Menyelam dan Minum Air

Tri Apriyani | Aini
Menyelam dan Minum Air
Ilustrasi menyelam (pexels)

Berawal dari sebuah kompetisi yang diikuti oleh berbagai penjuru jurusan di dalam sebuah lingkup fakultas tempat berdiam diri pribadi ini. Segala macam cara dilakukan untuk menunjukkan sebuah keseriusan dalam melakukan sesuatu yang berguna. Dibantu oleh seorang malaikat yang cantik nan baik hati serta rela membunuh waktu berharganya demi kelompok yang menyusahkan namun berambisi untuk menang. Kesenangan dan kelincahan memang selalu datang di awal sebuah pertunjukkan. Namun selebihnya, tergantung dari pertunjukkan itu sendiri apakah mampu mempertahankan kesenangan dan kelincahan tersebut atau tidak.

Berbagai halang rintang telah terlewatkan oleh kelompok yang menyusahkan tersebut. Usaha yang telah terbilang masih sebesar biji jagung akhirnya menemui titik abu-abunya. Keraguan akan terus berjuang muncul secara samar di atas kepala masing-masing dari mereka. Memasrahkan apa yang seharusnya dipasrahkan saat itu mungkin hal yang wajib dilakukan. Sampai suatu ketika, dunia ini bagai terguncang oleh badai yang entah datang dari mana. Sebuah keputusan yang cukup memuaskan serta berisiko memenuhi pikiran dan menjalar ke seluruh tubuh ini. Yap, mengingat bahwa setiap usaha tidak akan berakhir sia-sia. Menyiapkan amunisi baru untuk terbang dan berjuang di luar kota.

Melirik lagi setiap selaman pribadi ini yang kalau dipikir-pikir cukup jauh diri ini menyelam dari titik awal keterpaksaan. Sangat menyayangkan jika harus menyerah pada mimpi yang sedikit lagi akan tercapai. Kulihat setiap jentikan daun yang hijau kekuningan mengingatkan pribadi ini akan kemampuan yang masih belum matang. Malaikat itu pernah berkata bahwa kau boleh menjadi juara, namun jangan jadikan juara sebagai beban terberatmu, jika iya maka lepaskan keinginan juara itu dan lepaskan seluruh bebanmu. Kalimat itu membuat pribadi ini akhirnya menggerakkan otaknya untuk kembali merenovasi setiap keinginan untuk berada di kota lain. Yaa sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Udara dingin terus menusuk tubuh hingga menggetarkan tulang rusuk ini. Kesibukan demi kesibukan masih dijalani oleh pribadi ini demi menyiapkan sesuatu yang maksimal hingga keluar dari zona ternyamannya. Perjalanan terasa begitu jauh yang lebih terasa sebagai perjalanan menuju maut. Menginjakkan kaki di depan gedung eksekusi membuat pijakan kaki ini menjadi tak seimbang dan seakan ingin jatuh. Sebuah agenda raksasa yang diikuti oleh manusia dari segala penjuru Indonesia yang bergabung menjadi satu di sebuah Universitas.

Penyelaman ini akhirnya hingga pada titik tengah di mana pribadi ini mulai memahami setiap isi dari tempat yang diselami tersebut. Merasakan sepasang mata ini mulai tertuju pada sepasang mata lainnya. Memperlihatkan selintas wajah yang tak asing untuk dipandang. Air wajahnya yang senada mulai membukakan sebuah memori lama yang telah terkubur dalam-dalam. Rasanya sangat sulit dipercaya, ingin rasanya melawan rasa sungkan itu. Namun, kebiasaan ini terus saja muncul dan semoga tidak berimbas kepada mata yang tertuju itu. Bagus rasanya kita mengetahui segala hal saat belum lama kita dipertemukan. Memahami segala bentuk keadaan hingga kita bisa beradaptasi dan berdamai dengan keadaan tersebut.

Hingga saatnya telah tiba dan mewujudkan semua yang telah terencanakan menjadi satu kesatuan. Mulai memasuki sebuah ruangan penyiksaan I think. Mengambil napas dalam-dalam, menyemburkannya secara perlahan, hanya itu yang bisa dilakukan oleh diri ini. Kelompok menyusahkan akhirnya benar-benar menyusahkan di mana pribadi ini yang menjadi sumber kesusahan tersebut. Rasa penyesalan selalu menyelimuti setiap langkah kaki diri ini, membendung air mata hingga tidak jatuh, menciptakan senyum yang bukan dari kesenangan, sangat menyebalkan. Lagi-lagi kakak seperjuangan dan malaikat itu datang menepis itu semua dan meyakinkan diri ini bahwa harapan itu masih ada.

Pernah dengar istilah kalimat sambil menyelam minum air? Itu lah yang pribadi ini rasakan  saat memasuki kota yang begitu luar biasa. Teringat bahwa diri ini mempunyai kesenangan yang merupakan sahabat dari berenang. Ya, menyelam. Menyelami air di lautan bagiku sama dengan menyelami kehidupan yang fananya sama dengan lautan. Bahkan kita tidak tahu apa isi dari lautan yang kita selami itu. Masuk ke dalam air biru nan cerah dengan mata terbuka sambil melihat-lihat ke arah mana diri ini akan menuju. Terlihat sebuah gelembung berisi rasa penasaran akan hasil yang telah dilalui dengan keringat yang bercucuran. Menyentuh gelembung itu hingga pecah dan membentuk sebuah gedung nan indah.

Perasaan kacau yang membendung kemuning langit gedung pecahan gelembung. Bertabur asa yang membara hinggap hingga memenuhi ubun-ubun. Menanti akan sebuah keputusan besar yang akan menyelimuti seluruh penjuru ruangan. Tak percaya sebuah angin besar menyapu mata ini membuat air mata yang ku bendung tadi hancur dan menjatuhkan air tersebut. Diri ini percaya akan sebuah hikmah dibalik setiap peristiwa. Hal ini ibarat menginjakkan kaki di atas seutas tali yang memang bagi diri ini mungkin baru pertama kali melakukannya. Namun, dapat berdiri di atas seutas tali yang terjuntai tidak semua orang dapat melakukan hal itu.

Kembali pada sebuah penyelaman yang setidaknya bertemu dengan ratusan gelembung udara. Menelan air saat menyelam sudah sangat lumrah bagi seorang penyelam. Mengaitkan telanan itu dengan kehidupan ini ibarat sebuah keputusan yang telah selesai dan dilanjutkan dengan merelaxasi diri mengunjungi berbagai tempat dari kota tersebut. Mungkin bagi seseorang yang tengah jenuh dengan kehidupannya sangat cocok untuk menghabiskan waktunya pada tempat itu, tidak terkecuali dengan diri ini. Melepas semua kepenatan yang sudah mendarah daging, bagiku tidak mudah untuk dilakukan, terlebih kesalahan itu masih saja terus melintas di hadapan wajah. Namun, penyelaman itu pasti akan selalu meminum airnya, entah itu air yang bersih atau kotor dan akan hilang sendiri mengalir bersama ke dalam tubuh.

Penyelaman itu akhirnya menemui titik ujung yang sudah tak bisa lagi diselami. Pribadi ini berusaha melupakan kesalahan yang telah dilakukan dan memang sudah sepatutnya karena mereka menganggap bahwa itu bukanlah sebuah kesalahan. Entah berapa banyak air yang telah tertelan dan berapa banyak gelembung yang telah melewati penyelam yang lemah ini. Kembali ke atas permukaan, melewati setiap kenangan yang dibuat dan tak tahu kapan akan melakukan penyelaman itu lagi. Sungguh takkan mudah dilupakan setiap dayungan tangan yang membawa pribadi ini pada kehidupan yang sesungguhnya. Berharap akan ada badai besar yang mampu menyeret masuk diri ini ke lautan dan mengulangi penyelaman itu untuk dapat bertahan hidup walau sesaat.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak