Pernahkah kamu terbayang bagaimana rasanya kalau tanah yang sudah menjadi bagian dari hidup tiba-tiba terancam hilang? Bukan karena bencana alam, tapi karena ulah manusia sendiri yang serakah. Nah, kira-kira itu yang dirasakan Shalom Mawira di novel "Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut" karya Dian Purnomo.
Dari judulnya saja sudah terasa puitis, tapi jangan salah—ceritanya bukan sekadar tentang menunggu. Ini adalah kisah tentang perjuangan, kehilangan, dan keberanian buat melawan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.
Shalom adalah seorang perempuan Sangihe yang masih berharap ayahnya, seorang nelayan, akan kembali dari laut suatu hari nanti. Tapi hidup tidak pernah sesederhana itu.
Saat sebuah perusahaan asing datang untuk mengeruk emas dari tanah kelahirannya, Shalom sadar kalau ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga soal hak hidup dan harga diri.
Sangihe bukan sekadar tempat tinggal, ini adalah rumah, sejarah, dan sumber kehidupan bagi masyarakatnya. Dari situ, dimulailah perjuangan yang tidak hanya fisik, tapi juga batin.
Yang membuat novel ini terasa kuat adalah bagaimana Dian Purnomo menggambarkan perlawanan itu. Bukan dengan adegan heroik yang dramatis, tapi lewat keteguhan hati orang-orang biasa.
Shalom dan warga Sangihe tidak punya modal besar, tidak punya kuasa di mata hukum, tapi mereka punya sesuatu yang lebih berharga: keberanian untuk tetap berdiri di tanah mereka sendiri.
Ada momen-momen di mana mereka harus berhadapan dengan aparat, dengan ancaman, bahkan dengan kemungkinan kehilangan segalanya. Tapi yang paling menyayat justru adalah perjuangan dalam diam—ketika mereka harus tetap hidup, tetap berharap, selagi terus menunggu keajaiban yang mungkin tidak akan datang.
Bukan hanya soal lingkungan, novel ini juga bicara tentang peran perempuan dalam perjuangan sosial. Shalom, bersama perempuan-perempuan lainnya di Sangihe, tidak hanya berdiri di belakang. Mereka ada di garis depan, berjuang dengan cara mereka sendiri. Ini membuat kita sadar bahwa dalam banyak konflik lingkungan atau sosial, perempuan sering menjadi yang paling terdampak, tapi juga yang paling teguh bertahan.
Membaca "Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut" benar-benar memberikan pengalaman yang mendalam. Gaya penceritaan yang mengalir, latar yang digambarkan dengan detail, serta karakter yang kuat membuat pembaca merasakan atmosfer Sangihe.
Sebagai kesimpulan, novel ini bukan seperti novel fiksi pada umumnya yang setelah dibaca terus mudah dilupakan. Novel ini memberi kita refleksi dari kenyataan yang dihadapi banyak masyarakat adat di Indonesia.
Sebuah pengingat bahwa tanah yang kita pijak memiliki sejarah, bahwa perjuangan masyarakat kecil sering kali terabaikan, dan bahwa keberanian tidak selalu harus lantang, tetapi bisa hadir dalam keteguhan untuk bertahan.
Baca Juga
-
Ketika Pekerjaan Sulit Dicari, tapi Janji Politik Mudah Diberi
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Arkananta, Saat Kehangatan Keluarga Diuji oleh Rasa Kehilangan
-
Hari Perempuan Sedunia, 5 Novel Ini Wajib Dibaca untuk Merayakannya
-
Novel The Wedding People: Kisah Menyentuh Bangkit dari Keterpurukan
-
Novel Three Little Words: Romansa yang Berkembang dari Bisnis Biro Jodoh
-
Rayakan Hari Perempuan Internasional dengan Refleksi Islami: 5 Buku Inspiratif untuk Muslimah Cerdas
Ulasan
-
Ulasan Novel Mayday, Mayday: Berani untuk Berdiri Setelah Apa yang Terjadi
-
Review Film Red Sonja: Petualangan Savage yang Liar!
-
Review Film DollHouse: Ketika Boneka Jadi Simbol Trauma yang Kelam
-
Di Tengah Krisis Literasi, Kampung Ini Punya Perpustakaannya Sendiri
-
Ulasan Novel Mean Streak: Keberanian Memilih Jalan Hidup Sendiri
Terkini
-
Belum Juga Jera, AFC Kembali Bikin Ulah Jelang Bergulirnya Ronde Keempat Babak Kualifikasi
-
AFC Pilih Wasit Asal Kuwait untuk Ronde Keempat, Tim Mana yang Paling Diuntungkan?
-
Tinggalkan Citra Kanak-Kanak, Arsy Hermansyah Usung Musik Modern di Lagu 'Picnic'
-
Ajudan Presiden: Kepsek dan Satpam Kembali Bertugas di SMP 1 Prabumulih
-
Demo Ojol 2025: Tragedi, Tuntutan Menteri Dicopot, dan Masa Depan Transportasi Online