Di era 90-an, ‘The Jerry Springer Show’ mengubah cara orang menonton televisi. Itu lho, acara talk show yang seharusnya diisi diskusi dan wawancara, eh jadi arena bullying verbal—dan kadang fisik—antara tamu-tamunya. Baku hantam, perselingkuhan, pengakuan mengejutkan, hingga konflik keluarga yang absurd dijadikan bahasan dan daya tarik utamanya. Nah, kini, Dokumenter Jerry Springer: Fights, Camera, Action yang tayang di Netflix, mencoba mengungkap apa yang terjadi di balik layar acara kontroversial itu.
Disutradarai Adam Darke dan Louis Lee Ray, dokumenter ini menampilkan wawancara dengan mantan produser, peserta acara, serta kritikus media. Namun, yang paling mencengangkan adalah bagaimana acara ini sengaja "memanas-manasi" tamu agar mereka meledak di depan kamera. Dengan produksi yang digarap All3Media (yang pernah bikin film dokumenter Don't Fuck with Cats).
Kupas Tuntas Dramatisasi yang Direkayasa?
Dalam dokumenter ini, terungkap adanya banyak tamu dari acara The Jerry Springer Show itu, ternyata dipilih berdasarkan potensi dramanya. Para produser bahkan disebut-sebut menggunakan trik tertentu agar tamu makin emosional sebelum masuk ke studio. Ada yang sengaja dibuat menunggu berjam-jam di ruangan kecil tanpa AC, ada yang diprovokasi dengan cerita palsu tentang lawan debatnya, hingga ada yang disugesti “mereka” akan "menang" dalam konfrontasi di panggung.
Pertanyaannya, apakah para tamu sadar mereka sedang dimanipulasi? Beberapa mantan peserta yang diwawancarai mengatakan, para tamu nggak sepenuhnya mengerti apa yang akan terjadi. Mereka mengira akan mendapat kesempatan untuk berbicara, tapi malah diserang secara verbal (dan fisik) oleh orang lain, sementara penonton berteriak dan bersorak.
Salah satu bagian paling kelam dalam dokumenter ini adalah kasus cinta segitiga yang berujung pembunuhan. Beberapa bulan setelah tampil di acara, salah satu tamu terbunuh akibat konflik yang dipertontonkan di layar kaca. Meski tim produksi mengklaim nggak bertanggung jawab atas insiden ini, banyak yang mempertanyakan apakah acara ini turut berperan dalam memperburuk keadaan.
Kini, di era media sosial, hal seperti ini masih terjadi. Drama dan konflik sengaja dibuat agar konten lebih viral, baik di reality show maupun kanal YouTube dan TikTok. Pertanyaannya tetap sama: Seberapa jauh hiburan boleh mengambil keuntungan dari konflik nyata? Apakah ada batas yang harus ditegakkan, ataukah ini hanya gambaran dari apa yang sebenarnya diinginkan penonton?
Di Indonesia, kita juga sering melihat acara talk show atau sinetron yang menjual konflik rumah tangga, perselingkuhan, atau pertengkaran keluarga.
Dari sini, kita bisa melihat ada garis tipis antara hiburan dan eksploitasi. Jika sebuah acara sengaja memanipulasi orang-orang yang rentan demi rating, apakah masih bisa disebut sekadar hiburan? Atau sebenarnya ini adalah bentuk lain dari eksploitasi, yang dibungkus dalam kemasan tontonan ringan?
Satu hal yang pasti, ‘Jerry Springer: Fights, Camera, Action’ nggak hanya mengajak kita bernostalgia dengan acara talk show paling liar di TV pada masa itu, tapi juga memaksa kita bertanya: Apakah kita, sebagai penonton, juga ikut bertanggung jawab atas kesuksesan acara semacam ini? Hmmm ….
Baca Juga
Artikel Terkait
-
5 Pertarungan Terbaik Devil May Cry Season 1 Netflix, Manakah Favoritmu?
-
3 Rekomendasi Film Orisinal Netflix yang Dipuji Kritikus, Jarang Disorot!
-
3 Anime Aksi Cocok Ditonton Sambil Menunggu Musim Kedua Devil May Cry
-
3 Karakter Iblis Dapat Kalahkan Dante dari Anime Devil May Cry dengan Mudah
-
Kualitas Animasi Dikritik,The Beginning After The End Masih Layak Ditonton?
Ulasan
-
Review Sinners: Bukan Film Soal Vampir Doang
-
Novel Petualangan ke Tiga Negara: Perjalanan Edukasi yang Sarat Pengetahuan
-
Needs You Cafe: Ngopi dengan View Danau Sipin yang Bikin Betah Berlama-lama
-
Novel The Drowning Woman: Saat Sebuah Pertolongan Menjadi Pengkhianatan
-
Review Anime Zenshu, Potret Industri Animasi Jepang yang Sesungguhnya
Terkini
-
Marc Klok Sebut Duel Lawan Bali United Bak Laga Final, Bobotoh Jadi Penguat
-
Raih Nobel Sastra 2024, Han Kang Siap Rilis Buku Baru 'Light and Thread'
-
Produksi Serial Prekuel Pacific Rim Dilanjutkan dan Tayang di Prime Video
-
Apakah Hari Kartini Menjadi Tameng Emansipasi oleh Kaum Wanita?
-
Lawson Ajak Jurnalis dan Influencer Kenali Arabika Gayo Lebih Dekat