Novel "Aib dan Nasib" karya Minanto, yang diterbitkan oleh Marjin Kiri pada tahun 2020 dengan tebal sekitar 263 halaman, adalah sebuah karya yang mendobrak citra idealistik kehidupan pedesaan yang selama ini sering digambarkan dalam kesusastraan.
Berlatar di Desa Tegalurung, Indramayu, novel ini menyajikan potret realitas sosial yang getir, penuh konflik, dan menunjukkan bagaimana "aib" dan "nasib" saling terkait erat, bahkan menjadi identik, dalam kehidupan masyarakat pinggiran. Minanto dengan cerdik membongkar tumpukan masalah sosial, kemiskinan, ketidakadilan, dan gunjingan yang menjadi napas sehari-hari warga desa.
Minanto memilih Tegalurung sebagai arena penceritaannya. Namun, desa yang digambarkan jauh dari suasana damai, harmonis, atau tenteram seperti stereotip desa pada umumnya. Sebaliknya, Tegalurung adalah kampung tempat berbagai masalah sosial berkelindan, mulai dari kemiskinan, delinkuensi, disorganisasi keluarga, hingga kejahatan.
Novel ini menyingkap tabir bahwa konflik tidak hanya datang dari entitas luar, melainkan juga terjadi secara internal di antara sesama warga desa. Mereka saling membantu dalam musibah, tetapi pada saat yang sama, mereka juga gemar bergunjing dan membicarakan aib orang lain. Fenomena gunjingan dan penyebaran aib—bahkan melalui media sosial menjadi salah satu sorotan utama novel ini, menunjukkan bagaimana kehancuran hidup seseorang dapat dipicu oleh gosip yang beredar cepat.
Salah satu tema sentral yang diangkat adalah situasi batas atau penderitaan manusia yang sampai pada titik kepasrahan. Tokoh-tokoh utama, seperti Marlina yang tidak bersekolah dan menjadi penjaga toko, atau Gulabia yang mengalami kekerasan setelah menikah, adalah representasi dari "orang-orang yang kalah pada nasib."
Mereka terperangkap dalam lingkaran kemiskinan dan keterbatasan daya upaya untuk berubah. Penderitaan para tokoh ini begitu nyata dan memilukan. Minanto tidak mencoba membungkus penderitaan ini dengan narasi yang melodramatis, sebaliknya, ia menyodorkannya secara lugas, membuat pembaca terhisap ke dalam kepedihan yang dirasakan oleh para tokoh.
Tokoh-tokoh ini, seperti Mang Sota, Boled Boleng, Kicong, dan Kartono, masing-masing membawa konflik unik yang berbeda-beda, namun semuanya terhubung oleh satu benang merah yang sama: pertarungan antara aib yang harus ditanggung dan nasib yang harus diterima.
Secara naratif, "Aib dan Nasib" terbagi menjadi lima bab besar yang di dalamnya terdapat fragmen-fragmen episodik. Pilihan struktur ini, dengan alur maju-mundur dan penyajian cerita yang dipenggal-penggal, menjadi ciri khas yang sekaligus kekuatan dan kelemahan novel ini. Metode fragmen-fragmen ini menciptakan sebuah narasi yang saling kejar, di mana kisah masing-masing tokoh disajikan secara bergantian. Pendekatan ini menuntut pembaca untuk fokus dan merangkai sendiri keterhubungan antar tokoh dan peristiwa. Bagi sebagian pembaca, cara bertutur Minanto yang ringan dan enak diikuti membuat buku setebal 263 halaman ini terasa cepat selesai.
Meskipun demikian, gairah eksperimentasi bentuk ini patut diacungi jempol. Minanto tidak mengikuti pola cerita klasik yang harus menyertakan prolog, klimaks tunggal, dan epilog yang jelas. Sebaliknya, novel ini memiliki banyak klimaks yang tersebar karena konflik masing-masing tokoh berbeda. Alur yang maju-mundur dan episodik ini secara efektif menggambarkan kompleksitas kehidupan Tegalurung di mana satu peristiwa berkaitan dengan peristiwa lain, namun dialami secara terpisah oleh banyak orang. Penceritaan dengan gaya yang lugas, tidak berlebihan, dan non-melodramatis membuat novel ini berhasil menyampaikan kritik sosialnya tanpa terkesan menggurui.
Judul "Aib dan Nasib" sendiri adalah sebuah pertanyaan filosofis dan eksistensial dalam novel ini. Penulis mempertanyakan mengapa kedua kata tersebut "aib" dan "nasib" cenderung bermakna negatif, terutama dalam konteks masyarakat pedesaan. Dalam narasi Minanto, sulit menemukan perbedaan makna antara keduanya. Seolah-olah, aib yang ditanggung seseorang merupakan nasibnya, dan nasib buruk yang menimpa mau tidak mau menjadi aib bagi mereka di mata masyarakat.
Minanto menyiratkan bahwa nasib buruk para tokoh sering kali dipandang sebagai aib yang harus ditanggung sendirian, alih-alih sebagai dampak dari struktur sosial, kemiskinan, atau kurangnya kesempatan. Misalnya, Marlina yang tidak sekolah dan Kaji Basuki sebagai Caleg yang gagal dan jatuh miskin, kemudian menagih utang-utang masyarakat.
Semua kisah ini menunjukkan bahwa kondisi "kalah" dan "hancur" dalam novel ini tidak hanya disebabkan oleh faktor internal tokoh, melainkan juga oleh penilaian, gunjingan, dan penghakiman sosial yang kejam. Dalam konteks ini, masyarakat desa yang idealnya saling mendukung justru menjadi pihak yang ikut memperparah aib dan mengukuhkan nasib buruk seseorang. Pada akhirnya, para tokoh dihadapkan pada pilihan sulit, lari dari kenyataan atau hancur bersama aib.
"Aib dan Nasib" adalah percobaan yang apik dan berani dalam sastra kontemporer Indonesia. Minanto berhasil menyajikan potret masyarakat rural Indramayu yang kompleks dan penuh keganjilan, jauh dari romantisme pedesaan. Walaupun gaya penceritaannya yang berbentuk fragmen mungkin menantang bagi sebagian pembaca, kekuatan cerita terletak pada keberaniannya mengangkat isu-isu sosial yang tabu, seperti ketidakadilan gender, kemiskinan struktural, dan kekuatan gunjingan dalam menghancurkan hidup seseorang.
Novel ini bukan sekadar hiburan, melainkan cermin sosial yang menyuguhkan bangkai-bangkai yang tersimpan di lumbung peradaban. Ia menempatkan Minanto sebagai penulis yang sangat peka terhadap kehidupan sosial yang kompleks dan mampu mencipta narasi yang dekat dengan realitas sehari-hari.
Identitas Buku
Judul: Aib dan Nasib
Penulis: Minanto
Penerbit: Marjin Kiri
Tanggal Terbit: 1 Juni 2020
Tebal: 263 Halaman
Baca Juga
-
Perjuangan Melawan Kemiskinan dan Tradisi Kaku dalam Novel Bertajuk Kemarau
-
Ulasan Novel Pachinko, Kisah Tiga Generasi Keluarga Korea di Jepang
-
Ulasan Novel Dirty Little Secret, Perjuangan Penebusan Cinta dari Masa Lalu
-
Ulasan Novel Missing Ex Karya Merinda, Misi Mencekam Mencari Mantan Kekasih
-
Ulasan Novel Rasina, Perjuangan dan Ketabahan Rasina di Era Penjajahan
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Mertua Ngeri Kali: Pelajaran Cinta dari Mertua Gila!
-
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
-
Ahlan Singapore: Rebecca Klopper Terjebak di Antara Kiesha Alvaro dan Ibrahim Risyad
-
Ulasan Novel Timun Jelita: Bukti Mengejar Mimpi Nggak Ada Kata Terlambat!
-
Ulasan Novel The Mint Heart: Romansa Gemas Reporter dengan Fotografer Cuek
Terkini
-
El Putra Ungkap Perjalanan Karier: Dari Mahasiswa Bingung hingga Aktor Film
-
Sinopsis Can This Love Be Translated?, Drama Romantis Netflix Kim Seon Ho
-
Akui Terkesan, Rebecca Klopper Ungkap Niatan Berhijab di Masa Depan
-
Film Terbaru Tom Cruise Dikabarkan Batal Produksi, Ini Alasannya
-
7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?