan, dan menghibur sampai tak terasa novel setebal 400-an halaman ini tahu-tahu selesai.

Menyinggung judulnya ‘Harga Teman’ alias minta harga murah atas suatu jasa usaha, memang jamak berlaku di setiap lini kehidupan. Seperti yang dialami Uji, dari klien yang minta potongan harga semena-mena, dibayar minuman atau voucher doang, sampai dibayar cuma dengan gomawo saranghaeyo. (Hal. 20)

Konflik ceritanya lumayan beragam meskipun sederhana dan tipis-tipis. Apalagi tokohnya lumayan banyak dan masing-masing menyumbangkan masalah. Mulai dari konflik dengan orangtua-sahabat-pasangan, susah sedihnya tinggal di perantauan, masalah kerjaan, sampai konflik batin semacam menghadapi quarter life crisis.

Karakterisasi para tokoh utama dan tokoh pendukungnya menarik. Ada Uji yang seorang kpopers yang labil, overthinking, minderan, tapi juga waspada dan cenderung hati-hati sama cowok.

Lalu ada Sunny, anak orang kaya, cantik banget, tapi jadi simpanan om-om. Boshi, cowok batak berhati lembut, peduli sama teman-temannya. Julian yang terkenal fakboi dan Adam yang sok misterius.

Menilik dari judul novelnya, Harga Teman, sayangnya bagian yang seharusnya menonjolkan pekerjaan mereka kurang digarap lebih luas. Porsi cerita lebih banyak ke Uji dan asam-manis-pahit kehidupannya selama di Jakarta sebagai anak perantauan.

Selain ada romance-nya tipis-tipis antara Adam-Uji-Julian, juga ada sisi komedinya yang lumayan konyol. Ada juga sisipan adegan macam kuis Family 101 dan Mata Uji untuk menggambarkan isi batin Uji, yang sempat membuat saya mikir, ‘ini apaan sih?’, tapi ternyata lucu juga.

Novel Harga Teman juga menghadirkan momen pandemi, bikin saya bernostalgia ke masa-masa itu lagi yang juga dialami Uji. Seperti harga masker yang mendadak melambung, semprot disinfektan sebadan-badan, kalap belanja buat stok, dan lain sebagainya.

Ending cerita sesuai harapan. Sebagai novel bergenre metropop yang tidak menampilkan kehidupan jetset para tokohnya, Harga Teman layak diapresiasi dan bisa menjadi pilihan bagi kalian yang membutuhkan bacaan yang menghibur.

Rie Kusuma