Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Ade Feri
Novel Perempuan di Titik Nol (goodreads.com)

Nawal el-Saadawi merupakan wanita yang berprofesi sebagai penulis, dokter, dan psikiater ternama dari Mesir. Wanita yang lahir pada 27 Oktober 1931 ini pernah diancam, diintimidasi, hingga dipenjara oleh kelompok konservatif karena pemikirannya tentang perempuan dan dunia patriarki. Ia pun menjadi salah satu pendiri Asosiasi Solidaritas Perempuan Arab.

Sepanjang kariernya, Nawal el-Saadawi juga aktif menuliskan pandangannya tentang perempuan melalui novel-novelnya yang fenomenal. Salah satu novelnya yang hingga kini masih banyak dibicarakan adalah Perempuan di Titik NolTidak hanya terkenal di Mesir, novel ini telah diterbitkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk Indonesia.

Novel yang pertama kali ditulis dengan bahasa Arab ini terbit pada tahun 1975 dengan judul Emra'a enda noktas el sifr. Versi bahasa Indonesia novel ini diterbitkan oleh penerbit Yayasan Obor Indonesia pada tahun 2000 Sebagai novel dengan topik yang cukup berat, novel ini masih terbilang tipis karena hanya berisi 200 halaman saja.

Sinopsis

Novel ini bercerita tentang Firdaus, seorang pelacur yang paling terkenal dan mempunyai tarif yang mahal. Bercerita dari dalam penjara, sambil menunggu waktu eksekusi hukuman matinya, ia berkisah tentang kehidupan yang penuh sengsara. Di mulai dari perlakuan keluarga yang tidak adil, hingga nasib buruk terus berdatangan karena sistem masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai kelas kedua.

Firdaus kecil, tumbuh di lingkungan keluarga yang konservatif. Ia memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan, tetapi impiannya tidak dihiraukan oleh keluarga terutama dari paman dan ayahnya. Setelah menjadi yatim piatu, Firdaus tinggal bersama pamannya. Dari sinilah kehidupan Firdaus yang suram mulai menapaki babak baru.

Ia dinikahkan dengan lelaki tua yang kikir dan kasar bernama Syekh Mahmoud. Selama pernikahannya, Firdaus kerap kali mendapat kekerasan dan diperlakukan semena-mena dari sang suami. Pada suatu hari, Firdaus memutuskan untuk pergi jauh dari rumah karena ingin mendapat kebebasa.

Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang lelaki bernama Bayoumi. Pada awalnya, Bayoumi adalah lelaki yang baik, perhatian, dan tampak menghormati Firdaus. Namun, tiba-tiba Bayoumi berubah menjadi lelaki yang kasar bahkan sampai menyetubuhi Firdaus. 

Setelahnya, Firdaus terus berurusan dengan banyak lelaki. Ia bahkan kini telah menjadi pelacur ternama di seantero Mesir dan memiliki kenalan orang-orang terpandang. Meski begitu, pada suatu hari ada seorang lelaki yang melamarnya untuk menjadi seorang istri. Akan tetapi, permintaan itu ditolak Firdaus karena lelaki tersebut ternyata adalah seorang germo. Merasa geram dengan penolakan yang diterimanya, sang germo lantas mengeluarkan pisau dan menyodorkannya ke arah Firdaus. Naas, pisau itu justru menancap pada tubuh sang germo karena berhasil ditangkis oleh Firdaus. 

Kini wanita itu kabur dengan segala rahasia tentang dunia pelacuran yang melibatkan orang-orang penting. Namun Firdaus justru dilaporkan oleh seorang Pangeran Arab ke polisi karena pembunuhan yang dilakukannya. Oleh sebab itu, Firdaus lantas dijatuhi hukuman gantung mati.

Ulasan

Perempuan di Titik Nol jadi salah satu novel paling menyayat hati yang pernah kubaca. Sistem patriarki yang mengakar ternyata berdampak besar pada kehidupan seorang perempuan. Dalam hierarki masyarakat patriarki, perempuan tidak memiliki kesempatan untuk hidup atas nama dirinya sendiri.

Hal ini bisa terlihat dari perlakukan keluarga Firdaus. Dari segi pendidikan, ayah dan paman Firdaus memiliki latar belakang edukasi yang mentereng, sayangnya mereka tidak mengizinkan Firdaus untuk melanjutkan studi hanya karena ia perempuan.

Di sisi lain, keluarga yang harusnya jadi ruang aman bagi perempuan pun tidak Firdaus dapatkan di rumah. Ayahnya acap kali melakukan kekerasan pada ibunya. Sementara itu, sang paman juga sejak dulu kerap melakukan pelecehan kepada Firdaus kecil.

Patriarki tumbuh menjadi budaya yang mengakar di lingkungan tempat tinggal Firdaus. Sistem budaya yang tidak memihak perempuan ini sampai-sampai dianggap sebagai tindakan yang lumrah apabila lelaki memperlakukan perempuan dengan kejam. Selain itu, sistem patriarki turun merenggut hak perempuan atas tubuh dan jiwanya sendiri. Singkatnya, keberadaan perempuan tidak dianggap apa-apa melainkan hanya sebagai suatu objek semata.

Patriarki tidak hanya menempatkan wanita dalam kelas subordinat saja. Lebih jauh, masyarakat yang patriarki ternyata turut membentuk kepribadian dan nasib seorang perempuan. Dalam novel ini, sistem patriarki justru membentuk Firdaus sebagai orang pelacur karena sedari kecil sudah mendapat pelecehan seksual dari keluarga, suami, hingga orang asing.

Nasib ironis yang Firdaus terima di akhir hidupnya, yaitu hukuman mati justru dianggap sebagai pembebasan. Ia merasa hanya kematian saja yang bisa mengakhiri penderitaannya sebagai wanita. Kematian dianggap sebagai kemerdekaan atas hak-hak yang telah dirampai oleh sistem patriarki yang dilestarikan kelompok sosial di sana.

Identitas buku

Judul: Perempuan di Titik Nol

Penulis: Nawal el-Saadawi

Penerbit: Yayasan Obor Indonesia

Tahun terbit: 2000

Tebal buku: 200 halaman

Ade Feri