Sekar Anindyah Lamase | Miranda Nurislami Badarudin
Novel Between Us (Dok. Pribadi/Miranda)
Miranda Nurislami Badarudin

Apa jadinya jika dua orang sahabat yang sangat dekat, tinggal serumah, dan berbagi mimpi yang sama... jatuh cinta pada orang yang sama?

Pertanyaan inilah yang menjadi inti dari Between Us, sebuah novel yang ditulis dengan peka oleh Narnie January, penulis fiksi romantis yang dikenal lewat karya-karyanya yang emosional dan membumi. Dalam novel ini, Narnie tidak menyajikan kisah cinta yang menggebu-gebu atau penuh kejutan, tapi justru menghadirkan sesuatu yang lebih dalam: perasaan yang tidak pernah diucapkan, hubungan yang perlahan berubah arah, dan luka yang tumbuh di dalam diam.

Al & Raka: Dua Sahabat, Dua Dunia yang Tak Lagi Sama

Al dan Raka adalah dua sahabat lama yang hidup bersama dan bermain dalam satu band. Keduanya tampak seperti rekan sempurna: saling memahami, tahu cara membuat yang lain nyaman, dan bahkan bisa membaca satu sama lain tanpa banyak kata. Namun, hubungan mereka diuji ketika seorang perempuan hadir di antara keduanya—dan cinta yang selama ini tersembunyi mulai muncul ke permukaan.

Al adalah mahasiswa tingkat akhir yang tengah fokus menyelesaikan skripsinya. Sosoknya tenang, penuh pertimbangan, dan lebih sering memendam perasaan. Sementara Raka, dua tahun lebih tua, adalah pribadi yang terbuka, spontan, dan memilih mengalir bersama hidup sembari mengandalkan musik sebagai pelarian.

Mereka jatuh cinta pada perempuan yang sama. Namun hanya satu yang berani mengaku. Yang satu lagi memilih diam, berharap pada waktu dan takdir, sambil terus memupuk rasa yang tak bisa dibunuh. Dari sinilah konflik mulai tumbuh. Pelan. Senyap. Tapi menyakitkan.

Cinta yang Tak Pernah Diucapkan

Between Us tidak menawarkan konflik besar yang mendramatisasi. Tidak ada adegan rebutan kekasih atau pertengkaran yang meledak-ledak. Sebaliknya, Narnie memilih untuk menyuguhkan konflik internal yang jauh lebih dalam dan nyata: diam-diam merasa kehilangan seseorang yang belum pernah dimiliki, cemburu pada sahabat sendiri, dan berjuang mempertahankan hubungan yang mulai retak oleh rasa yang tak bisa dihindari.

Sebagai pembaca, kita disuguhi nuansa keheningan yang terasa mencekam. Hubungan Al dan Raka perlahan berubah. Dari hangat menjadi kikuk, dari jujur menjadi penuh rahasia. Mereka tidak bertengkar secara langsung, tapi jarak di antara mereka semakin nyata. Sebuah hubungan yang awalnya nyaman mulai dihantui oleh sesuatu yang mereka tidak berani ungkapkan: perasaan.

Narnie menangkap kegamangan ini dengan sangat baik. Ia tidak terburu-buru memaksa tokohnya menyelesaikan konflik. Ia biarkan mereka berproses, terluka, dan pada akhirnya mengambil keputusan dengan cara mereka masing-masing.

Karakter yang Manusiawi dan Dekat

Keunggulan utama Between Us terletak pada karakterisasinya yang kuat. Al bukan tokoh laki-laki sempurna. Ia ragu, takut, dan kadang terlalu lama menyembunyikan perasaan. Raka juga bukan pahlawan yang ideal. Ia kadang egois, dan cenderung menghindar dari masalah. Tapi justru karena mereka tidak sempurna, mereka terasa sangat nyata.

Kita semua mungkin pernah menjadi Al—memendam perasaan demi menjaga hubungan. Atau pernah menjadi Raka—menyadari bahwa kehadiran kita melukai orang terdekat, tapi tidak tahu harus bagaimana.

Narnie membuat karakter-karakter ini begitu akrab. Kita bisa merasakan keresahan mereka, ikut duduk di antara sunyi mereka, dan bahkan berharap kita bisa berkata sesuatu untuk menyelamatkan persahabatan mereka yang mulai retak.

Musik, Rumah, dan Rasa yang Tak Terucap

Latar belakang cerita ini banyak mengambil tempat di rumah yang mereka tinggali bersama dan dalam latihan band yang mereka jalani. Musik menjadi pengikat hubungan mereka, tapi juga menjadi ruang di mana perasaan yang terpendam muncul tanpa bisa dicegah.

Salah satu bagian paling menyayat adalah ketika keduanya masih memainkan lagu bersama, tapi suasana sudah tak lagi sama. Seolah harmoni yang dulu mereka bangun perlahan berubah menjadi kekakuan yang sunyi.

Rumah bukan lagi tempat aman. Dan musik bukan lagi tempat berlindung.

Gaya Bahasa Narnie: Simpel tapi Menyentuh

Narnie tidak menulis dengan kalimat-kalimat puitis yang rumit. Ia menggunakan gaya tutur yang sederhana, namun setiap kalimatnya terasa tulus dan mengandung makna. Ia piawai menyusun dialog yang ringkas namun kuat. Emosinya tidak meledak, tapi justru karena itu, terasa lebih dalam.

Di beberapa bagian, narasi dibuat lambat. Tapi justru kelambatan inilah yang memberi ruang bagi pembaca untuk merenung, memaknai, dan ikut tenggelam dalam konflik batin tokoh-tokohnya.

Penutup: Sebuah Bacaan yang Akan Tinggal Lebih Lama di Ingatan

Between Us bukan kisah cinta biasa. Ini bukan tentang siapa yang mendapatkan siapa, melainkan tentang apa yang kita pertahankan dan siapa yang kita lepaskan. Ini adalah cerita tentang bagaimana cinta bisa tumbuh dalam persahabatan, namun justru di sanalah luka paling dalam bisa muncul.

Novel ini cocok untuk kamu yang sedang mencari bacaan reflektif, penuh nuansa emosional, dan menyentuh sisi paling lembut dari diri kita: keinginan untuk dicintai tanpa harus mengucap, dan keberanian untuk melepaskan demi menjaga sesuatu yang lebih besar—persahabatan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS