Di tengah pandemi COVID-19, tampak banyak perubahan yang terjadi. Terutama perubahan dalam dunia kesehatan. Jika sebelumnya masalah kesehatan ini tidak terlalu menjadi perhatian, sekarang banyak orang yang mulai lebih memperhatikan dan menjaga kesehatannya karena adanya virus ini. Namun ternyata, kesehatan pada masa pandemi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik semata, namun juga berdampak pada kesehatan mental.
Jika kesehatan fisik berbicara tentang tubuh, maka kesehatan mental berbicara tentang jiwa, kondisi psikologis seseorang yang tidak terlihat. Saat ini, kita sedang berada di situasi krisis yaitu pandemi COVID-19 yang menimbulkan berbagai dampak. Berdasarkan keterangan dari Ibu Prischa Nova atau Ibu Prischa selaku psikolog, masalah yang beliau tangani akhir-akhir ini kebanyakan merupakan soal kecemasan tinggi, gangguan tidur, serta pola makan yang terganggu.
Menurut beliau, kita sebagai manusia membutuhkan rasa cemas dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan rasa cemas tersebut membuat kita menjadi waspada, apalagi di situasi saat ini. Tetapi kembali lagi ke kadarnya. Terlalu cemas akan berdampak pada kondisi psikis dan kondisi tubuh. Pada akhirnya kecemasan yang terlalu tinggi menjadi tidak baik.
Cemas dan stres merupakan hal yang berbeda. Kita juga membutuhkan rasastres untuk bertumbuh, jika tidak merasakan stress, kita akan terus merasa nyaman dan tidak mempelajari hal baru. Stres merupakan suatu kondisi dimana harapan kita atau harapan orang lain terhadap kita, tidak bisa kita capai atau penuhi.
Stress terbagi menjadi eustress dan distress. Eustress adalah ketika kita bisa menangani rasastres itu sehari-hari, maka hal tersebut akan menjadi pertumbuhan untuk kita. Tetapi jika kita tidak bisa menangani rasastres tersebut, maka akan menjadi distress, yang artinyastres yang berdampak tidak baik.
Stres itu kondisinya, cara kita mengatasinya disebut dengan coping stress. Di situasi saat ini,stres dan cemas merupakan hal yang wajar, karena kita berada di situasi krisis. Tetapi yang menjadi fokus adalah bagaimana caranya kita mengatasi hal tersebut. Hal ini disebut dengan resiliensi, yaitu cara kita bertahan di situasi krisis.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa cemas dan stress. Yang pertama dengan cara simple mindfulness atau teknik grounding. Cara tersebut membuat kita belajar untuk fokus ke hal-hal pernapasan, dan belajar untuk lebih rileks. Misalnya teknik grounding, untuk fokus ke napas. Tarik napas dalam, tahan, kemudian buang. Itu merupakan salah satu teknik untuk mengurangi kecemasan.
Cara lain adalah dengan mengaktifkan kembali 5 indra kita. Misalnya, mulai cium aroma yang terasa di ruangan. Lalu fokus untuk melihat benda-benda di sekitar, seperti benda-benda yang mungkin ada di kamar. Bisa juga dengan mendengarkan suara-suara, seperti suara kicauan burung, atau suara musik. Olahraga yoga, dan relaksasi juga merupakan hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecemasan dan stress.
Beberapa klien yang ditangani oleh Ibu Prischa, memiliki masalah gangguan tidur. Kesulitan tidur yang timbul karena adanya kecemasan tinggi. Yang bisa dilakukan untuk meminimalisir gangguan tidur tersebut adalah dengan cara yang sudah disampaikan, yaitu membuang energi dengan olahraga dan relaksasi.
Cara lain yang juga dapat dilakukan adalah ambil waktu untuk rileks sebelum tidur, seperti melakukan peregangan sebelum tidur. Hindari kafein sebelum tidur. Hal-hal tersebut dapat meningkatkan kualitas tidur. Kualitas tidur memiliki peranan penting bagi kehidupan sehari-hari. Karena ketika tidur kita bermasalah, akan berdampak pada banyak hal, salah satunya mood yang bisa jadi berantakan.
Ibu Prischa juga memberi tips untuk pelajar atau mahasiswa, yang mungkin mengalami kesulitan. “Saat ini kita sedang mengalami perubahan yang cukup drastis ya, seperti jam kuliah/sekolah, yang biasanya macet-macetan dijalan, sekarang di rumah 24 jam. Yang bisa dilakukan adalah membuat jadwal ulang,” ujar beliau. Menurut beliau, kita sebagai manusia membutuhkan rasa aman.
Hal yang rutin, dan stabil membuat kita merasa aman. Namun sekarang kita berada di situasi yang serba tidak pasti. Situasi yang serba tidak pasti ini menimbulkan rasa tidak nyaman atau rasa cemas, hal tersebut adalah normal. Maka dari itu, cobalah untuk atur jadwal kembali supaya kita bisa mengatasi lagi hal yang baru, dengan begitu kita bisa terbantu untuk beradaptasi. Dampak positif yang bisa dirasakan adalah membuat kita menjadi punya kontrol lagi atas hidup kita.
Gangguan pola makan juga menjadi salah satu masalah yang ditangani oleh Ibu Prischa. Mengapa bisa berdampak kepada gangguan pola makan? Menurut beliau, emosi, kognitif, dan perilaku saling berhubungan satu sama lain. Emosi adalah apa yang kita rasakan, kognitif adalah cara kita berpikir atau cara kita menghadapi masalah, dan perilaku adalah sesuatu yang tampak, seperti makan, tidur, dan berbiacara.
Di kondisi saat ini, semua menjadi terhubung. “Kita takut kondisi fisik kita terganggu, lalu karena kecemasan, mood jadi terganggu, jadi gak selera makan, tidurnya berubah, lalu cemas lagi, akhirnya mempengaruhi imun tubuh. Imun tubuh menurun lalu jadi cemas lagi. Jadi seperti jadwal yang berubah, disertai cemas juga, pola makan jadi berubah, jadi tidak selera makan. Semua jadi saling berkaitan satu sama lain,” ungkap Ibu Prischa.
Ibu Prischa juga menyampaikan bahwa tidak masalah untuk meminta bantuan di kondisi saat ini. “Kita mengalami badai yang sama, tapi kapalnya berbeda. Apa yang saya rasakan dengan yang kamu rasakan pasti akan berbeda. Itulah penting untuk masing-masing dari kita tahu cara mengatasinya.
Kalau sedang kondisi krisis seperti ini, tidak apa-apa untuk minta bantuan, tidak ada salahnya, jadi it’s ok to ask for a help. Kita tidak sendiri, kita sedang menghadapinya bersama-sama. Sekarang banyak bantuan psikologis yang diberikan gratis secara online. Psikologi ada dibawah naungan Himpunan Psikologi atau HIMPSI, layanan HIMPSI ada di 119 ext 8. Kami memberikan layanan gratis, konseling bagi yang terdampak oleh COVID-19,” ujar beliau.