Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ruslan Abdul Munir
Novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori (Dok. Pribadi/Ruslan Abdul Munir)

Kalau kamu sedang mencari novel fiksi sejarah dengan bahasa yang masih bisa dimengerti oleh pembaca pemula novel fiksi sejarah, Laut Bercerita karya Leila S. Chudori bisa menjadi opsi terbaik.

Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, yang pertama kali diterbitkan pada Oktober 2017 dan kini sudah mencapai cetakan yang ke-99 di tahun 2025 ini merupakan karya fiksi sejarah kontemporer di Indonesia.

Novel ini berperan krusial dalam mengingatkan kembali sejarah kelam Indonesia, khususnya peristiwa penghilangan paksa aktivis pada masa Orde Baru menjelang Reformasi 1998.

Novel Laut Bercerita secara umum mengangkat tema kehilangan dan trauma yang dirasakan oleh keluarga serta sahabat para korban penghilangan paksa.

Ketidakpastian nasib mereka menciptakan ketegangan emosional yang menyakitkan. Novel ini juga merupakan simbol perlawanan terhadap rezim otoriter yang membungkam kebebasan berbicara dan hak asasi manusia.

Narasi novel ini terbagi dalam dua sudut pandang orang pertama yang berbeda generasi. Bagian pertama mengisahkan Biru Laut, seorang mahasiswa aktivis yang diculik pada Maret 1998, bersama sahabat-sahabatnya, Daniel, Sunu, Alex, dan yang lainnya.

Mereka berjuang melawan ketidakadilan rezim, menghadapi penyiksaan brutal setelah disergap. Biru Laut digambarkan sebagai sosok yang kompleks, energik, teguh pendirian, pemberani, penyayang, namun juga pendiam, pemalu, dan pencemas. 

Bagian kedua beralih ke perspektif Asmara Jati, adik Biru Laut, yang bersama keluarganya menghadapi kekosongan dan ketidakpastian terkait hilangnya Biru Laut secara mendadak.

Asmara digambarkan pantang menyerah mencari jejak kakaknya, bergabung dengan Tim Komisi Orang Hilang. Novel ini secara efektif menggambarkan tidak hanya dampak langsung penindasan politik, tetapi juga trauma jangka panjang, antargenerasi, dan perjuangan berkelanjutan untuk kebenaran dan ingatan.

Dari dasar laut yang sunyi, Biru Laut bercerita kepada kita, sebuah metafora kuat bagi suara-suara yang dibungkam namun tetap menuntut untuk didengar.

Gaya penulisan Leila S. Chudori dalam novel ini sangat puitis dan indah namun masih mudah dibaca dan tetap mendalam. Penulis memadukan sejarah dan fiksi dengan ciri khas naratif yang berani, menggunakan humor, sarkasme, dan bahasa frontal.

Penggunaan alur campuran, maju dan mundur, meskipun terkadang dapat membingungkan pembaca, secara efektif merefleksikan sebuah memori dan trauma yang dialami oleh para tokoh.

Kekuatan utama novel ini terletak pada riset mendalam yang dilakukan Leila S. Chudori selama bertahun-tahun (2013-2017), termasuk wawancara dengan para aktivis yang selamat dan keluarga korban.

Ini memberikan fondasi kuat bagi keaslian cerita, mengangkat novel ini menjadi bentuk sastra kesaksian yang mereklamasi dan mengembalikan suara-suara yang dibungkam oleh oknum tak bertanggung jawab.

Novel Laut Bercerita juga telah meraih pengakuan luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Novel ini dianugerahi penghargaan bergengsi Southeast Asian Writers Award (SEA Write Award) pada tahun 2020.

Selain itu, novel ini juga peraih penghargaan tertinggi IKAPI Awards kategori Book of the Year pada tahun 2022. Popularitasnya juga tercermin dari rating tinggi di Goodreads (4.62 dari 5 bintang dari lebih 21.000 ulasan).

Dalam novel ini Leila S. Chudori berhasil menghadirkan kembali kisah-kisah yang terlupakan dan memberikan suara kepada mereka yang dibungkam.

Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti kehilangan, perjuangan melawan ketidakadilan, dan pentingnya menjaga ingatan dari sebuah ketidakadilan.

Ini adalah novel yang sangat direkomendasikan bagi kamu yang ingin memahami lebih dalam salah satu cerita terpenting dalam sejarah Indonesia dan dampak kemanusiaannya yang masih terasa sampai sekarang.

Ruslan Abdul Munir