4 Kekhawatiran Penulis Online pada Artikel yang Dibuat dan Dikirim ke Media

Ayu Nabila | šŸ€e. kusuma. nšŸ€
4 Kekhawatiran Penulis Online pada Artikel yang Dibuat dan Dikirim ke Media
ilustrasi menulis artikel (pexels.com/cottonbro)

Dewasa ini, penulis online menjadi profesi yang mulai banyak digemari karena bisa mendatangkan penghasilan dan bahkan menjadi pekerjaan yang cukup menjanjikan. Tidak heran jika banyak penulis baru yang lahir dan mulai mencoba-coba menhirimkan karya ke media, terlebih di platform menulis online. Namun, muncul kekahawatiran yang khas dari penulis baru pada artikel yang dibuat. 

Bahkan kekhawatiran ini cukup khas dan dialami hampir sebagian besar penulis online. Penasaran apa saja? Berikut empat di antaranya.

1. Merasa takut artikelnya diabaikan editor

Penulis yang sudah lama terjun di dunia literasi pasti tidak asing lagi dengan keberadaan editor di sebuah media yang memoderasi artikel. Berkat peran editor, setiap artikel yang terbit bisa dipastikan sudah lolos kurasi dengan strandar dan ketentuan yang berlaku dari media. 

Sayangnya, cukup banyak penulis baru yang merasa takut jika artikelnya diabaikan atau tidak dilirik oleh editor. Melihat tumpukan artikel di kolom pending seolah menjadi momok tersendiri bagi para penulis baru. Meski lumran dirasakan, tapi rasa cemas ini tidak perlu terus dipelihara. 

Sebab, akan jauh lebih baik untuk tidak menunggu artikel pending dan beralih pada aktivitas menulis lagi. Anggap saja artikel pending sebagai 'tabungan' yang sewaktu-waktu jadi pundi-pundi uang saat terbit. 

2. Khawatir kalah saing dengan penulis lama

Fakta bahwa artikel di kolom pending makin menumpuk terkadang memunculkan prasangka negatif. Salah satunya khawatir kalah saing dengan penulis lama atau yang sudah lebih senior. Penulis baru yang merasa insecure akan beranggapan jika artikel yang dikirim penulis lama punya peluang terbit lebih besar.

BACA JUGA: Sangat Mudah Dilakukan, Berikut 3 Cara Mengawetkan Daging Tanpa Kulkas

Hal ini tentu saja tidak benar, sebab editor lebih dulu tertarik pada judul yang ditawarkan dibanding melihat siapa penulisnya. Jadi, tidak perlu merasa tersaingi senioritas sebab bisa dibilang persaingan dalam dunia kepenulisan cukup sehat. Siapa yang punya potensi, pasti juga punya peluang untuk sukses. 

3. Takut karyanya tidak disukai pembaca

Sebenarnya, setiap artikel yang terbit pasti punya pasar pembacanya masing-masing berdasar minat dan preferensi topik. Oleh karena itu, ketakutan jika karya tidak disukai pembaca hanya berdasar jumlah viewers tidak bisa dibiarkan tumbuh dan mempengaruhi mental. 

Tidak msalah jika artikel sepi pembaca. Mungkin memang pasarnya kecil atau kurang menerapkan prinsip SEO dalam menulis. Cobalah untuk menggali apa yang kurang dan belajar lagi agar pembaca merasa nyaman dengan tulisan yang dibuat.

4. Mengalami penolakan dari media

Penolakan seolah menjadi 'masalah' tanpa henti bagi hampir semua penulis, tak terkecuali penulis online yang masih baru. Artikel yang dikirim dan mendapat penolakan dari editor seolah sulit diterima hingga mulai ciutkan mental. Padahal kalau mau melihat dari sudut pandang berbeda, penolakan ini justru bisa jadi cambuk agar bisa menulis lebih baik lagi.

Bukankan setiap penolakan selalu ada alasannya? Saat mau mencari tahu alasan di balik penolakan ini, maka semangat belajar dan memperbaiki diri akan semakin tumbuh. Tidak masalah ditolak sekali atau sampai berulang kali. Sebab yang lebih penting adalah kembali bangkit, memperbaiki diri, dan terus berkarya lewat tulisan.

Itulah tadi empat kekhawatiran khas yang dirasakan penulis online yang tergolong masih baru pada artikel yang dibuat dan dikirim ke media. Apa kamu juga pernah merasakannya? Yuk, buang semua kekhawatiranmu dan mulai menulis lagi! 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak