"Ayah kau benar. Lebih mudah untuk tidak memilih, seolah tak ada konsekuensi. Tetapi seperti katamu, memilih adalah jalan hidup yang berani."~ Lintang Utara.
Begitulan pesan sang Ayah kepada Anaknya, bahwa hidup adalah perihal menentukan sebuah pilihan. Terlepas dari segala konsekuesi yang akan diterima, memilih adalah jalan hidup yang berani.
Novel Pulang merupakan karya fiksi sejarah yang ditulis oleh Leila S. Chudori. Novel ini mengangkat kisah tentang kisruh politik pasca peristiwa G30S/PKI sekitar tahun 1956 atau masa orde baru.
Pada masa itu batas antara benar dan salah, hitam dan putih, seakan tidak lagi memiliki batas yang jelas. semuanya terlihat abu-abu, kebenaran seakan ditentukan oleh mereka yang paling berkuasa di negeri ini.
Dimas Suryo, seorang pria yang saat itu dihadapkan pada suatu dilema besar yang harus menentukan keberpihakan politiknya disaat merebaknya dukungan terhadap PKI dan non-PKI.
Prinsip Dimas pada waktu itu dia tidak ingin berpihak pada satu ideologi tertentu, artinya dia tidak memilih dan memutuskan untuk berada pada kubu netral.
Hingga pada akhirnya Hananto Prawiro yang merupakan rekan kerja dimas di Kantor Berita Nusantara mendesak Dimas agar memiliki prinsip yang jelas. Diketahui Hananto sendiri keberpihakannya cenderung lebih condong ke pihak kiri.
Konflik utama terjadi ketika Dimas mendapat tugas untuk menggantikan Hananto menghadiri sebuah konferensi di Santiago, Chile.
Dari sinilah awal mula perjalanan panjang Dimas dan beberapa temannya Nugroho, Risjaf, dan Tjai berkelana di Eropa hingga akhir nya terdampar di Paris.
Mereka akhirnya tidak bisa pulang ke Indonesia karena dituduh telah terlibat dalam gerakan PKI. Hananto sendiri diketahui menjadi tahanan politik karena sejak awal telah menunjukkan keberpihakannya yang begitu jelas.
Di Paris akhirnya Dimas bertemu dan menikah dengan Vivine Deverauxe dan mempunyai anak bernama Lintang Utara. Di sana Dimas juga membangun sebuah restoran Nusantara bersama dengan teman-temannya.
Lintang mendapatkan tugas untuk membuat dokumenter tugas akhirnya tentang semua keresahan dan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ia pendam ditengan krisis identitas yang melanda dirinya.
Tentang siapa sebenarnya dirinya, tentang bagaimana Indonesia, dan bagaimana alur perjalanan sang ayah hingga bisa terdampar di Paris.
Novel ini ditulis dengan alur maju mundur serta berdasarkan point of view dari beberapa tokoh termasuk Dimas, Vivine, Lintang, dan tokoh lainnya.
Bagi pembaca pemula fiksi sejarah mungkin akan sedikit merasa kebingungan, tetapi karena gaya bahasa penulis yang sangat indah sedikitnya bisa mengatasi rasa bosan jika sewaktu-waktu datang.
Selain itu, gaya penulisan dari setiap tokoh yang berbeda juga memiliki gaya dan ciri khas masing-masing, sehingga terasa begitu menyatu dengan karaker yang sesungguhnya.
Konflik dalam ini bisa dibilang kompleks, karena tidak hanya berbicara tentang bagaimana kehidupan para tahanan politik pada zaman itu, tetapi juga banyak menggambarkan peristiwa-peristiwa penting lainnya yang wajib kita ketahui.
Beberapa latar sejarah yang diangkat dalam novel ini diantaranya juga seperti peristiwa Mei 1968 tentang gerakan protes mahasiswa dan para pekerja yang terjadi di Paris.
Selain itu, melalui kisah Lintang Utara yang akhirnya memutuskan ke Indonesia, dalam novel tersebut digambarkan bagaimana peristiwa Trisakti dan kerusuahan hingga diskriminasi terhadap etnis Tionghoa-Indonesia.
Hal yang paling menonjol dalam novel ini adalah terkait isu krisis identitas dan luka sejarah yang berkepanjangan. Dimas dan teman-temannya merasa sangat terasing dari negaranya sendiri bahkan kerap dianggap sebagai para pengkhianat negara.
Luka tersebut lantas tidak hanya sampai di sana, akibatnya juga dirasakan oleh generasi berikutnya. Seperti yang dirasakan Lintang Utara, keberadaannya di Indonesia dalam novel tersebut selalu menjadi buah bibir seperti halnya sebuah dosa politik yang belum terbayarkan.
Bagi kamu yang ingin lebih memahami sejarah Indonesia, novel ini merupakan pilihan yang cocok untuk dibaca. Karen penulis membuat novel ini bukan hanya sebuah karangan saja, tetapi melalui riset panjang dan berdasarkan fakta-fakta sejarah yang ada.
Novel ini akan lebih membukan perspektif kita tentang sejarah, bahwa luka sejarah harus diselesaikan, jika tidak akan berpotensi memberikan dampak-dampak lain setelahnya.
Baca Juga
-
Membeli Buku karena Covernya: Antara Gaya Hidup dan Kebiasaan Membaca
-
Bukan Hanya Sekadar Penanda Halaman: Makna Bookmark Bagi Pencinta Buku
-
Komik: Bentuk Sastra Paling Sederhana yang Tak Boleh Diremehkan
-
Review Novel Perkumpulan Anak Luar Nikah: Luka Lama Sejarah Etnis Minoritas
-
Membaca Buku Jadi Syarat Lulus: Langkah Maju, Asal Tak Hanya Formalitas
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Dear G: Menebak Apa yang Terjadi di Masa Depan
-
Ulasan Novel Look Before You Leap:Romansa Tak Biasa dalam Pesta Bangsawan
-
Ramalan Mengerikan Sabrang Letto Jadi Nyata: Indonesia 'Turun' Akibat Sistem Ordal Busuk!
-
Sabrang Letto: Indonesia Jadi Negara Skizofrenik, Elite Asyik Main Drama dan Rakyat Cuma Jadi Korban
-
Ulasan Novel Pool: Menjelajahi Dunia Fantasi Bawah Air Lewat Ilustrasi Unik
Ulasan
-
Belajar Merasa Cukup dengan Apa yang Kita Punya Lewat Buku Everything You'll Ever Need
-
Merangkul Luka untuk Menemukan Kekuatan di Buku The Strength In Our Scars
-
Seru! Belajar Sejarah Sampah di Buku Plastic: Past, Present, and Future
-
Ulasan Novel Dear G: Menebak Apa yang Terjadi di Masa Depan
-
Ulasan Buku Who Are You: Mengungkap Jati Diri Lewat Tes Kokologi ala Jepang
Terkini
-
5 Jurus Sakti Biar HP Bebas Iklan Ngeselin, Auto Adem Jiwa di 2025
-
4 Rekomendasi Toner dengan Willow Bark yang Ampuh Redakan Breakout Wajah
-
Jika Raih Gelar AFF Cup U-23 2025, Gerald Vanenburg Bisa Lampaui STY?
-
Bukan Anime Romance Biasa, Ini Alasan Kamu Harus Nonton My Dress-Up Darling
-
4 Sunscreen Aman Mencerahkan Kulit Remaja, Harga Murah di Bawah Rp40 Ribuan