Fantasi sebenarnya bukan lah genre yang aku gemari. Selama ini, kisah-kisah tentang penyihir, naga, dan dunia magis seringkali terasa terlalu jauh untuk aku. Mungkin karena ceritanya yang terkadang tidak masuk akal.
Tapi novel A Wizard of Earthsea: A Graphic ini berhasil menarik perhatianku dengan caranya sendiri.
Awalnya aku hanya penasaran karena karya ini adalah adaptasi dari novel legendaris Ursula K. Le Guin yang katanya jadi salah satu karya klasik paling dipuja dalam dunia fantasi.
Ditambah lagi, nama Fred Fordham (ilustrator) yang pernah mengerjakan To Kill a Mockingbird dan Brave New World versi grafis membuatku makin tertarik untuk mencoba.
Novel grafis ini menceritakan tentang perjalanan seorang penyihir muda bernama Ged, yang nantinya dikenal sebagai Sparrowhawk.
Ged digambarkan sebagai sosok yang penuh ambisi dan keras kepala. Ia memiliki hasrat besar untuk mendapatkan kekuatan dan pengaruh.
Sifat ingin tahunya yang tak terkendali membuat Ged nekat membongkar sebuah rahasia kuno yang seharusnya tetap tersembunyi.
Tanpa sengaja, tindakannya itu justru membebaskan sosok bayangan gelap ke dunia, memicu serangkaian peristiwa berbahaya yang harus ia hadapi.
Nah, kisah ini mengikuti perjalanan Ged dalam menghadapi konsekuensi dari tindakannya, belajar mengendalikan kekuatan besar, menaklukkan naga, hingga menantang kematian demi memulihkan keseimbangan dunia.
Yang paling memarik dari novel ini adalah ilustrasinya yang benar-benar indah. Fred Fordham berhasil menghidupkan dunia Earthsea dengan visual yang detail dan atmosferik.
Setiap halaman seakan punya nyawanya sendiri. Pilihan warna dalam ilustrasinya sangat pas, karakter-karakternya digambarkan dengan kuat, dan lanskap dunia Earthsea tampil begitu menawan.
Semua hal tersebut pasti bisa membantu para pembaca yang belum terlalu akrab dengan cerita ini jadi lebih mudah memahami.
Bahkan tanpa membaca versi novelnya, aku tetap bisa menikmati alur cerita karena adaptasi teksnya juga disusun dengan cermat.
Salah satu hal menarik yang aku temukan di awal buku adalah catatan dari putra Ursula K. Le Guin.
Catatan ini untuk menulis proses-proses pembuatan novel ini. Termasuk tentang representasi karakter utama, Ged, yang selama ini dalam versi-versi terdahulu seringkali digambarkan secara berbeda dari maksud asli penulisnya.
Menurutku, hal ini penting dibicarakan karena menyentuh soal keberagaman, sekaligus mengingatkan bahwa karakter dalam cerita fantasi sebaiknya bisa merepresentasikan berbagai latar belakang.
Ketika membaca versi grafis ini, semuanya terasa lebih ringan, lebih mudah dinikmati, dan tetap nggak kehilangan nilai moral serta pesona magis khas Earthsea.
Aku pikir buku ini cocok banget untuk dua tipe pembaca. Pertama, buat yang memang fans berat Earthsea Cycle dan ingin melihat dunia kesayangannya dihidupkan kembali lewat ilustrasi menawan.
Kedua, buku ini cocok untuk pembaca sepertiku yang sebelumnya sempat kesulitan memahami ceritanya atau baru ingin mulai mengenal kisah Earthsea, tapi ingin mencoba melalui versi grafis yang lebih ringan dan mudah diikuti.
Akhir kata, novel A Wizard of Earthsea: A Graphic ini berhasil membuat aku tertarik lagi sama dunia fantasi yang dulu rasanya jauh sekali di pikiranku.
Aku akhirnya mengerti kenapa karya Ursula K. Le Guin dianggap abadi, dan lewat ilustrasi seindah ini, perjalanan Ged jadi terasa jauh lebih hidup dan membekas.
Buat kalian pecinta novel dengan genre fantasi atau penasaran dengan kisah tentang penyihir muda yang harus menghadapi bayangan gelap, novel grafis ini benar-benar layak untul masuk ke dalam daftar bacaanmu.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Kisah Inspiratif dari Out of My Mind, Melihat Dunia dari Perspektif Berbeda
-
Review Novel Out of My Dreams, Hadirkan Suara Difabel di Tengah Cerita Petualangan
-
Review Novel The One and Only Ruby, Kisah Gajah Kecil Keluar dari Masa Lalunya
-
Novel Out of My Heart, Perjalanan Melody Mencari Kebebasan dan Teman Sejati
-
Petualangan Terakhir Ivan dan Kawan-Kawan di Novel The One and Only Family
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Menjadi: Sebuah Proses untuk Mengenal dan Menerima Diri
-
Review Buku Purple Eyes Karya Prisca Primasari, Bukan Kisah Romantis seperti Pada Umumnya
-
Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, Seksualitas Nyai dengan Tuan Eropa
-
Ulasan Novel Deessert: Asam Manis Kenangan dan Cinta Lama yang Belum Usai
-
5 Rekomendasi Buku Nonfiksi yang Siap Bikin Kamu Survive di Usia 20-an
Ulasan
-
Desa Wisata Jambu, Wisata Edukasi Cocok untuk Acara Outing Class di Kediri
-
Review Film Outside The Wire, Konsep Futuristik Elit tapi Eksekusi Rumit
-
Ulasan Novel Resist Your Charm: Dilema Antara Cinta dan Keluarga
-
Review Anime Kaiju No. 8, Kekuatan Monster Jadi Harapan Terakhir
-
Review Emergent City: Dokumenter Soal Gentrifikasi dan Perlawanan Warga
Terkini
-
4 Inspirasi Outfit Harian dari Choi San ATEEZ yang Gampang Buat Kamu Tiru!
-
Belum Pasti Lolos, China Sudah PD Ajukan Diri Jadi Tuan Rumah Kualifikasi Piala Dunia Ronde 4!
-
FIFTY FIFTY 'Pookie' Cerahkan Hari Lewat Sikap Riang dan Penuh Percaya Diri
-
Usulan Pencopotan Gibran: Ironi Nasib Wapres Kontroversial
-
Dies Natalis UAJY ke-60: Lomba Dongeng Bahasa Indonesia Jadi Jembatan Budaya Mahasiswa Internasional