Bagi Kang Maman, ide itu sungguh bertebaran sebanyak butir-butir pasir yang tak cuma ada di dasar lautan dan di pantai. Ada yang menemukan ide karena melihat bentuk. Ada yang menemukan ide karena melihat sebuah peristiwa. Ada pula yang menemukan ide karena imajinasi.
Di dalam buku Aku Menulis Maka Aku Ada ini, Kang Maman dengan tulus membagikan kepada para pembaca mengenai trik mengail ide itu. Menurutnya, jika kita hendak menulis puisi, maka perbanyaklah membaca puisi agar dapat ide darinya. Lalu, lakukan percobaan, mengawin-ngawinkan, mengonstruksikan, mengekspresikan segala hal yang kompleks dan luas.
Buatlah tulisan yang enak dibaca dan simpel. Pilih kata-kata yang dapat dimengerti oleh semua lapisan, meski kita tak punya kuasa memaksakan semua orang untuk mengerti. Tangkap ide itu segera mungkin, lalu tuangkan ke dalam tulisan, tapi tidak tergesa untuk segera menuntaskannya.
"Di sisi lain, jangan terburu-buru untuk menuntaskannya lalu menghidangkannya sesegera mungkin ke publik, sebelum kamu baca berulang-ulang. Karena seiring waktu, bisa jadi muncul ide-ide lainnya yang berkelindan, yang bisa memperkaya ide sebelumnya. Atau, bahkan merontokkannya, sehingga kamu harus memulai dari awal lagi. Tak mengapa. Di situ nikmatnya proses penulisan." (Halaman 153).
Selain itu, Maman Suherman dalam buku ini juga mengutip proses kreatif para pengarang terkenal, salah satunya Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, dan Budi Darma.
Bagi Pram, proses kreatif itu adalah pengalaman pribadi yang sangat pribadi. Kang Maman mengutip pernyataan Pram soal proses kreatif, sebagai berikut:
"Menjawabnya bukan gampang. Sudah terumuskan atau belum pengalaman itu, proses kreatif tetap pengalaman pribadi yang sangat pribadi sifatnya. Setiap pengarang akan mempunyai pengalamannya sendiri, sudah terumuskan atau belum." (Halaman 86).
Sementara proses kreatif Sapardi adalah dengan mengasah tulisan demi tulisan. Katanya, semakin banyak menulis, semakin terasa bahwa yang teramat mengasyikkan adalah penyusunan dunia kata itu sendiri. Barangkali memang ada hubungan yang sangat erat antara yang tak masuk akal dan dunia kata yang disebut puisi itu.
Sedangkan Budi Darma menulis dengan kepekaan. Baginya, kekuatan imajinasi identik dengan kepekaan seorang pengarang. Semakin tajam kepekaan seorang pengarang, makin berkelejatanlah imajinasinya. Dan semakin tumpul kepekaannya, makin malas imajinasinya, kemudian mengantuk, kemudian tidur, dan bahkan mungkin mampus.
Dalam mengarang, Budi Darma biasanya langsung dari tengah, ke pokok persoalan.
"Orang menulis juga mulai dari permulaan, kemudian menggelinding ke tengah, dan berhenti di bagian akhir. Memang demikian. Akan tetapi, saya terlibat oleh persoalan terlebih dahulu, dan dari situlah saya mulai: pada hakikatnya saya mulai dari tengah." (Halaman 97).
Tak cuma-cuma belajar menulis lewat buku laki-laki kelahiran 10 November 1965 ini. Sebab, ia tak hanya omong kosong. Ia bukan sekadar berteori atau menebar konsep, namun ia telah membuktikannya dengan melahirkan karya 24 buku selama 8 tahun.
Tidak terhitung karya tulisnya yang tertuang di berbagai media, lalu dialihwahanakan menjadi lirik lagu, kemudian ditampilkan di televisi berbagai genre, di pertunjukan panggung, dan ratusan film pendek.
Akhir kata, menulis itu bukan cuma sulit, tapi sulit sekali. Ada juga yang bilang, menulis itu gampang. Bahkan, gampang sekali. Intinya, teruslah menulis, tata bahasa belakangan. Ingat kata Gus Nadir, "Menulis itu soal gagasan, baru kemudian soal tata bahasa. Jadi, menulis saja. Tidak usah takut salah ejaan atau cacat redaksinya."
Selamat berkarya dan salam kreatif!
Identitas Buku
Judul: Aku Menulis Maka Aku Ada
Penulis: Kang Maman
Penerbit: Diva Press
Cetakan: I, Desember 2020
Tebal: 444 Halaman
ISBN: 978-623-293-126-8
Baca Juga
-
Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Program Makan Gratis jika Penerapannya Tidak Efektif
-
Ferry Irwandi Ungkap Jumlah Orang Hilang pada Tragedi 25 Agustus yang hingga Kini Belum Ditemukan
-
Nadya Almira Dituding Tak Tanggung Jawab Usai Tabrak Orang 13 Tahun yang Lalu
-
Vivo V60 Resmi Rilis, Andalkan Kamera Telefoto ZEISS dan Snapdragon 7 Gen 4
-
Review Buku Indonesia Merdeka, Akhir Agustus 2025 Benarkah Sudah Merdeka?
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Buku My Olive Tree: Menguak Makna Pohon Zaitun bagi Rakyat Palestina
-
Review Film Death Whisperer 3: Hadir dengan Jumpscare Tanpa Ampun!
-
Ulasan Novel Terusir: Diskriminasi Wanita dari Kacamata Budaya dan Sosial
-
Review Film Tukar Takdir: Kisah Penyintas yang Menyayat Hati!
-
Review Film Rangga & Cinta: Sekuel AADC yang Lebih Emosional dan Musikal!
Terkini
-
Bukan Cuma Drakor, 4 Drama China Tema Time Travel Ini Wajib Masuk Watchlist
-
Kabar Buruk dari Jakarta! Udara Pagi Ini Resmi Masuk Peringkat 5 Terburuk di Dunia
-
Reunian! Louis Tomlinson dan Zayn Malik Tampil Bareng di Serial Netflix
-
Bucin Tetap Jalan, Cuan Ikut Aman: Tips Nabung Bareng Pacar
-
El Rumi Unggah Foto Fitting Baju Adat, Warganet: Prewed Gak Sih?