'Habis Galau Terbitlah Move On' adalah sebuah buku non-fiksi karya J. Sumardianta. Jika menilik dari sudut pandang penulis, kata 'galau' dan 'move on' adalah istilah-istilah yang diambil sebagai judul karena pembahasan ini begitu populer di kalangan anak muda.
Tapi setelah membaca isinya, saya sedikit terkejut karena apa yang saya bayangkan sangat di luar ekspektasi.
Awalnya, saya pikir ini adalah buku yang banyak membahas tentang problematika kaum milenial dan gen Z yang sering galau dengan problema keseharian, khususnya masalah hubungan romansa.
Tapi pada bab-bab awal, buku ini justru menyuguhkan pembahasan politik tentang era terpilihnya Jokowi sebagai presiden. Sebuah pembahasan yang begitu berani dan sensitif. Benar-benar tidak sesuai dengan judul yang ada dalam buku.
Lalu bab selanjutnya banyak menyorot persoalan pendidikan, bisnis, hingga sejumlah persoalan kehidupan lain yang lebih kompleks. Pembahasan tersebut dikaji dalam sudut pandang penulis yang berprofesi sebagai seorang tenaga pengajar.
Dari sini, saya mulai paham bahwa apa yang dimaksud dengan galau dan move on pada halaman sampul itu ditujukan untuk semua aspek yang menyentuh kehidupan manusia. Bahwa dalam hidup ini, kita sering kali menghadapi berbagai pergulatan batin.
Terkadang kita merasa gagal, tersandung masalah, hingga bingung dalam menghadapi beberapa situasi. Melalui kumpulan tulisan dari J. Sumardianta, pembaca akan diajak untuk keluar dari situasi sulit tersebut lewat berbagai quote, anekdot, hingga contoh kasus dari beberapa buku-buku yang populer yang pernah ia baca.
Melalui latar belakang yang kental dalam dunia pendidikan, serta luasnya wawasan yang dimiliki oleh J. Sumardianta, membuat buku ini kaya akan perspektif baru dalam memandang masalah.
Khususnya saat menyorot persoalan pendidikan di Indonesia yang penuh ketimpangan di sana-sini. Belum lagi dengan model kurikulum yang tiap periode pemerintahan selalu berganti sehingga menimbulkan banyak polemik. Juga tentang bagaimana seharusnya negara menjadi wadah dalam membentuk generasi yang "ramah" dengan proses belajar.
Apa yang dihadirkan oleh J. Sumardianta dalam buku ini adalah gagasan-gagasan yang menggugah pikiran. Meskipun buku ini sebenarnya bisa menjadi bacaan yang ringan, namun membacanya pelan-pelan barangkali adalah saran terbaik karena banyaknya inspirasi yang bisa diperoleh dari setiap pembahasannya.
Jadi, bagi kamu yang sedang membutuhkan bacaan yang insightful, Habis Galau Terbitlah Move On bisa menjadi buku yang akan menambah wawasan!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Berpikir Non-Linier, Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Otak
-
Ulasan Buku The Little Furball, Kisah Manis tentang Menghadapi Perpisahan
-
Ulasan Buku I'm (not) Perfect, Menyorot Ragam Stigma tentang Perempuan
-
Ulasan Buku Dolpha: Empat Anak Sahabat Laut, Petualangan Seru Anak Pesisir
-
Ulasan Buku 365 Ideas of Happiness, Ide Kreatif untuk Memantik Kebahagiaan
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh
-
Ketua Joman Soal Peluang Jokowi Berlebaran ke Megawati: Ini Momennya Bersilaturahmi
-
Keluarga Besar Jokowi Kumpul di Solo Hari Kedua Lebaran, Gibran Sempat Tampung Aspirasi Warga
-
Momen Lebaran, Jokowi Video Call Ma'ruf Amin: Warganet Tagih Silaturahmi ke Megawati!
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
Ulasan
-
Review Komang: Menelusuri Cinta Raim dan Komang yang Bikin Baper
-
Review Anime Mob Psycho 100 Season 2, Kekuatan Esper Bukanlah Segalanya
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Review Film 'Pabrik Gula': Teror Mistis di Balik Industri Gula Kolonial
Terkini
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
Dilema Tristan Gooijer: PSSI Ngebet Naturalisasi, tetapi Sang Pemain Cedera
-
Rilis Foto Pembacaan Naskah, Ini 5 Pemeran Drama Labor Attorney Noh Moo Jin
-
Selain Donatur Dilarang Ngatur: Apakah Pria Harus Kaya untuk Dicintai?
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?