Di tengah banyaknya buku self improvement dengan klaim pemberdayaan diri tapi kamu gak merasa lebih baik? Mungkin kamu harus baca buku Letting Go karya David R. Dawkins ini. Letting Go juga tidak menjamin pembaca akan keluar dari penderitaan atau hambatan batin lainnya. Karena, itu semua bisa tercapai tergantung kemauan kamu berusaha memahami dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dr. Hawkins adalah psikiater, penulis, konsultan, serta pengajar di berbagai macam institusi dan universitas. Atas kontribusinya terhadap kemanusiaan, pada tahun 1995 Dr. Hawkins diangkat sebagai kesatria Sovereign Order of the Hospitaliers of St. John of Jerussalem.
Buku yang berjumlah 21 bab ini, membahas secara kompleks tentang mekanisme pelepasan, anatomi emosi, beberapa emosi negatif dan positif yang dijelaskan di bab tersendiri, hingga peta kesadaran. Secara keseluruhan, buku ini menyajikan mekanisme pengaktualisasian kemampuan bawaan dalam diri untuk meraih kebahagiaan, kedamaian batin, hingga kreativitas.
Menurut Dr. Dawkins yang telah bertahun-tahun melakukan praktik psikiatri klinis, akhirnya menyadari bahwa mekanisme pasrah adalah cara paling efektif daripada banyaknya pendekatan lain. Letting Go atau teknik pelepasan adalah sistem pragmatis untuk menghilangkan banyak hambatan dan keterikatan.
Di akhir buku ini, pembaca akan disajikan peta kesadaran yaitu sebuah tabel dengan perasaan-perasaan negatif maupun positif beserta levelnya. Nah, pembaca bisa mengukur sendiri sedang berada di level mana dan langsung bisa mengatasinya dengan merujuk bab emosi di awal buku.
Menurut saya, buku ini sebetulnya sangat bermanfaat untuk dijadikan panduan merawat mindset kita agar selalu berpikiran, berperilaku dan berucap positif. Kita juga akan menemukan frasa-frasa logis yang tersebar di seluruh bab buku ini. Setelah membaca buku ini, teknik pelepasan memang begitu sederhana dan bisa dilakukan oleh siapapun tanpa terikat latar belakang budaya dan agama.
Namun, buku ini terkesan berat dibaca sehingga membutuhkan banyak waktu untuk menamatkannya. Terlebih lagi, buku terjemahan lebih sering 'tergelincir' seperti gaya terjemahan kurang luwes, beberapa kali ada kalimat yang susah dipahami, dan diksinya kaku.
Mungkin pembaca perlu menyisihkan waktu khusus dan konsisten agar bisa menamatkan buku ini tepat waktu. Sehingga tidak menjadi buku bacaan yang mangkrak dikemudian hari. Meskipun begitu, buku ini tetap worth it dibaca untuk mengembangkan diri.
Baca Juga
-
Mengenal Buku Kontras Aku Sayang Ayah dan Ibu, Stimulasi untuk Newborn
-
Temukan Pedoman Zen dalam Buku Haemin Sunim, When Things Don't Go Your Way
-
Membludak! Floating Market Pertama di Surabaya Diserbu Pengunjung
-
Ulasan Buku 'I DO', Siapkan Pernikahan dan Putus Rantai Trauma Keluarga
-
Gunung Bekel, Jalur Ziarah Peninggalan Majapahit Via Jolotundo
Artikel Terkait
-
5 Rekomendasi Buku untuk Belajar Mindfulness ala Orang Jepang, Wajib Baca!
-
Ulasan Buku: Lima Cerita: Kisah-kisah Menjadi Dewasa oleh Desi Anwar
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Ulasan Novel If at First: Misteri Kelam Kehidupan Masyarakat Kelas Atas
-
Membentuk Perubahan dari Kebiasaan Kecil, Belajar dari Buku Atomic Habits
Ulasan
-
5 Rekomendasi Buku untuk Belajar Mindfulness ala Orang Jepang, Wajib Baca!
-
Ulasan Novel Like Mother, Like Daughter: Pencarian di Balik Hilangnya Ibu
-
Review Anime Sakamoto Days, Mantan Pembunuh Bayaran Jadi Bapak Rumah Tangga
-
Kisah Cinta Terlarang Membuka Pintu bagi Ekowisata Gunung Tangkuban Perahu
-
Gemes Banget! Romansa Sederhana Anak Sekolahan di Manga Futarijime Romantic
Terkini
-
3 Pencapaian Indonesia yang Bisa Bikin Malu Korea Selatan di AFC U-17, Pernah Kepikiran?
-
Kang Daniel Terjebak dalam Hubungan Cinta yang Menyakitkan di Lagu 'Mess'
-
Masuk Daftar Top Skor AFC U-17, Evandra Florasta Terbantu Kelebihan Mental Reboundnya
-
Zahaby Gholy, Pembuka Keran Gol Timnas U-17 dan Aset Masa Depan Persija
-
Ulasan Lagu FIFTY FIFTY 'Perfect Crime': Cinta Gelap yang Memikat