Menyelami Emosi dan Etika Penggunaan AI dalam Film Mothernet

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Menyelami Emosi dan Etika Penggunaan AI dalam Film Mothernet
Foto Film Mothernet (Instagram/ base.id)

Di dunia yang semakin canggih, teknologi seringkali jadi jembatan menghubungkan kita dengan hal-hal yang tampaknya mustahil. Film Mothernet, yang disutradarai oleh Wi Ding Ho, menghadirkan kisah emosional dan futuristik tentang bagaimana kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi alat dalam hal merespons dan menyikapi kehilangan. 

Film bertema keluarga memang selalu menarik perhatian, terutama karena ceritanya seringkali dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang coba dihadirkan BASE Entertainment. Dan nggak tanggung-tanggung, proyek ini digarap skala internasional.

Selain itu, film ini juga dibintangi aktor dan aktris terkenal: Dian Sastrowardoyo, Ringgo Agus Rahman, dan Ali Fikry, yang membuat ekspektasi terhadap film ini semakin tinggi. 

Sinopsis Film Mothernet

Film ini mengisahkan sosok remaja bernama Rama (Ali Fikry) yang berusia 16 tahun. Hidupnya berubah total setelah kecelakaan tragis yang membuat ibunya (Dian Sastrowardoyo) koma. Dalam situasi yang sulit, Rama dan ayahnya (Ringgo Agus Rahman) harus mencari cara untuk bertahan dan menjalani hidup baru tanpa kehadiran sosok ibu yang selama ini jadi penopang keluarga. Dan suatu ketika, mereka menciptakan jaringan AI yang memungkinkan mereka berinteraksi dengan ibu yang hilang kesadaran—sebuah dunia maya yang penuh harapan dan kecanggihan.

Menarik banget ya? Yang kepo sama filmnya, yuk kita kupas tuntas kisi-kisi terkait filmnya. 

AI dan Pengganti Kehidupan Emosional

Di balik kisahnya yang sederhana, Film Mothernet membuka diskusi besar mengenai penggunaan AI dalam kehidupan manusia. Dalam dunia yang terus berkembang, kita semakin banyak melihat penerapan kecerdasan buatan untuk berbagai tujuan, mulai dari medis, pendidikan, hingga hiburan. Namun, pertanyaan besar yang diajukan oleh film ini adalah: Apakah teknologi, terutama AI, bisa jadi ‘pengganti hubungan manusia yang sejati?’

Secara umum, kecerdasan buatan dirancang untuk membantu manusia dalam menjalani kehidupan yang lebih efisien. Mulai dari asisten virtual yang membantu pekerjaan sehari-hari hingga teknologi medis yang meningkatkan kualitas hidup. Namun, dalam Film Mothernet, teknologi nggak hanya digunakan untuk alasan praktis, tapi untuk menyentuh sisi emosional manusia. 

Karakter utama, yang syok atas nasib ibunya yang mengalami kecelakaan, juga harus menghadapi kenyataan pahit—ibu mereka mungkin nggak akan terbangun. Dalam upaya mempertahankan kedekatan emosional, dibuatlah realitas menggunakan AI, yang memungkinkan bisa berinteraksi dengan figur ibu.

Sekarang pertanyaannya, sejauh mana teknologi seperti itu bisa menggantikan interaksi manusia? Dalam konteks Film Mothernet, meskipun AI mampu mereplikasi penampilan dan suara ibu (mungkin), apakah interaksi semacam itu benar-benar memenuhi kebutuhan emosional sang anak (Rama)? Bisa saja sang anak merasa seolah-olah sungguh berinteraksi dengan ibunya, tapi apakah itu sama dengan hubungan yang hidup, penuh empati, dan kehadiran fisik yang nyata? Teknologi mungkin bisa meniru, tapi apakah ia bisa menciptakan koneksi emosional yang mendalam dan sejati? Jawabannya adalah dengan kamu nonton langsung filmnya. Yes!

Oke deh kalau begitu. Sebagai film yang menggabungkan elemen fiksi ilmiah, drama keluarga, dan teknologi, Film Mothernet tentu saja memperlihatkan perspektif baru mengenai hubungan manusia dan teknologi. AI, yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kehidupan kita, dihadirkan sebagai solusi untuk mengatasi kesedihan dan kehilangan, membuka pintu untuk pertanyaan tentang batas-batas etis penggunaan teknologi dalam lingkup emosional manusia.

Jadwal rilis masih dirahasiakan, tapi jelas di tahun 2025. Jadi siapkan waktumu untuk nonton film ini. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak