Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ardina Praf
Novel The Humans (goodreads.com)

The Humans adalah novel fiksi ilmiah yang menonjol karena pendekatannya yang tak biasa. Alih-alih berfokus pada teknologi canggih atau eksplorasi luar angkasa seperti cerita fiksi ilmiah pada umumnya, novel ini justru menyuguhkan refleksi mendalam tentang kehidupan manusia dilihat dari sudut pandang makhluk asing.

Inilah yang membuatnya terasa begitu berbeda. Melalui tokoh alien yang mencoba memahami dunia manusia, Matt Haig mengajak pembaca menelaah ulang apa artinya menjadi manusia, dengan segala keanehan, emosi, dan kerumitannya.

Cerita bermula dari seorang alien yang datang dari planet jauh dan mengambil alih tubuh Profesor Andrew Martin, seorang matematikawan jenius dari Universitas Cambridge. Sang alien ditugaskan untuk mencegah umat manusia membongkar rahasia besar tentang matematika dan eksistensi yang bisa mengancam tatanan kosmis.

Tugasnya tampak sederhana, tetapi tantangannya justru sangat kompleks. Ia harus hidup sebagai manusia dan menjaga jarak dari hal-hal yang membuat manusia, ya... menjadi manusia yang penuh emosi, relasi, dan segala absurditas yang menyertainya.

Di tahap awal, alien ini dibuat kebingungan oleh kebiasaan-kebiasaan manusia yang bagi kita terlihat biasa saja. Ia geli sekaligus heran terhadap cara manusia memilih makanan, berbicara satu sama lain, hingga bagaimana mereka jatuh cinta.

Semua itu tampak aneh bagian seorang alien. Tapi seiring waktu, keterlibatannya dalam kehidupan Andrew (terutama interaksinya dengan istri dan anak remaja Andrew) perlahan mengubah dirinya.

Kekuatan utama novel ini terletak pada sudut pandangnya yang unik. Kita diajak melihat dunia manusia dari kacamata yang benar-benar asing, sehingga hal-hal yang biasa kita anggap wajar jadi terasa baru.

Dalam beberapa bagian, kebiasaan manusia yang biasanya umum justru terlihat lucu, janggal, atau bahkan menyedihkan. Melalui sudut pandang yang polos namun tajam, Matt Haig menghidangkan kritik sosial, refleksi eksistensial, dan pencarian makna hidup dalam kemasan yang segar dan mudah dicerna.

Lebih dari sekadar cerita tentang perbedaan spesies, novel ini menyelipkan pesan mendalam tentang pentingnya empati, ketidaksempurnaan, dan nilai dari keberadaan manusia.

Kita diajak untuk tidak lagi meremehkan rasa sakit, kebingungan, kegagalan, maupun cinta dan harapan perasaan yang sering kita anggap sebagai beban, padahal justru itulah yang membentuk kita.

Matt Haig menyajikan cerita dengan gaya ringan dan humor bernuansa ironi yang menyentuh. Beberapa kelakuan alien kerap mengundang tawa, namun di balik itu semua tersimpan kritik halus terhadap kebiasaan dan pola pikir manusia.

Mulai dari ketakutan akan kegagalan, rasa malu, hingga obsesi terhadap kesuksesan, meskipun manusia juga mampu mencinta, berkorban, dan tumbuh dari luka.

Perjalanan sang alien yang awalnya hanya menjalankan misi, perlahan berubah menjadi petualangan batin yang menyentuh. Ia belajar bahwa cinta tidak selalu harus masuk akal, dan bahwa kerentanan adalah bagian dari keindahan menjadi manusia.

Bagi siapa pun yang sedang merasa terasing, kebingungan dengan hidup, atau sedang berada di persimpangan jalan, The Humans bisa jadi bacaan yang menguatkan. Ia tidak menggurui, tetapi mengingatkan kita bahwa menjadi manusia dengan segala keanehan, kekurangan, dan perasaan yang tidak logis pun bukanlah hal yang buruk.

Secara keseluruhan, The Humans bukan hanya novel fiksi ilmiah. Ia menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk benar-benar menjadi manusia. Ia juga membawa ketenangan dan membuka mata kita pada banyak hal.

Lewat kisah ini, kita diajak menyadari bahwa kita semua sedang merasa asing seperti alien yang tengah belajar memahami dunia dan mengenali diri sendiri.

Ardina Praf