Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Poster film Good Fortune (IMDb)
Ryan Farizzal

Dalam dunia perfilman yang semakin dipenuhi remake dan sekuel, kehadiran Good Fortune terasa seperti hembusan angin segar. Film komedi supernatural ini, yang menandai debut penyutradaraan Aziz Ansari, berhasil menyatukan elemen fantasi ringan dengan kritik sosial yang tajam namun tak memaksa.

Dirilis di Amerika Serikat pada 17 Oktober 2025 setelah memukau penonton di Toronto International Film Festival (TIFF) pada 6 September 2025, Good Fortune segera menjadi perbincangan hangat berkat karisma Keanu Reeves sebagai malaikat yang kikuk.

Di Indonesia, film ini telah tayang di bioskop sejak 15 Oktober 2025, tersedia di jaringan seperti CGV, Cinépolis, dan XXI, menjadikannya pilihan sempurna untuk akhir pekan keluarga atau teman yang ingin tertawa sambil merenung. Dengan durasi 98 menit, Good Fortune bukan hanya hiburan semata, tapi juga cermin halus tentang ketidakadilan ekonomi di era gig economy.

Ansari, yang juga menulis naskahnya, mengadaptasi cerita ini dari pengalaman pribadinya sebagai komedian yang pernah bergulat dengan ketidakpastian finansial.

Sinopsis sederhana namun menjanjikan: Gabriel (Keanu Reeves), seorang malaikat yang baik hati tapi ceroboh, ditugaskan untuk mengintervensi kehidupan dua orang yang berlawanan poles.

Pertama, ada Arj (diperankan oleh Ansari sendiri), seorang pekerja lepas di Los Angeles yang berjuang membayar tagihan sambil mengemudikan ojek online dan mengantar makanan.

Hidupnya penuh ketegangan: tagihan menumpuk, hubungan asmara mandek, dan mimpi menjadi komedian seolah semakin jauh.

Di sisi lain, ada Jeff (Seth Rogen), seorang kapitalis sukses yang kaya raya dari investasi tech startup, tapi hatinya dingin dan egois, lebih sibuk dengan pesta mewah daripada empati terhadap orang lain.

Dalam upaya mengajarkan pelajaran tentang nasib baik dan empati, Gabriel melakukan tindakan nekat: menukar kehidupan Arj dan Jeff.

Bayangkan saja, Arj tiba-tiba bangun di penthouse mewah dengan rekening bank melimpah, sementara Damian harus merasakan dinginnya malam di apartemen sempit sambil menunggu orderan Gojek versi Amerika.

Konflik pun meledak: Arj menikmati kemewahan tapi terganggu oleh rasa bersalah, sementara Jeff yang biasa dimanjakan justru panik dengan rutinitas harian yang melelahkan.

Elemen fantasi ini tak hanya menghadirkan kekacauan lucu, tapi juga membuka diskusi tentang privilege, kelas sosial, dan bagaimana "keberuntungan" sering kali lahir dari ketidakadilan struktural.

Review Film Good Fortune

Salah satu adegan di film Good Fortune (IMDb)

Secara visual, Good Fortune adalah pesta warna-warni yang hangat, dengan sinematografi ala Los Angeles yang cerah—dari pantai Santa Monica yang berkilau hingga hiruk-pikuk jalanan penuh neon.

Ansari, yang dikenal dari serial Master of None, menunjukkan bakatnya dalam mengarahkan komedi yang tak berlebihan. Humornya lebih ke arah satire halus daripada slapstick kasar, dengan dialog yang tajam dan relatable.

Salah satu momen ikonik adalah ketika Gabriel, dengan sayap kecilnya yang lucu, berusaha "memperbaiki" nasib Arj tapi malah menyebabkan kekacauan lebih besar—sebuah metafora brilian tentang bagaimana niat baik tanpa pemahaman bisa jadi bumerang.

Musik latar dari komposer Ludwig Göransson menambah nuansa uplifting, membuat film ini terasa seperti pelukan hangat di tengah kekacauan dunia nyata.

Yang paling mencuri perhatian tentu akting para pemeran utama. Keanu Reeves, yang biasa dikenal sebagai pahlawan aksi di John Wick, membuktikan dirinya sebagai komedian alami.

Sebagai Gabriel, ia memadukan ketenangan filosofis khasnya dengan ekspresi bingung yang menggemaskan, menciptakan chemistry emas dengan Ansari.

Reeves tak hanya jadi "stealth MVP" seperti yang disebut Rolling Stone, tapi juga membawa kedalaman emosional ke peran yang bisa saja jatuh ke klise.

Ansari sendiri solid sebagai Arj; ia tak takut mengeksplorasi sisi rentan dirinya, membuat penonton ikut merasakan frustrasi gig worker yang universal.

Seth Rogen, sebagai Jeff, menghadirkan kontras sempurna: dari sikap sombong yang menyebalkan hingga transformasi yang menyentuh, Rogen menambahkan lapisan humor fisik yang khas dirinya.

Pemeran pendukung juga tak kalah berkilau. Keke Palmer sebagai sahabat Arj yang ambisius membawa energi segar dan dukungan emosional, sementara Sandra Oh sebagai mentor misterius menambahkan sentuhan misteri yang elegan. Meski begitu, tak semua elemen sempurna.

humornya terlalu "gentle" dan ide sosialnya kurang berani, seolah takut menyentuh luka terlalu dalam. Dan Ansari sebagai penulis perlu diselamatkan oleh talenta aktornya, meski secara keseluruhan pacingnya sangat yang lincah.

Di Rotten Tomatoes, film ini meraih 77% dari kritikus, dengan rata-rata skor 6.4/10—cukup untuk membuktikan daya tariknya sebagai hiburan berkualitas.

Tema kelas sosial yang diangkat Good Fortune relevan banget di Indonesia, di mana gig economy seperti Gojek dan Grab semakin mendominasi.

Film ini mengingatkan kita bahwa "good fortune" bukan soal keberuntungan semata, tapi pilihan untuk berempati. Meski tak revolusioner, pesannya sederhana namun impactful: tukar sepatu dengan orang lain, dan dunia akan terlihat berbeda.

Buat kamu yang pengin nonton, Good Fortune masih tayang hingga akhir November 2025 di berbagai bioskop, termasuk CGV Grand Indonesia dan Cinépolis di mal-mal besar. Kalau kamu mencari film yang bisa bikin tertawa terbahak sambil mikir, ini pilihan tepat. Rating dariku: 8/10. Tontonlah, dan biarkan malaikat Ansari-nya menyentuh hatimu.