Dalam lautan kisah cinta yang ditawarkan fiksi populer Indonesia, Intoxicating Love karya Zya Pretty muncul sebagai salah satu judul yang mencuri perhatian, terutama karena kekuatan emosi yang dibangun di sepanjang cerita. Novel ini menyuguhkan konflik romansa klasik—cinta sepihak yang tumbuh menjadi obsesi, dan perjuangan untuk mendapatkan cinta yang enggan kembali. Namun ketika dibaca lebih dalam, kisah Abigail dan Calvin bukan hanya tentang cinta yang membara, melainkan juga tentang dinamika kuasa, luka emosional, dan batas antara ketulusan serta kehilangan jati diri.
Cerita berfokus pada Abigail Kingsley Whittaker, seorang perempuan yang telah lama jatuh cinta pada Calvin Anthony—duda beranak satu dan sahabat kakaknya sendiri. Sejak awal, pembaca langsung dibawa pada fakta bahwa Calvin telah berkali-kali menolak Abigail. Namun itu tidak membuat perempuan ini berhenti berjuang. Ia terus mendekat, terus mencintai, dan bahkan rela merendahkan dirinya demi mendapatkan ruang di hati pria yang ia idamkan sejak lama.
Di sinilah kekuatan naratif Intoxicating Love mulai terasa. Zya Pretty menulis dengan nada yang personal dan emosional, memungkinkan pembaca untuk ikut terseret dalam gelombang perasaan Abigail. Setiap penolakan, setiap upaya baru, dan setiap keraguan Calvin dikisahkan dengan cukup detail untuk membangun suasana batin yang kuat. Ini menjadikan novel ini sangat efektif dalam mengaduk emosi pembaca, terutama mereka yang pernah berada dalam posisi mencintai seseorang secara sepihak.
Namun, dari sudut pandang kritis, novel ini menyimpan sejumlah persoalan yang patut direnungkan lebih dalam. Pertama adalah soal dinamika relasi antara Abigail dan Calvin yang cenderung tidak setara. Calvin, sebagai pria yang lebih tua dan berpengalaman, hampir selalu digambarkan sebagai sosok yang “memegang kendali”. Ia bersikap dingin, bahkan kadang pasif-agresif, dan hanya memberikan sedikit ruang bagi Abigail untuk benar-benar memahami isi hatinya. Sementara itu, Abigail menjadi pihak yang terus-menerus harus membuktikan dirinya layak dicintai.
Hal ini dapat memicu perdebatan: apakah cinta memang seharusnya diperjuangkan sedemikian rupa? Apakah martabat pribadi layak dikorbankan dalam proses mencintai? Apalagi ketika cinta yang diperjuangkan tidak menunjukkan tanda-tanda akan tumbuh dalam ruang yang sehat dan setara.
Karakter Abigail sendiri, meskipun digambarkan kuat dan penuh tekad, juga problematis. Ia mewakili tipe perempuan yang terlalu larut dalam cinta, hingga membiarkan dirinya terikat dalam relasi yang penuh ketidakpastian. Pembaca yang berharap pada tokoh perempuan mandiri dan kritis bisa merasa kecewa, karena Abigail sering kali terkesan mengabaikan logika dan harga diri demi cinta yang tak kunjung ia dapatkan.
Sebaliknya, karakter Calvin justru terasa kurang digali. Motivasi emosionalnya, masa lalunya, dan alasan mengapa ia bersikap sedingin itu terhadap Abigail tidak diuraikan secara tuntas. Hal ini membuat tokohnya terasa statis dan kadang membingungkan. Apakah Calvin memang tidak mencintai Abigail, atau ia hanya tidak tahu cara mengekspresikan perasaan? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini menggantung sepanjang cerita, dan tak seluruhnya dijawab dengan memuaskan.
Namun demikian, kekuatan Intoxicating Love tetap terletak pada kemampuannya menghubungkan pembaca dengan sisi emosional yang sangat manusiawi: harapan. Harapan bahwa cinta bisa tumbuh dari kegigihan. Harapan bahwa seseorang akan melihat ketulusan kita jika kita bertahan cukup lama. Harapan yang terkadang justru menjadi sumber luka.
Sebagai novel yang lahir dari dunia Wattpad dan berhasil menembus penerbitan cetak, Intoxicating Love menandai transisi yang menarik dari karya fiksi daring menuju konsumsi pembaca umum. Ia membawa gaya penulisan yang dekat, personal, dan sangat emosional—ciri khas fiksi Wattpad yang digemari oleh banyak pembaca muda. Ini adalah kekuatan sekaligus keterbatasannya: narasi yang mudah diikuti, tapi kadang terjebak dalam pengulangan dan kedangkalan konflik.
Kesimpulan: Intoxicating Love adalah novel yang mampu menyentuh sisi emosional pembaca, terutama mereka yang pernah mencintai secara sepihak. Ia menawarkan narasi cinta yang penuh gairah, harapan, dan luka. Namun, jika dibaca dengan lensa yang lebih kritis, cerita ini juga mengajak kita mempertanyakan: sampai di mana batas antara mencintai orang lain dan mencintai diri sendiri? Apakah cinta harus diperjuangkan sekeras itu, ataukah kita justru sedang kehilangan diri di dalamnya?
Untuk pembaca yang mencari bacaan emosional dengan tensi tinggi, novel ini bisa menjadi pilihan yang memuaskan. Namun bagi yang mencari kisah cinta yang sehat dan setara, Intoxicating Love lebih cocok dijadikan bahan refleksi ketimbang panutan romantika.
Baca Juga
-
Loveliest Misfortune: Realita Pernikahan Jarak Jauh yang Bikin Baper
-
Saat Kita Jatuh Cinta: Tentang Luka yang Mengajari Kita Mencinta Lagi
-
Novel Christopher's Lover: Ketika Cinta Tumbuh di Antara Saudara Tiri, Salahkah?
-
Novel Humaira & Alfarisi: Cinta yang Bertahan dalam Diam
-
Cinta yang Tak Direncanakan: Pelajaran dari Cahaya Bintang Tareem
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Cheat Day: Ketika Ambisi Mengaburkan Batas Kesetiaan
-
Kenapa Wanita Jatuh Cinta pada Pria dengan Kepribadian Mirip Ayah? Lisa Mariana Salah Satunya
-
Review Novel 'The Grapes of Wrath': Melawan Nasib, Mencari Keadilan
-
Potret Kehidupan Sub-Urban di Kota Besar dalam Buku Komik Gugug! Karya Emte
-
A Good Girl's Guide to Murder, Investigasi Kasus Pembunuhan oleh Siswi SMA
Ulasan
-
Curug Balong Endah, Pesona Air Terjun dengan Kolam Cantik di Bogor
-
Wonwoo SEVENTEEN Ungkap Pesan Cinta yang Tulus Lewat Lagu Solo 99,9%
-
First Impression Good Boy: Aksi Seru, Visual Keren, dan Cerita Bikin Nagih
-
Ulasan Don Quixote: Perjalanan Ksatria Gila dan Khayalannya
-
SHINee Ring Ding Dong: Anthem Ikonik K-Pop saat Cinta Datang Tak Diundang
Terkini
-
Rahasia Kulit Lembap dan Glowing, 4 Rekomendasi Masker Korea Berbahan Madu
-
10 Rekomendasi Drama China yang Memakai Kata "Legend" pada Judulnya
-
Doyoung Usung Tema Yakin dan Percaya di Highlight Medley Album Soar Part 3
-
Jackson Wang Ungkap Rasa Sakit Jalani Hubungan Toksik di Lagu Hate To Love
-
Mainan Anak dan Stereotip Gender: Antara Mobil-mobilan dan Boneka