Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Rana Fayola R.
The Script (Instagram/thescriptofficial)

Seiring berjalannya waktu tentu ada banyak lagu datang dan tenggelam, tidak semua berhasil bertahan dalam ingatan pendengar. Berbeda dengan The Man Who Can’t Be Moved yang dirilis oleh The Script.

Pertama kali dipublikasikan pada tahun 2008 silam, lagu ini masih menjadi anthem bagi para pejuang gagal move on yang masih relevan di tahun 2025. Bukan hanya sebatas lagu patah hati biasa, ada cerita tentang kesetiaan dan tak bisa mati walau waktu terus berjalan.

Di tengah era musik cepat saji dan lirik serba singkat, The Man Who Can’t Be Moved hadir sebagai pengingat bahwa cinta memang tak selalu logis. Sang penyanyi mengajak pendengar untuk meresapi luka, berdamai dengan kerinduan, dan bagi sebagian orang seakan memeluk rasa kehilangan.

Review Lagu The Man Who Can’t Be Moved, The Script Masih Terbayang Kenangan Masa Lalu

Setiap lirik lagu yang dilantunkan mampu begitu kuat menggambarkan kondisi emosional seseorang yang tidak bisa dan tidak mau melangkah maju. Kalimat ‘I’m not moving' dinilai jadi gambaran nyata dari keterikatan emosional yang belum selesai.

Di sepanjang lagu, pendengar akan dibawa melihat seseorang yang tak hanya menyimpan foto mantan kekasihnya, tapi juga menuliskan pesan di kardus yang berbunyi ‘jika ada yang melihat dia, tolong sampaikan bahwa aku di sini, menunggu’.

Single tersebut turut menarik karena menyampaikan rasa kehilangan dengan cara yang tidak dramatis berlebihan, tetapi tetap intens. Tak ada teriakan atau dentuman drum keras, hanya suara lirih yang menyayat. Namun justru di sini lah kekuatannya.

Pada tahun 2025, lagu ini mendapat sorotan kalangan generasi muda yang aktif di media sosial. Banyak potongan liriknya digunakan sebagai caption galau, backsound konten TikTok, hingga latar curhat tengah malam di Instagram Story. Nostalgia bercampur relevansi membuat lagu ini tetap hidup, bahkan lebih viral dari sebelumnya.

Banyak yang merasa bahwa The Man Who Can’t Moved seperti menulis ulang kisah mereka sendiri. Entah tentang cinta pertama yang tak tergantikan, mantan yang tak bisa dilupakan, atau bahkan seseorang yang masih terasa begitu dekat walau telah lama pergi.

Mengintip segi musikal, lagu ini menawarkan harmoni antara kesederhanaan dan emosi. Tidak rumit, tapi dalam. Tidak berlebihan, tapi jujur. Di sisi lain, The Man Who Can’t Be Moved juga membawa elemen storytelling yang kuat.

Selain menyoroti perasaan mendalam, The Script turut membangun visual. Kita bisa membayangkan sudut jalan itu, kardus bertuliskan pesan, dan tatapan pria yang tak goyah oleh waktu.

Wajar jika karya tersebut banyak dimasukkan ke dalam berbagai playlist bertema galau, hujan, sendu, hingga malam yang sepi. Tak heran pula di tahun 2025 pun, lagu ini tetap menjadi ‘senjata’ andalan untuk mengenang seseorang yang pergi tapi tak pernah benar-benar hilang dari ingatan.

The Man Who Can’t Be Moved bicara soal pengalaman emosional kolektif yang dirasakan jutaan orang di berbagai belahan dunia. Dengan lirik yang menyayat, melodi mendalam, dan cerita cinta yang universal, lagu ini membuktikan bahwa tidak semua luka harus sembuh untuk bisa dikenang.

The Script juga memiliki deretan lagu hits yang bisa Anda masukan ke daftar putar. Misalnya adalah Breakeven, For the First Time, Superheroes, Nothing, If You Could See Me Now, Rain, No Good in Goodbye, hingga Hall of Fame (feat. Will.i.am).

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rana Fayola R.