Pesan moral yang hendak disampaikan oleh penulis kepada sidang pembaca dalam buku Dunia Tanpa Kacamata ini adalah jangan hanya mensyukuri kelebihan, kesenangan, keberhasilan dan kenormalan. Adakalanya kekurangan, kesedihan, kegagalan, dan ketidaknormalan juga harus kita syukuri. Sebab, di sana banyak pelajaran dan rahasia indah istimewa dari Tuhan.
Bagaimana tidak, melihat sesuatu dari pandangan tidak normal juga memberi sensasi luar biasa yang tak bisa ditangkap dan dinikmati oleh seseorang dengan mata normal. Maka kunci rahasia senang tidaknya hidup kita, terletak pada kemampuan kita dalam mensyukuri nikmat Tuhan.
Dalam buku terbitan Garuda Mas Sejahtera ini, Justitia Mustofa mencurahkan isi hatinya bahwa ia tak bisa hidup tanpa kacamata. Kacamata menjadi benda yang tidak bisa dipisahkan sekalipun sebentar dari hidup Justitia.
Bermula ketika kelas enam SD, ia sering mengeluh kepada ibunya karena tidak bisa melihat tulisan di papan tulis dari tempat duduk paling belakang. Semula, ibunya tidak percaya dan mengira ia hanya bermaksud gaya-gayaan ingin memakai kacamata.
Setahun kemudian, setelah Justitia duduk di bangku SMP, ia baru diantar ke tukang kacamata. Ia divonis mengidap rabun jauh atau miopi. Ia kesulitan untuk membaca huruf-huruf yang ukurannya teramat kecil. Terdapat kerusakan refraktif pada matanya sehingga cahaya yang masuk tidak bisa difokuskan dengan baik, sehingga obyek jauh tampak buram. Karena itu, ia diharuskan memakai bantuan kacamata minus (cekung) agar bisa melihat dunia yang indah.
Dalam buku ini, Justitia mengungkapkan rasa suka dukanya saat berteman dengan kacamata. Ia suka, karena dengan kacamata bisa melihat dengan terang, seolah-olah tidak ada ketidaknormalan di mata. Ia bisa melihat benda dengan jelas tanpa harus meraba-raba. Kacamata sangat berjasa bagi kehidupan dan terlalu berat untuk ditinggalkan.
Sementara dukanya, karena ada saat kepala terlalu lelah menyangga benda itu berjam-jam di depan mata, terasa memberatkan, terasa sakit di daun telinga, dan tidak bisa dibawa tidur.
Selain itu, Justitia juga menguak sensasi saat pada malam hari melihat pemandangan lampu Jakarta dengan tanpa kacamata.
"Saya juga mulai menikmati dunia tanpa kacamata. Nyaman dalam pandangan berjarak sebatas tiga puluh sentimeter yang terekam jelas oleh mata. Seperti mempunyai dunia sendiri yang berbeda dengan dunia nyata."
"Dunia ini lebih menenangkan daripada dunia maya. Tak perlu memikirkan terlalu jauh, karena mata saya tidak sanggup melihat terlampau jauh. Dunia yang mungkin tak banyak dimiliki orang lain. Dunia eksklusif yang hanya bisa dirasakan manusia bermata minus enam seperti saya." (Halaman 11).
Ketika ia melepas kacamata saat mobil menyusuri jalanan Jakarta malam yang sering dinikmati dengan kacamata, seketika ia merasakan sensasi yang berbeda. Lampu-lampu Jakarta berubah menjadi berbentuk kristal yang bergerak-gerak. Cahaya yang seperti itu tidak bisa ia temukan di dunia nyata.
Di sinilah inti pelajaran itu ditemukan. Terkadang, tetangga A selalu melihat rumput si B lebih hijau. Padahal tetangga B melihat rumput si A yang lebih hijau. Semuanya sibuk melihat rumput tetangga, sampai mereka lupa dengan apa yang mereka miliki. Begitu pun dunia minus, biarlah menjadi milik orang-orang bermata minus.
Membaca buku Dunia Tanpa Kacamata ini mengetuk-ngetuk perasaan sekaligus menyegarkan. Ternyata melihat sesuatu dari sudut yang berbeda, memang menyenangkan. Sungguh menginspirasi.
Selamat membaca!
Identitas Buku
Judul: Dunia Tanpa Kacamata
Penulis: Justitia Mustofa
Penerbit: Garuda Mas Sejahtera
Cetakan: I, 2012
Tebal: 145 Halaman
ISBN: 978-623-212-630-5
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Ponsel Honor 400 Bakal Rilis Akhir Mei 2025, Usung Kamera 200 MP dan Teknologi AI
-
Realme Neo 7 Turbo Siap Meluncur Bulan Ini, Tampilan Lebih Fresh dan Bawa Chipset Dimensity 9400e
-
Realme GT 7T Segera Hadir dengan Sensor Selfie 32 MP dan Baterai Jumbo 7000 mAh
-
Infinix Note 50X 5G+ Masuk ke RI Bareng Note 50S 5G+, Harga Tidak Sama
-
Resmi Rilis, Oppo Reno 14 Pro Chipset Kencang dan Triple Rear Camera 50 MP
Artikel Terkait
-
Review Buku 'Normal People', Kisah Cinta di Kota Kecil Irlandia
-
Ulasan Buku I'm Not Okay: Tidak Apa-Apa Merasa Tidak Baik-Baik Saja
-
Ulasan Buku Pawai Sampah, Ajarkan Edukasi Lingkungan Sejak Dini
-
Ulasan Buku Menuju(h), Antologi Cerpen yang Terinspirasi Nama-Nama Hari
-
Ulasan Buku 'A Court of Thorns and Roses'; Kemiskinan Membawa Malapetaka
Ulasan
-
Gua Batu Hapu, Wisata Anti-Mainstream di Tapin
-
Ulasan Novel Hi Serana Adreena, Perjuangan Anak Pertama yang Penuh Air Mata
-
Teluk Kiluan, Spot Terbaik untuk Menyaksikan Kawanan Lumba-lumba di Lampung
-
Final Destination Bloodlines: Tawarkan Kedalaman Karakter dan Teror Mencekam
-
Ulasan Lagu Paranormal: Teman Minum Kopi di Pagi Hari Saat Sedang Jatuh Hati
Terkini
-
Ponsel Honor 400 Bakal Rilis Akhir Mei 2025, Usung Kamera 200 MP dan Teknologi AI
-
Jadi Kiper Tertua di Timnas, Emil Audero Masih Bisa Jadi Amunisi Jangka Panjang Indonesia
-
Realme Neo 7 Turbo Siap Meluncur Bulan Ini, Tampilan Lebih Fresh dan Bawa Chipset Dimensity 9400e
-
Realme GT 7T Segera Hadir dengan Sensor Selfie 32 MP dan Baterai Jumbo 7000 mAh
-
Garuda Calling 2025: Rizky Ridho Bertahan di Tengah Kepungan para Pemain Diaspora